Ending

1.2K 44 6
                                    

            Tubuhku terasa berat dan sakit, aku tak bisa menggerakkan bahkan ujung jariku. Mataku terbuka perlahan, menatap sosok gadis cantik yang sedari tadi terus menyiksaku. Tamparan dan cambukan kuterima dengan pasrah. Apa yang bisa kuharapkan dari tubuh kurus yang terikat? Berteriak dengan mulut yang dilakban? Air mata tak hentinya membanjiri mataku yang lebam. Ketidakberdayaanku tak menyentuh hati nuraninya sedikitpun. Satu-satunya yang kulakukan adalah berdoa, memohon kekuatan untuk menghadapi ini semua.

            “Kau memiliki mata yang bagus, yang selalu menatap penuh cinta pada Joshua, dan itu tidak baik. Hanya aku yang boleh menatap Joshua seperti itu.”

Menambah hal buruk ke dalam hal buruk, tetap sama saja, apa bisa lebih buruk dari ini?

            “Kita lihat apa kuku-kuku cantikku ini mampu menolongku mencungkil bola matamu?”

Bisakah kutarik kembali ucapanku, Tuhan? Aku tak mau lebih buruk dari ini...

            Dewi semakin mendekatkan jarinya kemataku, kupejamkan mata, berharap kelopak ini bisa sekuat baja melindungi mataku. Lalu terdengar suara pintu yang di dobrak. Joshua dan Rama menerobos masuk. Aku merasa lega saat kulihat Rama melumpuhkan Dewi dan tak lama pun polisi muncul. Sedangkan Joshua melepaskan lakban  yang tertempel dimulutku perlahan. Dan dengan hati-hati juga melepas ikatan ditubuhku. Dan mata birunya tergenang air mata yang tertahan karena melihat kondisiku.

            Polisi memborgol Dewi dan membawanya ke dalam mobil polisi. Mereka juga ingin meminta keterangan dariku, tapi nanti setelah aku siap memberi keterangan karena kondisiku yang memprihatinkan.

            Pelan-pelan Joshua menggendong tubuhku menuju mobil, selama itu dia diam dan hanya bicara seperlunya pada polisi dan Rama. Mataku sayu, sedangkan Joshua terus menahan tangisnya. “Aku mohon bertahanlah,”bisiknya yang disambut senyuman tipis dariku. Aku dan Joshua duduk di jok belakang, Rama menyetir mobil menuju rumah sakit. Joshua terus memelukku. Sesekali aku meringis sakit. Kepalaku bersandar didada bidangnya. Detak jantungnya yang berirama bagai nyanyian tidur di telingaku. Begitu menenangkan sampai aku terlelap.

            Satu minggu aku dirawat di rumah sakit, selama itu juga, Joshua, Gisel, dan Rama selalu menjengukku. Gisella meminta maaf atas apa yang dilakukannya padaku sampai menyebabkanku seperti ini. Belakangan kudengar Gisella dan Rama berpacaran namun mereka menepis gosip itu. Aku tersenyum geli melihat kedua anak itu.

“Jangan hanya tertawa melihat kami, bagaimana dengan kalian berdua? Ayo Rama, kita tinggalkan kedua orang ini, mereka pikir mereka lebih pintar, justru mereka yang lebih bodoh dari kita,”cerocos Gisel dan menarik tangan Rama meninggalkan aku dan Joshua yang tetap diam meskipun kedua calon pasangan itu sudah pergi.

            Lidahku terasa kelu, suasana terasa canggung, sampai mata kami bertemu dan akhirnya tertawa atas kebodohan kami.

“Melani, maafkan aku,” Joshua mengawali percakapan setelah tawa kami hilang.

“Tidak, tapi terima kasih Adam, kamu menyelamatkanku” jawabku sambil tersenyum.

            Joshua ikut tersenyum, kurasa dia bangga atas tindakan heroiknya menyelamatkanku, “Tidak, bukan karena hal itu, tapi karena aku terlalu pengecut mengakui perasaanku padamu, aku playboy yang telah jatuh hati padamu, kamu gadis lemah yang menyingkirkan semua kelemahanku, aku takkan menjanjikan perkataanku, tapi perasaanku...perasaanku menjadi jaminan kesetiaanku padamu...”

“Adam...kamu terlalu banyak bicara...”

Lagi-lagi kami berdua tertawa berusaha membunuh rasa kikuk yang tak kunjung hilang, “Baiklah..,” Joshua mengambil napas panjang seolah akan melakukan pidato di hadapan seluruh negara, menurutku begitu, “Aku mencintaimu...”

            Akhirnya kalimat itu meluncur juga, kalimat yang ingin kudengar sejak bersamanya, kalimat sakral yang tak mungkin diucapkan seorang playboy, sesungguhnya rasa tak percaya atas kejadian ini takkan mungkin hilang sampai nanti, bak alice di negeri ajaib, aku pun menerima menikmati perjalanan indah ini, “Aku juga mencintaimu, Adam...”

*the end*

'G'Where stories live. Discover now