Pengajuan Proposal

277 29 14
                                    

Siang ini, Aimi dan Aika akan mengajukan proposal ke perusahaan makanan dan minuman untuk mendapatkan bantuan dana, sementara anggota OSIS ditugaskan untuk membeli beberapa perlengkapan pensi dari kas OSIS dan dana sekolah.

"Guntur-san, kau serius tidak mau ditemani?" Tanya Rizuki, "ku dengar, semua cabang perusahaan Akashi itu sangat selektif untuk urusan dana. Mereka pasti tidak akan menerima proposal kita. Kita batalkan saja ya? Aku khawatir kalau kau akan kecewa."

Diliriknya Rizuki dengan tatapan tajam, "kau pikir aku siapa, huh?" Aimi mendengus kesal, "aku pergi dulu," saat Aimi ingin meninggalkan perpustakaan yang akhir-akhir ini dirubah menjadi ruang rapat para staf pensi, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, membuat Aimi menolehkan kepalanya.

"Jika kau mau proposalmu diterima, aku bisa membantumu nanodayo," ucap Midorima. "Tapi itu bukan berarti aku benar-benar ingin menolongmu nanodayo, aku hanya tidak ingin pensi sekolah kekurangan dana nanodayo," lanjut Midorima panjang lebar tanpa membiarkan Aimi menjawab perkataannnya yang tadi.

"Tidak-"

"Cepatlah Guntur-san, kau bisa kehilangan peluang jika kau terus berdiri disini," tegur Ryu, si wakil ketua OSIS 2 yang sebenarnya lebih muda daripada Aimi, tapi tingkahnya sudah seperti senior saja.

"Ya, aku paham. Tidak usah menceramahi ku, kiddo. Aku pergi dulu," tanpa menunggu jawaban dari Ryu, Aimi langsung melangkah pergi, disusul dengan Midorima yang berjalan di belakangnya dengan santai.

Mungkin tidak ada yang sadar kalau sejak tadi Aika terus memperhatika mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh. Semalam bilangnya, kalau aku mau berusaha, ia akan mengalah. Tapi mana buktinya? Dia tidak memberiku kesempatan untuk mendekati Midorima. Sejak pagi, Midorima selalu bersama Aimi. Apa maksudnya coba? Gerutu Aika dalam hati. Oh, apa jangan-jangan... Aimi sudah tau, kalau sebenarnya Midorima mencintainya? Jadi ia dengan percaya dirinya menyampaikan kalimat itu semalam? Sungguh hebat Aimi itu. Aku tidak menyangka ia sudah berada jauh di depanku. Apa... selama ini aku yang tidak sadar kalau sebenarnya aku selalu hidup dalam bayang-bayang Aimi? Berbagai macam pertanyaan bergelantungan di benak Aika saat melihat Aimi dan Midorima jalan berdua.

"Onizuka-san? Apa kita jadi mengantarkan proposal ini?" Tanya Takao sedikit sopan yang sebenarnya berhasil mengagetkan Aika yang saat itu sedang melamun.

"Ah? Ayo Takao-kun," sahut Aika dengan senyuman yang agak dipaksakan.

Takao mengerutkan keningnya saat melihat senyuman aneh menghiasi bibir Aika, "Onizuka-san tidak sedang sakit kan?"

Mendengar pertanyaan Takao yang terkesan agak polos itu membuat Aika sedikit tertawa geli, "tidak Takao-kun, aku baik-baik saja Takao-kun. Nah, ayo!" Ajak Aika.

***

Sampailah Midorima dan Aimi di sebuah cafe yang cukup santai tapi tetap terlihat berkelas.

"Kenapa kita kesini?" Tanya Aimi.

"Aku sudah mengatur janji dengan pemilik pabrik makanannya langsung nanodayo," kata Midorima sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang, "itu dia orangnya nanodayo," tunjuk Midorima ke salah satu pengunjung yang ada di cafe itu, lalu mereka mulai berjalan ke arah yang ditunjuk Midorima barusan.

"Kau cukup cepat juga ya, Shintarou. Ku pikir kau akan datang lima menit lagi, jadi aku belum memesankan apapun untukmu dan..." ucapan pria bersurai merah itu terhenti saat menatap mata hitam legam Aimi yang sedang berdiri di belakang Midorima.

"Watashi wa Guntur desu. Yoroshiku," Aimi menunduk dengan sopan.

Akashi tersenyun kecil, "Guntur ya...? Namamu cukup unik untuk orang Jepang," komentar pria bersurai merah itu sambil mengaduk teh miliknya dengan gerakan pelan.

Love?Where stories live. Discover now