12

9.3K 464 17
                                    

Dua Belas


Dani menggeliat saat cahaya matahari terasa mengganggu tidurnya. Perlahan matanya terbuka, seulas senyum tergambar di bibir merah jambunya. Dia merasa bahagia hari ini, mengingat peristiwa beberapa hari belakangan ini. Mulai dari saat sadar dari koma yang telah resmi menjadi seorang istri. Perhatian sang suami paska koma, lamaran romantis di depan adik dan keluarga suaminya. Senyumnya semakin mengembang mengetahui dia telah menjadi istri sesungguhnya. Bahkan dia melupakan pria dimasa lalunya yang datang.

Dia merasa bahagia dapat menyerahkan sesuatu yang paling berharga sebagai perempuan kepada suaminya. Pria itu adalah yang pertama. Pria pertama yang menciumnya tepat dibibir. Pria pertama yang melamarnya secara langsung. Pria pertama yang menggagahinya. Dia ingin pria itu yang menjadi pertama dalam hidupnya.

Dia menggulungkan selimut ditubuhnya, menutupi ketelanjangan dibaliknya. Dia mengamati kamar yang telah kembali rapi seperti sebelumnya. Tidak ada pakaian yang berserakan dilantai, atau bantal yang bertebaran di lantai. Hanya saja, ranjang yang baru saja ditidurinya terlihat berantakan. Bantal yang memenuhi sisi ranjang, seperai yang tak terpasang dan menumpul ditengah.

Perlahan dia bangun dari tidurannya. Tubuhnya terasa pegal-pegal, seperti habis lari maraton tanpa latihan. Belum lagi selangkangannya terasa perih dan ngilu. Membuatnya mengernyit. Pipinya memerah melihat noda merah di seperai. Itu adalah darah perawannya. Buru-buru dia segera menarik lepas seperai itu. Dia malu mendapati noda itu tercetak jelas di sana.

Clek...

Dani menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Nampak tubuh Juna yang telah rapi dengan rambut agak basah. Pria itu tersenyum cerah padanya, membuatnya malu. Dia cepat-cepat membopong seperai itu kedalam gendongannya, sambil menahan selimut agar tidak terjun bebas dari tubuhnya.

"Kau sudah bangun, sayang?" Dani diam membeku, mendengar panggilan 'sayang' dari Juna. Padahal di sering mendengarnya dari mulut pria itu. Tapi entah kenapa panggilan itu serasa melambungkan jiwanya. Juna menghampirinya masih dengan senyum cerahnya. "Mau kau bawa kemana seperai itu sayang?"

Dani membeku saat bibir Juna menciumnya, membuatnya semakin merona dan juga malu. Dia menundukkan wajahnya menyembunyikan pipinya. Dia yakin sekarang pipinya seperti udang bakar.

Juna tertawa melihat tingkah istrinya. Padahal mereka sama-sama sudah berkepala tiga, tapi tingkah istrinya seperti remaja yang baru saja kecurian ciuman pertama. Dia benar-benar gemas dengan istrinya itu.

"Kau tidak ingin mandi, hm?" tanya Juna, sambil mendongakkan wajah Dani dengan menangkupkan tangnnya.

"Eh?"

Juna tertawa kembali dan mengacak rambut Dani dengan gemas. "Kamu tidak ingin mandi?" ulangnya.

"Eee, ya aku akan mandi." Ujarnya lirih.

Juna tersenyum, kemudian melepas tangannya yang ada di pipi Dani. Dani mengeratkan pegangan selimutnya, saat dia akan melangkang. "Aw..." keluhnya.

Juna berbalik saat mendengar kesakitan Dani. Sebelumnya dia ingin meninggalkan istrinya, untuk keluar. Tujuannya datang ke kamar ingin melihat apa istrnya telah bangun atau belum. Dan ternyata sudah, malah istrinya tengah manarik seperai turun.

"Apa masih sakit?" tanya Juna khawatir.

Dani menggeleng, saat melangkah lagi dia kembali merintih kesakitan yang bersumber pada selangkangan. Juna segera menghampiri Dani kembali dan membopongnya. Dia tidak ingin Dani kesakitan karena aktivitas mereka beberapa jam yang lalu.

"Mas turunin aku!" serunya panik sekaligus malu.

Juna tidak mempedulikan seruan Dani untuk menurunkannya, dia terus berjalan menuju kamar mandi. Mendudukkan perempuan itu di kloset. Dia mengisi bathtub dengan air hangat, menuang aroma jeruk di bathtub. Kemudian menyiapkan handuk dan lainnya.

31 Old Woman (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang