"Ashley..." suara Sean terdengar lembut dari balik pintu, aku tahu dia menghormati wakttuku untuk menyendiri, tapi saat dia mengetahui bahwa aku mengunci pintunya dia pasti akan mengamuk padaku, terserah apa yang akan dia lakukan, dia boleh menendangku dari sini jika dia menginginkannya, aku tidak perduli lagi meskipun itu akan sama-sama menghancurkan kami berdua.

"Ashley, aku benar-benar..." aku mendengar suara kenop pintu dibuka beberapa kali, kemudian suaranya terhenti, hening selama beberapa saat sebelum aku kembali mendengar suaranya lagi.

"Buka pintunya" dia mengatakannya dengan sangat tenang dan terkendali, aku terkejut dia tidak langsung membentakku dan memerintahkanku untuk membukakan pintunya seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya.

"Kau ingin menguji kesabaranku sayang?" dia kembali berkata dan aku gemetaran saat mendengarnya, oh tuhan... kenapa hal ini sangat sulit untuk dilakukan.

"Aku perlu waktu" aku berkata padanya dengan suara gemetar.

"Apakah harus dengan cara sialan ini!" dia berteriak dan mulai menggedor pintu kamar dengan keras.

"Sean!" aku balas berteriak untuk menghentikan apa yang dia lakukan saat ini, apakah dia lupa dengan luka dipunggung tangannya.

"Buka pintu ini Ashley!" dia kembali berteriak dan menggedor pintu kamar hingga menimbulkan suara bergetar di lantai, aku tetap diam disana tanpa mau berdiri untuk menuruti apa yang dia inginkan untuk kulakukan. Dia tidak bisa selalu mendapatkan apa yang dia mau dalam hidup ini, dia tidak pernah mengelola rasa kecewa dan frustasinya ketika dia tidak bisa memiliki sesuatu dalam hidupnya, itu karena dia selalu mendapatkan apa yang dia mau dalam hidupnya, Melisa juga tidak pernah mengajarkan hal itu padanya, sikap berengsek ayahnya juga semakin memperburuk keadaannya, itu mengapa dia menjadi pria yang sangat arogan dan pemaksa.

"Aku perlu kau untuk lebih tenang Sean!" aku berkata dengan tenang sambil beranjak kedekat pintu, dia harus bisa mengendalikan amarahnya, aku hanya ingin menghilangkan sikap buruknya yang selalu ingin menang sendiri.

"Buka pintu sialan ini atau aku akan meruntuhkannya!, aku bersumpah aku akan menghancurkan pintu sialan ini dari hadapanku jika kau tidak membuka pintu terkutuk ini" dia semakin menjadi jadi, kenop pintu di putar berulang-ulang kali secara kasar dan tidak sabar, kakinya mulai menendang-nendang pintu dengan sangat keras, dia sangat tidak terkendali saat ini.

"Jika kau seperti itu maka aku tidak akan pernah membuka pintunya, tenangkanlah dirimu Sean!!" aku berteriak karena aku khawatir akan keadaannya, punggung tangannya baru saja dijahit kenapa dia tidak bisa sekali saja menggunakan kewarasannya untuk memikirkan keadaannya sendiri terkadang dia bisa jadi sangat bodoh dan keras kepala. Oh Sean... tolong hentikan semua ini.

"Buka. Pintunya. Sekarang. Juga" dia terdengar terenggah-engah ketika mengatakannya aku mencengkeram keliman gaunku dengan tangan gemetar dan berkeringat.

"Ashley tolonglah... buka pintunya aku tidak bisa bernafas" suaranya terdengar bergetar dan kelelahan, aku mendengar isakannya dan teriakan histerisnya yang memintaku untuk membuka kamar. Aku semakin ketakutan mendengar semuanya.

"Sean kumohon tenangkanlah dirimu, ini tidak akan membantu" aku berkata tepat dibalik pintu, kakiku rasanya tidak bisa lagi menopang tubuhku saat aku mendengarnya seperti itu. Suaranya kini menjadi lemah dan tidak berdaya, aku tetap mendengar isakannya yang semakin terdengar jelas di telingaku dan membuatku meneteskan air mataku juga.

"Aku mohon... aku membutuhkanmu..." dia berbisik dengan sangat lembut.

"Kembalilah padaku dan peluk aku seperti yang selalu kau lakukan, kumohon" dia melanjutkan dengan terburu-buru sambil menahan isakannya.

Forever MineWhere stories live. Discover now