12 : Case In The City That Never Sleep 2

2.1K 167 4
                                    

Reiny POV

"Maafkan aku, Reiny." kata pak Walikota sambil menundukkan kepalanya.

"Anda tak perlu meminta maaf, paman. Ini hanya karena kecerobohanku sendiri."

"Tapi kau tak akan seperti ini jika aku tak memintamu tuk mengejar satan."

"Paman, aku sungguh sama sekali tak merasa kalau ini semua karena paman."

"Baiklah kalau begitu. Untuk sementara kau beristirahatlah. Aku akan mencarikan penggantimu tuk mengejar satan."

"Eh? Kenapa? Aku masih bisa bergerak kok, paman."

"Kau tak boleh mengejarnya dengan keadaan seperti ini."

"Tapi-"

"Rein, ini demi kebaikanmu. Sebagai sahabat dari ayahmu, aku tak ingin kau terluka lebih parah."

Aku diam sampai paman keluar dari kamar rawatku. Dengan kondisi seperti sekarang pun, aku bisa mengalahkannya.

Aku bisa.

-Hospital, 20.37-

Ugh, aku bosan.

Jam sekarang, pasti si pengganti ku itu sedang beraksi ya. Walaupun aku tak tau dia siapa. Sebelumnya aku sudah mencoba tuk keluar diam diam, dan ketahuan gara gara CCTV dilorong. Sialan..

Aku menaruh tanganku dibelakang kepalaku dan menatap langit langit kamar rawat ku. Kalau sudah begini, baiklah..

"Hooh, sedang mencoba menjadi jinak ya?"

Aku yang baru saja menutup mataku, dengan tersentak membukanya sambil menoleh ke arah suara.

Terlihat laki laki yang duduk di ambang jendela dengan posisi mengenyampingiku.

"Kau ini ya.." gumamku kesal.

Dia terkekeh kecil lalu menghampiriku, "Mau keluar bersamaku?"

"Keluar.. Maksudmu?"

"Ber-ma-in."

"Cih, kau kira aku bocah. Aku tak berminat tuk bermain denganmu, Frank."

"Sayang sekali yang kumaksud bukan itu, Mrs. Detective."

"Lalu apa?"

"Apa kau ingin menyertakan aku tuk bermain dengan satan?"

E-eh?

"Kau gila? Dia itu berbahaya."

"Kalau aku gila, berarti orang yang terobsesi mengejar satan dengan keadaan patah tulang sepertimu lebih gila dariku."

"Shit."

"Hahahaha, ayolah."

Aku melihat uluran tangannya dengan curiga, meliriknya yang tersenyum dan menaikkan alisnya. Menghela nafas, aku pun menerima uluran tangannya dan turun dari tempat tidur.

Tiba tiba, dia menggendongku ala seorang tuan putri.

"Woi! Turunkan aku!"

"Kita akan terbang, jadi pastikan kau berpegangan ya."

"Terbang?"

Aku tak habis pikir ketika kami melompat dari jendela. Dia gila?! Ini lantai 5 tau!

Pak! Swushh.

Eh? H-hang Glider?

"Hahaha, kau takut?"

"Sialan kau." kataku sambil mencubit pipinya.

PSYCHOTIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang