Kamu yang Melakukannya...Gisel?

1K 34 0
                                    

            Pandangan mata Joshua menatap tajam ke arah kamar mandi yang sudah kosong, semua pintu sudah dibuka namun Melani tak ditemukan.

            “Sungguh Jo, tadi di sini, aku yang menguncinya di sini,” ucap Gisel bergetar. Otak Joshua tak habis pikir dengan kelakuan wanita ini. Ternyata wanita memang danau dangkal yang menenggelamkan.

            Tangannya terkepal, siap memukul apa saja yang di sekitarnya, atau siapa saja. Kecemasan, kekhawatiran, serta ketakutan memenuhi urat dan syarafnya. Dia tak  mau kehilangan sedikitpun kelembutan dan kepolosan Melani. Juga tak ingin, Melani terluka, meskipun hanya goresan kecil.

            Tidak pernah ada ikrar cinta di antara mereka berdua, namun keduanya tak dapat mengingkari kebahagiaan yang mereka rasakan dua minggu terakhir ini. Menjadi pelindung Melani sudah terpatri di otak Joshua. Sekejap saja Melani tak bersamanya, dirinya menjadi kalang kabut bagai kebakar jenggot. Dan sekarang, Melani hilang! Ya hilang! Seseorang membuka kuncinya dan menculiknya. Jika tidak diculik, Melani pasti akan kembali ke kelas mengambil tasnya. Dia tak berencana lama-lama di kamar mandi,  makanya tas gadis itu ditinggalkan begitu saja bersama handphonenya di kelas. Joshua yakin betul, meskipun sudah bisa bernapas lega, Melani masih saja ketakutan.

            Matanya kembali berputar menyelidiki seluruh ruangan kamar mandi itu, memeriksa sedetail mungkin. Akhirnya, dia menemukan sesuatu. Sesuatu yang membuatnya yakin segala dugaan yang ada di otaknya.

“Paku..??” tanya Gisel melihat Joshua memperhatikan benda yang ia temukan di lantai dekat wastafel.

“Bukan paku, ini pensil, Melani diculik,” jawab Joshua membuat wanita itu semakin gemetar ketakutan.

“Aku tak berbohong Jo, dan aku tak mungkin melakukan hal buruk pada Melani,” ucap Gisel mencoba mencari pembelaan.

“Jadi mengunci Melani di kamar mandi bukan hal yang buruk?” nada suara Joshua meninggi. Joshua merasa kehilangan akal. Tapi tak dapat dielakkan, Gisel tidak mungkin melakukan hal lebih buruk lagi. Dan jika memang Gisel, maka ornamen gelang Melani akan ditemukan di tempat ia terkunci, bukan di luar sini dekat wastafel.

“Aku akan menelepon polisi..!”

“Mereka takkan menanggapinya, menunggu sampai 24 jam dan membiarkan hal yang buruk terjadi lagi padanya karena aku tidak akan kubiarkan,...” Joshua menemukan sebuah goresan tipis di lantai. Awalnya dia tak yakin itu di buat oleh Melani. Matanya menyipit memperhatikan tulisan yang hampir mustahil di lihat, “G...?”

            Gisel terbengong mendengar huruf terakhir yang disebut Joshua, “Kenapa dengan nama kecilku?”

            Joshua menatapnya tajam, “Katakan padaku kau tak menyewa orang lain untuk menculik Melani!”

            “Sumpah Jo, aku tidak melakukan hal sekeji dan serendah itu, kumohon percayalah padaku,” Gisella mendekat ke arah Joshua dan ikut memperhatikan kode yang dibuat oleh Melani, alisnya berkerut tanda gadis ini juga berpikir keras.

            “Dengar Gisel, jika terbukti kau terlibat hal ini, aku...”

            “Cukup Jo! aku akan menyerahkan diriku sendiri ke polisi jika terbukti aku menjadi dalang ini semua, tapi sampai bukti itu belum ada, aku mohon percayalah padaku,”

            “Aku pegang kata-katamu,” kata Joshua lalu berdiri meninggalkan Gisel di tempat itu, dan juga memperingatkan gadis itu untuk segera pulang.

            Joshua menancap mobilnya melaju kencang menerobos jalanan menuju apartemennya. Entah apa yang dicarinya disana. Seolah berharap menemukan Melani disana. Dan akhirnya, Joshua hanya bisa terdiam di kamarnya, menyesapi kejadian dua minggu lalu, saat dia mendekap tubuh mungil Melani, wanita sederhana yang selalu mengusik kehidupan ‘playboy’nya.

            Bunyi nada dering dari ponselnya memecah keheningan. Sedikit gusar Joshua melihat id caller yang muncul di layar ponselnya.

“Kenapa lagi?” tanya Joshua pada Gisel.

“Aku...aku tidak tau ini akan membantumu atau tidak. Tapi tadi saat aku pulang belanja, aku menemukan sesuatu yang dapat memecahkan kode yang ditinggalkan Melani,” jelas Gisel perlahan.

“Wanita sungguh menakutkan, bukan? Baru saja mengunci seseorang di dalam kamar mandi, dengan leluasa bisa pergi belanja,” batin Joshua, “Katakan..,”ucapnya.

“Kode ‘G’ yang ditinggalkan Melani, apa kau tidak sadar, itu bukan seperti G biasa, aku baru menyadarinya bentuknya mirip dengan logo department store tempat aku sering belanja,”

“Matahari..,”

“Aku tak tau ini benar atau tidak,...”

“Terima kasih, Gisel,” kata Joshua dan langsung memutuskan panggilan dan menghubungi seseorang. Tak sampai sepuluh menit, orang yang di tunggu sudah berada di depan pintu. Joshua membuka pintu dan menyuruh Rama untuk ikut dengannya.

Saat di mobil, “Katakan Adam, apa yang terjadi?” tanya Rama khawatir.

“Kita akan bertemu teman lama,” jawab Joshua singkat. Seakan mengerti apa yang terjadi, Rama diam selama perjalanan.

            Memory kelam yang sudah lama terkubur seolah bangkit seperti zombie yang akan menghabisi setiap kebahagiaan dihidupnya. Saat masih menjadi pelajar di salah satu high-school  di New York, Joshua pernah berpacaran dengan seorang gadis Indonesia yang juga menetap di sana. Mereka terpaut usia 2 tahun, ya, Joshua menyukai kakak kelasnya sendiri, yang juga merupakan teman sekelas sahabatnya, Rama William. Gadis itu bernama Dewi Mentari. Mereka berpacaran cukup lama. Dewi adalah gadis yang luar biasa, terkecuali sifat protektif berlebihan yang dimilikinya. Awalnya Joshua dapat menerima dan menganggap itu semua karena cinta Dewi yang terlalu besar. Tapi akhirnya, Joshua bosan dan memutuskan akan mengakhiri hubungan mereka.

            Dikirimnya pesan singkat tentang hubungan mereka yang melelahkan bagi Joshua. Balasan yang didapat diluar perkiraan Joshua. Dia merelakan Joshua untuk pergi dan membenci hidupnya tanpa ada kehadiran Joshua. Joshua sebenarnya tak terlalu memikirkan arti dari jawaban Dewi. Demi menghibur gadis itu, Joshua akan menemuinya langsung di rumah dan mengajak dinner untuk yang terakhir kali. Sampai di kamar Dewi, pemandangan tragis tersajikan. Darah mengucur deras dari pergelangan tangan Dewi yang tersayat, matanya terpejam. Dan semenit saja Joshua terlambat, gadis itu pasti sudah tewas. Itulah yang menyebabkannya berhenti menjalin hubungan perasaan dengan wanita.

            Tapi sejak pertama kali melihat Melani Evelyin setahun yang lalu, dia merasa sesuatu mengusik dunianya. Kesederhanaannya sungguh memikat. Kelembutan hati dan kepolosan Melani menyentuh hati nuraninya yang selalu mempermainkan wanita. Matanya yang hitam kelam namun mampu menerobos sukmanya. Bahkan perkataan sinis darinya disambut dengan nada suara yang hangat. “Aku takkan mengingkari janjiku, Melani” Joshua membatin.

'G'Where stories live. Discover now