Rival

287 32 14
                                    

"Midorima-kun? Belum pulang?" Tanya Aimi yang menyadarkan Midorima dari lamunannya.

"Ini aku mau pulang nanodayo," Midorima segera mengambil tasnya. "Kau sendiri nanodayo?"

"Buku ku ketinggalan," Aimi mengambil bukunya yang berada di meja yang tak jauh dari Midorima.

"Aku rasa Takao sudah meninggalkanku nanodayo. Kau mau pulang bersamaku nanodayo?" Tawar Midorima tanpa menatap lawan bicaranya.

"Sepertinya penyakit tsundere mu memang akut ya?" Ucap Aimi sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Aku tidak-"

"Takao masih menunggu di depan. Sudah ya, aku pulang dulu, jaa," tanpa menunggu respon dari Midorima, Aimi lagsung meninggalkan pria itu.

Awalnya Midorima hanya diam menatap punggung Aimi yang semakin menjauh darinya, tapi tak lama setelah gadis itu pergi, Midorima langsung mengejarnya.

"Tunggu nanodayo!" Bentak Midorima sambil menarik tangan Aimi. Mungkin karena ia menariknya terlalu kencang, Aimi sampai menabrak dada bidang Midorima, membuat gadis itu hanya bisa mematung ditempatnya. Ia tidak pernah berada sedekat ini dengan Midorima.

"Tunggu nanodayo..." bisik Midorima, "ada hal yang ingin ku tanyakan," Midorima melangkah mundur untuk memberi jarak sedikit antara mereka.

"N-nani?"

"Aku..." untuk beberapa saat Midorima bingung dengan apa yang harus ia katakan, "kenapa kau tidak pernah memikirkan dirimu sendiri sih nanodayo! Kenapa yang ada di otakmu hanyalah bagaimana agar kau tidak melukai perasaan mereka!? Sekali-kali pikirkan perasaanmu sendiri nanodayo! Kau ini bodoh atau apa!?" Karena terlalu frustasi dengan bagaimana cara yang tepat memberitahu Aimi? Akhirnya Midorima malah marah-marah di depan Aimi.

Awalnya Aimi sedikit terkejut melihat raut wajah Midorima yang kelihatan amat marah, tapi akhirnya ia bisa mengendalikan semua perasaan yang ia rasakan saat ini, "aku berhutang banyak dengan keluarga Aika. Kau tidak akan pernah mengerti akan hal itu, Midorima-kun," Aimi langsung membalikkan badannya, tapi Midorima menahannya.

"Aku tidak akan bisa mengerti nanodayo, kalau kau tidak pernah menceritakannya padaku nanodayo," Midorima menatap sendu ke mata kelabu Aimi. Setiap Midorima menatap dalam mata itu, ia seperti bisa merasakan setiap kesedihan dan kesepian yang dialami gadis itu.

Aimi menyentakkan tangannya, "itu bukan sesuatu yang bagus untuk diceritakan," dipandanginya mata Midorima dengan tajam, "dan cobalah untuk berhenti mengagumiku. Kekagumanmu hanya akan membuatmu kecewa dan menjauh dari kebahagiaan," ucap Aimi dengan dingin. Lalu ia meninggalkan Midorima seorang diri.

"Kenapa semuanya terasa rumit nanodayo..." gumam Midorima frustasi saat Aimi sudah meninggalkannya sendirian.

***

Malam ini, Aika hanya terduduk di balkon kamarnya sambil memandang kosong ke arah langit yang gelap, sepi tanpa hiasan bulan dan bintang. Mungkin mereka juga tidak mau menemani Aika yang egois ini.

Ia akui, dirinya memang cukup egois, tapi Aika tidak menyangka kalau ia bisa seegois ini terhadap cintanya. Ia tahu, cinta memang tidak bisa dipaksakan, tapi ia tidak mau bersaing dengan sahabatnya sendiri. Mungkin lebig tepatnya, ia takut bersaing dengan Aimi.

Aimi terlalu sempurna untuk menjadi saingannya. Gadis itu memiliki segalanya untuk memikat seorang pria. Cantik, kaya, anggun, apa lagi yang dimiliki gadis itu? Bahkan Aika sering merasa iri jika orang-orang disekitarnya mulai membangga-banggakan Aimi, tapi gadis itu hanya memasang senyum tipis, atau bahkan hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Mungkin, sebuah pujian adalah hal biasa yang diterima oleh Aimi.

"Hah..." dihembuskannya napas yang sudah terasa sangat berat ini, seolah-olah Aika sedang menanggung beban seluruh dunia di pundaknya, rasanya berat dan melelahkan, "sudah satu tahun, Aimi. Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" Lirih Aika. "Kalau sudah seperti ini, aku tidak bisa apa-apa. Aku juga mencintainya, dan aku tidak sanggup jika kau yang harus berdampingan dengannya," bisik Aika pada keheningan malam.

"Salahkah aku, jika aku tidak mau mengalah?" Tanya Aika yang entahlah untuk siapa itu, "maukah kau mengalah untukku?"

Saat Aika sedang larut dalam pikirannya, ponselnya tiba-tiba saja berdering.

Aimi-chan ^-^

Itulah tulisan yang muncul di layar ponselnya saat Aika ingin menjawab panggilan tersebut. Cukup lama Aika membuarkannya, tapi ponselnya sudah berdering beberapa kali, jadi dengan sangat-sangat terpaksa, Aika menjawab panggilan tersebut, "moshi moshi?"

"Aika, ada sesuatu yang harus kita bicarakan. Penting. Aku tunggu di cafe biasa," ucap Aimi tanpa memberikan kesempatan Aika untuk menjawab kata-kata Aimi. Aika bisa saja tidak datang dan membiarkan Aimi menunggu, tapi hati kecilnya menolak bisikan setan itu, jadi dengan berat hati, Aika datang je cafe tempat Aika dan Aimi biasa menghabiskan weekend mereka. Mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya Aika mengunjungi cafe itu.

***

Sesampainya di cafe, Aika dengan mudah menemukan Aimi yang biasa duduk di sofa dekat jendela besar yang menunjukkan suasana di luar cafe.

"Ada apa, Aimi?" Tanya Aika saat ia sudah berdiri di sebelah Aimi.

"Duduk dulu," Aimi menunjuk sofa yang ada di depannya.

Aika duduk di sofa yang ada di depan Aimi. Gadis yang ada di seberangnya saat ini sangat serius. Ya... walaupun Aika tahu kalau dalam kehidupan Aimi, gadis itu selalu serius, tapi kali ini seperti ada yang berbeda dari gadis itu.

"Langsung to the point saja, Aika. Kau menyukai Midorima kan?" Tanta Aimi, "aku bersedia mengalah jika kau bisa membuatnya jatuh cinta," entah mengapa, pandangan Aimi kali ini membuatnya terintimidasi, "aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusi masalah hati. Ada sesuatu yang haru ku ketahui sebelum semuanya terlambat. Jika sampai saat itu aku tidak bisa mengetahuinya, kau harus bersiap-siap menerima kenyataan kalau Midorima akan menjadi milikku," tegas Aimi, lalu tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya, Aimi langsung pergi meninggalkan Aika seorang diri.

Apa maksud perkataan Aimi tadi? Apa dia benar-benar berniat menjadi rival ku? Atau ia baru saja mengalah padaku? Semua pertanyaan itu bergelayut di pikiran Aika. Sepanjang malam, Aika terus memikirkan perkataan Aimi, sampai detik ini, ia belum bisa mencerna maksud dari perkataan gadis yang hidupnya selalu diselimuti dengan kabut misteri yang membuatnya nyaris tidak pernah terlacak informasinya.

Love?Where stories live. Discover now