Hilang Kesadaran

1.1K 39 0
                                    

            Tiga hari setelah pembagian peran dan naskah, hari-hariku berubah drastis. Surat kaleng kedua yang kuterima lagi hari ini membuat ku stress. Pernah sekali, saat aku di kamar mandi, pintu kamar mandi terkunci, dan aku hanya bisa menangis. Untung ada kak Dewi yang saat itu menjadi malaikat penolongku. Kalau bukan karenanya, entah sampai kapan aku akan berada di situ. Kak Dewi memelukku, menenangkanku. Ingin sekali aku memberi tahunya tentang surat yang dikirimkan untukku, namun tetap tak ada keberanian. Kata-kata ancaman dalam surat itu, bukanlah hal yang ingin kualami dimasa mudaku.

            “Cut! Juliette!!! Konsentrasi!!! Mana aktingmu!!! Mana ekspresinya???” bentak kak Rama padaku mirip sutradara di sebuah iklan yang sungguh familiar. Duh kak, siapa yang dapat berkonsentrasi jika berada dalam posisiku. Dan kata maaf kembali meluncur dari mulutku untuk kesekian kalinya.

            Joshua yang memerankan Romeo, mengangkat daguku, menatap mataku tajam sampai kedalam-dalam, bibirku bergetar, “Puput, kau sungguh siput ras asli, gerakanmu lamban, otakmu tak kalah lambannya, orang sepertimu sungguh menggangguku..,” ujar Joshua lembut nan sinis. Sesaat aku terhanyut dalam matanya, mata biru cerah seperti laut di pagi hari, dengan menatapnya saja aku merasa sudah mengurangi setengah beban pikiranku.

            Namun sadar dengan perkataan Joshua yang menyakitkan, mataku semakin merah menahan tangis. Rasa malu dan perasaan tidak enak bercampur menjadi satu. Tangan dan ujung kakiku serasa dingin. Aku sungguh depresi. Melihat ekspresiku yang menyedihkan tidak menggoyahkan sedikitpun sudut mata Joshua. Matanya tetap tajam dan dingin, bak es yang menancap tajam ke dalam relung sukmaku, sayang tak kulihat ada penyesalan dalam sorot matanya. Keterlaluan pria ini! Dan akhirnya, latihan diundur beberapa hari, selain untuk mempersiapkan properti, keadaanku yang seperti ini takkan membantu. Kuusulkan untuk mengganti peran menjadi wanita penjual bunga, namun yang kudapat justru pelototan dari kak Rama yang tak kalah seram, aku yakin wajahku pasti memucat.

            Langkahku gontai menuju tempat lokerku, suasana kampus yang sepi membuatku ngeri. Kehidupanku akhir-akhir ini sungguh acak-adut, aku hanya ingin kembali normal. saat kubuka lokerku...SURPRISE... Surat! Surat itu lagi! Gemetar tangan kecilku membuka lipatan surat itu.

Takkan kubiarkan seseorang merampas tempatku di hati Joshua. Akan kulenyapkan semua yang menghalangiku.

            Mataku nanar membaca tiap penggalan kalimat dalamnya, dunia seolah berputar-putar, tanganku menggenggam erat surat itu, cenderung meremasnya, kedua kakiku seolah tak sanggup menahan berat tubuh kurusku, dan yang akhirnya ambruk. Sampai seseorang datang sebelum aku jatuh ke lantai dan menopang tubuhku, entah siapa. Mataku terpejam, dan kurasakan buliran hangat menyeruak dari mataku. Seseorang menggendongku. Tubuhnya hangat. Tangannya kekar. Dadanya bidang. Tapi, aku bahkan tak punya kekuatan membuka mataku untuk melihat siapa yang membawaku. Aku tak sadar apa yang terjadi selanjutnya. Yang kubisa hanya memohon pada Tuhan, semoga aku akan baik-baik saja setelah ini.

'G'Where stories live. Discover now