23 : Qian and Her Secretary

652 41 2
                                    

Rein POV

Aku merasa bodoh begitu mendengar Ratu Teroris yang sangat lancar berbincang dengan resepsionis penginapan. Harusnya orang ini masuk ke dalam 7 keajaiban dunia.

Selesai check in, dia berjalan di depanku, masuk melewati beberapa lorong dan berhenti di depan pintu salah satu kamar. Kami masuk ke kamar yang sederhana dan unik itu. Di setiap pojok kamar ada kertas bertuliskan kanji yang menempel di dinding atas.

"Hmm, barang barang kita sudah sampai rupanya."

Aku langsung menoleh mendengarnya, di atas futon ada dua koper berukuran sedang dan tas yang cukup besar. Sejak kapan ada disana?

Dia kembali mengeluarkan Hpnya , mengetik sesuatu dan memasukkannya kembali. Aku bingung apa yang dia lakukan sedari tadi dengan Hpnya. "Kau mengirim perintah ke anak anak mu lewat sms?" tanyaku.

Dia tak menjawab. Oke, bukan urusanku juga sih..

"Aku akan keluar sebentar, kau jangan pergi kemana mana."

"Kau mau kemana?"

Lagi lagi dia diam dan pergi. Hah, ribet banget berurusan sama orang ini.

Karena bosan, aku membuka salah satu koper. Baru sekilas melihat isinya, aku langsung menutupnya. "Oh god.." gumamku.

Kali ini aku membukanya dengan perlahan, di dalam koper itu ada banyak kabel yang disusun hati hati dan di tengahnya ada kotak besi dilengkapi layar LED berwarna merah.

"What the he-"

Pintu bergeser, aku tersentak mendapati pria paruh baya yang tingginya hampir menyamai pintu berdiri tegak disana. Pintu itu tingginya 2 meter, berarti..

Dia tiba tiba berbicara bahasa cina padaku, aku yang tidak paham hanya diam. Dengan gerakan cepat dia mendekat, meraih leherku, mengangkatku dan menahanku ke dinding.

Ukuran tangannya yang pas melingkari leherku dan meremasnya.
Apa yang terjadi? Siapa dia?!

"Lin!"

Aku menangkap tendangan dari samping kepalanya yang cepat, dan seketika ada kedua kaki yang melingkar di lehernya. Remasan tangan pria itu melonggar, kulihat dia yang sudah kembali dan sedang mencekik leher pria di depanku.

"Let her go, lin."

Pria itu langsung melepasku, sedetik saja wanita itu terlambat, aku sudah mati. Pria yang di panggil Lin itu menyerah, dia melepas kakinya dan menatap pria yang jauh lebih tinggi dari kami itu dengan kesal.

"Aku sudah mencarimu kemana mana, tapi seperti biasa kau terus mencari masalah dengan orang orangku saat aku tidak ada."

"Aku merindukanmu, Qian." Kata pria itu yang terdengar fasih berbahasa inggris.

"Aku juga, tapi rasa rindu itu seketika hilang begitu aku melihatmu mencekiknya." Balasnya.

"Siapa dia?"

"Dia Zu, rekan baru kita. Dia akan membatu kita disini."

"Zu?" kataku dengan suara yang parau. Leherku sakit sekali..

"Dia terlihat payah." Kata Lin. Aku spontan melotot padanya.

"Betul," balas Qian, aku menatapnya tak percaya, "Tapi aku perlu dia."

Oke, dia mengajakku bekerja sama dan sekarang dia bilang aku payah?
Sepertinya aku salah mengambil jalan.

"Untuk apa bom di koper itu? Kau ingin aku menjadi teroris?" kataku.
"Oh, itu? Akan kujelaskan nanti setelah makan."

~::*::~::*::~

Lin, tak seperti namanya yang terdengar lembut, pria ini sangat tidak lembut. Sejarah kejahatan terukir di badannya.

Alisnya selalu kebawah, tatapan matanya penuh dengki, di dagu dan dahinya ada bekas jahitan yang terlihat cukup jelas di kulitnya yang sawo matang. Badanya tinggi besar berotot, kedua jari kelingkingnya sudah tidak ada.

Sekarang, makhluk mengerikan itu menatapku terus menerus sejak Qian memperkenalkanku padanya.

"Apa yang sedang dilakukan si bajingan itu?" pertanyaan Qian memecah suasana yang penuh ketegangan ini.

"Dia sedang meresmikan rumah sakit yang baru selesai di bangun atas namanya."

Qian mendecih, "Bagaimana dengan bajingan yang kecil?" tanyanya lagi.

"Masih mengikuti Bajingan yang tadi. Dia sangat patuh pada tuan barunya."

"Bajingan yang di timur?"

"Di tangkap polisi karena percobaan obat biusnya ketahuan."

"Sudah tertangkap? Sial, padahal aku mengincar obatnya.."

Sebenarnya ada berapa bajingan disini? "Re-ah bukan, Zu, aku ingin kau dan Lin menyelinap ke rumah sakit yang baru di bangun itu dan menaruh bom koper disana."
"Oh-apa?!" ucapku sambil melotot. Qian mengirim pandangan datar sambil mengunyah daging. Aku melirik Lin yang sudah pidah ke sisi kananku. Oh lord, aku bergidik sambil mengingat bos-bos terakhir dalam game yang sering kubunuh begitu melihatnya.
Lin menangkup kedua sisi wajahku dari dagu dengan tangan kanannya, "Jangan menghalangi jalanku kalau kau tak ingin kehilangan kuku mu." Katanya.
"Lin." Tegur Qian.
Lin melepasku, dan berjalan ke luar ruangan, "Biasanya dia tak sebenci itu pada orang baru.." gumam Qian. "Dia anak buahmu?" tanyaku.
"Ya, dia sekertarisku. Terlihat dapat diandalkan kan?"
"Jelaskan padaku soal misi tadi. Kenapa aku harus ikut?"
Qian menaruh sumpit yang dia pegang dengan etika yang benar. Sebagai senior dalam kriminal, dia bena benar cepat beradaptasi..
"Kau tak ada kerjaan kan? Seingatku.. kau orang yang sangat tergila gila dalam segala hal tentang berburu kriminal."
"...tau apa kau soal diriku.."umpatku jengkel. "Buktinya, kau tetap mengejar satan walau bahumu terluka."
Aku terdiam, "Jadi Satan itu anak buahmu?"
"Ah, bukan, kegilaanmu lebih terlihat saat misi penyelamatan di Empire State... kau sangat berbakat membunuh teroris."
Aku membeku mendengar ucapannya, dia tau itu? Jadi dia sudah lama berada di New York?
Qian mengirim senyum manis padaku lalu kembali makan. "Sayang sekali kau tak sekalian mengajak Alex," dia meliriku sebentar, dan mendengus. "Dia anak yang manis." Gumamnya.
Aku menggepalkan tanganku, "Don't you dare.." kataku geram. Senyumannya melebar melihatku yang tak ingin mengunkit Alex. "Why? Anjing yang penurut itu sangat berguna untuk misiku yang lain. Dan kalau dia ikut, kau tak perlu merindukannya."
"Sekali lagi kau bicara soal anggota keluargaku dengan mulut kotormu itu, aku tak akan diam."
"Anggota keluargamu? Alex itu anak adopsi kan?"
Kenapa dan darimana dia bisa tau semua itu?!
"Apa saja yang sudah kau ketahui?"
"Who knows?" Balasnya. Sudah sejak kapan dia memata matai ibuku..
Handphone-nya berbunyi, dia langsung mengangkatnya dan berbicara dalam bahasa cina. Kulihat dia tersenyum miring sambil melirikku, lalu tertawa kecil.
"Apa?" tanyaku sewot.
"可爱的孩子.. - Kě'ài de háizi..(anak yang manis..) " katanya yang tak kumengerti.
Dia mengakhiri pembicaraannya, lalu berkata "Makanlah yang banyak, kau harus bekerja keras nanti."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PSYCHOTIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang