Setelah lama berpikir keras, akhirnya Arabella tidak punya pilihan lain selain menaiki rongsokan berjalan tersebut.

Syukurlah mobil itu tidak meledak ketika sang sopir mulai menginjak pedal gas. Dan hal itu membuat kegelisahan Arabella mereda.

Sebelum pergi meninggalkan kota New York, seluruh kota diguyur hujan deras. Anehnya hujan tidak terjadi ketika mereka tiba di area perbatasan. Cuaca malah berubah sekitar 180 derajat dalam hitungan detik. Keganjilan itu tidak serta merta membuat Arabella merutuk pada ramalan cuaca.

Selama perjalanan berlangsung, Tuan Evanders tidak menyinggung di mana letak rumahnya berada. Pria itu hanya memberi sedikit clue bahwa rumahnya, tempat tinggalnya, masih berada di atas pijakan bumi. Arabella menduga jika rumah keluarga Waterhouse tidak akan jauh dari New York, yang artinya dia masih bisa berkunjung ke kota itu kapan pun dia mau.

Gantungan tengkorak kepala kadal yang bergoyang-goyang di atas dashboard mobil membuat Arabella risih sekaligus ngeri. Tuan Evanders mengatakan bahwa itu merupakan jimat keberuntungan; jimat yang membuat keluarga Waterhouse terhindar dari segala macam bahaya lalu lintas.

Tentu saja Arabella tidak terlalu menghiraukan perkataan Tuan Evanders yang tidak masuk akal. Menurutnya hal itu hanyalah sebuah omong kosong yang dibuat-buat oleh orang sinting. Dia memilih mendengarkan lagu favorit melalui Ipodnya. Karena terlalu emosional, dia bersenandung pada bagian reff. Tetapi suaranya yang hambar, tidak sampai membuat Tuan Evanders yang duduk di sebelahnya memprotes.

Mereka menghabiskan sisa waktu perjalanan dengan kesibukan masing-masing. Arabella terpaku pada gadget-nya, sedangkan Tuan Evanders sibuk menulis sesuatu yang sangat rahasia di buku catatan mini miliknya.

Sepuluh menit telah berlalu. Tuan Evanders menyudahi menulis sesuatu di buku catatan, meletakkan buku kecil itu ke dalam saku kemeja hitamnya. "Jadi, bagaimana menurutmu?" Tuan Evanders tidak perlu repot-repot menyuruh anak angkatnya untuk melepaskan earphone, karena dalam sekejap Ipod gadis itu mati total.

"What the--"

"Jadi, bagaimana menurutmu?" ulang Tuan Evanders lembut. Walaupun berwajah menyerupai vampire, tetapi Tuan Evanders selalu menyelipkan senyuman ketika berbicara. Senyuman yang tentunya mengandung makna terselubung.

Menurutku? Menurutku semua ini seperti neraka, membosankan tingkat akhir, lebih buruk daripada pergi melihat monyet terbang di kebun binatang, keluh Arabella dalam hati.

"Menyenangkan."

Bercakap-cakap dengan Tuan Evanders tidak akan ada gunanya bagi Arabella. Menurutnya, pria itu tidak akan pernah terkoneksi dengan pikirannya yang maju. Dia dan Tuan Evanders ibarat air dan minyak yang tidak dapat menyatu. Gadis seperti dirinya sangat kekinian, sedangkan Tuan Evanders terlihat begitu kuno dan juga tidak keren.

"Teknologi membuat kita menjadi bodoh, membuat kita tidak menyatu," komentar Tuan Evanders diselingi tawa.

Well, Terima kasih kepada Steve Jobs dan Bill Gates yang membuat banyak orang menjadi tolol, pikir Arabella dalam hati.

Dia menahan untuk tidak memutar bola mata, karena tahu itu tidak sopan. "Baiklah," katanya, "menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Membaca lebih baik, aku mempunyai beberapa bacaan buku yang menarik untuk dibaca."

Sejauh mata memandang, tidak ada satupun buku yang terlihat di dalam mobil. Apakah Tuan Evanders menyimpan semua buku-bukunya dalam format E-book? Akan tetapi, hal itu sangat mustahil mengingat pria itu sama sekali tidak mendukung adanya teknologi.

Arabella & The Waterhouse FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang