Gisella Artis...where are you??

1.3K 45 0
                                    

            “Mel...hari ini kita latihan, kamu datang kan?” tanya Gisella di telepon.

            “Hmm...iya..,” jawabku singkat.

            “Kita bareng yah...nanti kujemput di rumahmu,” tawarnya yang di sambut dengan anggukanku yang penuh semangat. Dan aku sadar Gisel tak munkin melihat anggukanku, bodohnya diriku...

            “Iya...terima kasih,” lalu terdengar bunyi ‘klik’ tanda panggilan telah diakhiri.

            Gisella Artis, seperti nama belakangnya, gadis itu begitu populer di kampus seperti seorang artis. Cantik dan pintar, itulah Gisel. Setiap cowok bahkan rela berlutut di aula kampus demi mendapatkan status sebagai pacar ‘sang madona’, seperti yang dilakukan oleh Danny kemarin. Gisel menerimanya dan mereka putus sejam yang lalu di kantin, semua orang menjadi saksinya. Dan seolah mendapat angin segar, para pria kembali mengejarnya. Bedanya dengan Joshua, Gisel baik kepada semua mahasiswa, sedangkan dia, Joshua, baik kepada kalangan terbatas.

            Ku lirik jarum jam, 16.30, butuh waktu 20 menit untuk sampai ke kampus, dan 10 menit sampai ke kelas drama dengan kecepatan satu langkah per dua detik. Tik tok... tik tok... waktu terus bergulir dan Gisel tak kunjung datang. Ku tekan panggilan terakhir yang masuk, dan “...nomor yang Anda tuju sedang sibuk...

            “Aduh...gak aktif...kalau pergi duluan gimana yah...? Tapi kan janji sama Gisel jam...jam...” plakk...aku menepuk jidatku sendiri, sadar bahwa tak ada perjanjian waktu. “tapi...dia sudah janji...atau jangan-jangan Gisel...terjadi sesuatu padanya,” perasaan ngeri muncul di benakku membuat tubuhku bergidik.

            16.35... Baiklah, aku hanya membutuhkan lima menit untuk sampai kekelas, tidak apa-apa, tidak akan telat.

            16.38... Hmm...kurasa 15 menit di jalan tidak akan terlambat...tenang Mel...tenang...Gisel pasti datang.

            16.42... Sebentar lagi Gisel datang...jika tidak datang, 14 menit cukup dijalan, aku yakin tidak akan macet, ke kelas...tiga menit cukup...tiga menit saja...

            Satu putaran penuh jarum detik kemudian, yang terasa seperti menunggu pergantian tahun bagiku, kuambil tas ranselku menuju kampus, kekhawatiran memenuhi benakku. Jalanku tergesa-gesa berpacu memburu waktu. “Harus sampai...harus sampai..,” ucapku berulang-ulang dalam hati. Jam pulang kantor membuatku terjebak macet. Dan akhirnya pukul 18.45 aku baru sampai tepat di depan pintu kelas drama. Dan kecemasanku lenyap sirna berganti kebingungan melihat orang yang kutunggu sedang duduk manis menggoda seseorang yang terlihat juga senang-senang saja digoda...ugh Joshua itu...argghhh...dasar sok keren!

            Baru selangkah kakiku mendekati mereka, sesosok tubuh tinggi menghadangku menatap tajam, “Apa karena akting hebatmu sekarang mulai sombong,” hardik kak Rama ketua tim kami membuat semua pasang mata tertuju padaku.

Glek. Habislah aku!

            “Maafkan aku...”

            “Simpan maafmu!” bentaknya lagi, “Ini adalah hari latihan pertama dan kamu sudah telat? Bravo, Melani!”

            Joshua mendekati kami, matanya menatapku tajam, “Tentu Puput memiliki alasan bagus untuk membuatku menunggu seperti ini, bukan begitu?”

            Ck! Apa yang dia inginkan? Aku bukan mangsamu, sampai kau harus menatapku seperti itu. Dan namaku Melani!

            “Coba katakan Melani, kenapa kamu terlambat?” suara kak Rama sedikit melunak melegakanku. Dan mendadak sebelum alasanku meluncur, sepasang mata bulat melotot membuatku terdiam menelan ludah, Gisel. Mencoba memahami situasi yang berupa puzzle  acak, tapi aku tak menemukan sedikitpun petunjuk menyelesaikan puzzle ini.

            Dia menginginkan aku tutup mulut, bukan begitu? Kenapa?

            “Aku ketiduran kak...maafkan aku.” Dan bisa kulihat jelas senyum Gisel merekah menyambut perkataanku, disertai atmosfir panas yang terpancar dari tiap orang.

            “Udah dong kak, berhenti membuang waktu dan kita mulai latihan ini.” Suara lembut Gisel membelaku.

            “Melani, kau beruntung kali ini, aku takkan segan mengeluarkanmu jika ini terjadi lagi,” dan anggukan yang lemah rasanya adalah hal terakhir yang bisa kulakukan. Kurasakan mataku memerah menahan air mata. Menggigit bibir bawahku seolah mampu menghilangkan kekesalanku hari ini.

            Aku bodoh! Dan dengan bodohnya aku berbohong, hal yang paling kubenci telah kulakukan. Duh, kenapa harus bohong sih, kenapa gak bilang macet, tadi kan emang macet. Duh,Mel.

            Semua orang duduk mengambil tempat, dan terakhir Joshua masih berdiri di hadapanku menatap tajam. “Kau sungguh lelet, Puput!” ujarnya sombong.

            “Namaku Melani, Josh...”

            “Sama saja Putri Siput...!” nada suaranya sinis begitu dingin seperti es di Kutub Selatan sembari berjalan meninggalkanku.

            Ck! Puput! Putri Siput? Grrrr... Namaku Melani, Josh! Melani! Me..la..ni..

            “Semuanya duduk, aku akan membagikan peran.” Perintah kak Rama.

'G'Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ