Bang Devan hanya tersenyum sambil mengacak ngacak rambutku. Aku turun dari mobilnya dan mulai memasuki sekolahku.

Aku berjalan menusuri koridor yang dipenuhi oleh segerombolan anak anak yang famous. Yang lain sibuk berbicara sepanjang koridor dengan teman temannya. Aku? Bahkan aku tak mempunyai teman satupun. Kadang aku berpikir, kenapa aku bisa hidup di tengah tengah keluarga yang sangat 'cukup', maksudku, bagaimana jika aku hidup di tengah tengah keluarga yang miskin? Makin malang saja nasibku.

Tepat saat aku sampai dikelas, bel berbunyi dengan nyaring. Aku langsung duduk di tempatku yang terletak di depan. Anak Nerd begitu bukan?

Tak lama kemudian, Bu Erni masuk sambil membawa bertumpuk tumpuk buku di tangan kirinya.

"Selamat Pagi, Anak anak."

*****

Setelah tadi nyaris 2 jam mendengarkan Bu Erni mengoceh menjelaskan bagaimana terjadinya perang dunia ke II.

Aku langsung berjalan ke kantin, berniat mengisi perutku yang kosong. Dengan langkah pelan dan menunduk, aku berjalan ke arah kantin. Banyak tatapan yang menatapku dengan tatapan jijik. Bahkan ada yang terang terangan langsung mengatakan 'kampungan' di depan wajahku. Rasanya aku ingin menangis saja. Namun, aku harus kuat.

Saat sampai di kantin, aku langsung mencari tempat duduk yang terletak di sudut pojok kantin. Aku tidak mau lagi berargumen bersama Gradixon. Aku memicingkan mataku melihat stan stan makanan yang hampir semuanya penuh.

Aku mengembuskan nafas, penuh semua.

Akhirnya setelah berlama lama berpikir akan memesan apa, aku memutuskan untu membeli beberpa bungkus makanan ringan. Beserta air mineral yang sangat amat ku suka. Mungkin, orang lain akan memilih meminum soda, teh, atau jus. Aku lebih memilih air mineral. Selain murah, sudah pasti sehat.

Aku memakan makananku dengan tak bersemangat. Orang lain sibuk memakan makananya sambil bercanda bersama teman temannya. Jujur, aku iri. Aku hanya mempunyai teman saat aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan seterusnya, aku tak pernah mempunyai teman lagi. Sedangkan aku? Duduk sendiri sambil meratapi nasibku yang seperti ini.

Aku menghela nafas panjang. Memicingkan mataku yang tanpa sengaja, mataku melihatnya. Melihat ia lewat dengan gayanya yang selalu dapat membuatku harus menahan napas. Dia berjalan bersama temannya. Matanya setajam elang, tatapannya sedingin salju. Dia berjalan santai ke arah stan makanan. Mataku tak dapat ku gerakkan ke arah lain. Aku masih terus memandanginya. Sampai akhirnya dia dengan secara tak sengaja melihatku.

Aku, Mikayla Larania Olivia. Tak sengaja, seorang Arvino Geovani Ganendra menatapku balik.

****

Bel masuk kembali berbunyi, aku segera melangkahkan kakiku berbalik menuju kelas. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Fisika. Bu Susan akan menjelaskan panjang lebar tentang rumus rumus yang mungkin membuat orang lain mengantuk. Tapi tidak bagiku.

Setalah nyaris lima menit Bu Susan tak kunjung datang, aku membuka salah satu Novel ku yang minggu kemarin baru kubeli bersama Bang Devan.

"Eh, Bu Susan gak masuk!" teriak Eriska, wakil ketua kelas di kelasku. Aku menghela nafas lagi, padahal hari ini aku sangat bersemangat untuk menghapal rumus rumus baru.

"Tapi ada tugas," lanjut Eriska yang langsung membuat seisi kelas berteriak frustasi.

'Yah, sialan.'

'Anjing.'

'Bangsat.'

Semua sumpah serapah memenuhi indra pendengaranku.

"Eh, Kayla. Lo disuruh nulis soal soalnya di papan tulis sama Bu Susan." kata Eriska sambil menyerahkan selembar kertas berisi soal soal Fisika.

Aku menyergit, "Kenapa gak serketaris aja?" tanyaku takut takut.

"Lah, mana gue tau, yang disuruh kan lo." ucap Eriska dengan tatapan sinisnya.

Karna tidak mau ditatap sinis lagi, aku hanya mengangguk lesu. Kemudian mengambil spidol dan mulai menuliskan soal soal yang Bu Susan serahkan kepadaku.

Saat aku ingin menuliskan soal nomer satu, tinggi badanku tak sebanding dengan tinggi papan tulis. Aku menggerutu dalam hati. Sial, kenapa aku harus pendek.

Aku berusaha berjinjit sambil menulis soal nomer satu, membuat tulisanku melenceng ke atas sehingga menjadi bahan tertawaan oleh murid-murid dikelasku.

"Lagian pendek sih lo." Teriak Nathan. Salah satu cowok populer di International Senior High School.

Aku berusaha menahan amarahku. Walaupun aku tidak bisa marah dengan siapa-siapa, tapi tetap saja kan, aku ini remaja dengan tingkat emosional sedang.

Tanpa mempedulikan ucapan Nathan, aku kembali menuliskan soal-soal yang dikasih Bu Susan.

Tepat saat aku selesai menulis tanda tanya diakhir kalimat, bel pulang berbunyi nyaring. Semua murid kelas langsung membenahi buku-bukunya dan memilih untuk memotret soal yang baru saja aku tulis di papan tulis.

"Kirim grup ya, Tyas." kata Eriska sambil menyampirkan tasnya.

Gadis berkerudung yang bernama Tyas itu hanya mengangguk, kemudian tinggalah aku sendiri dikelas ini. Menyalin soal-soal yang baru saja kutulis dipapan tulis ke bukuku.

Aku menghela nafas jengah, buat apa aku lelah menulis banyak-banyak kalau akhirnya hanya akan dihapus lagi? Dengan lesu, aku kembali menulis soal-soal yang banyak. Dengan perasaan sedikit kesal, aku tak sengaja mencoret bukuku.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Sepi. Hanya aku sendiri.

Saat sedang asik melanjutkan menulis soal, tak sengaja aku melihat ke arah pintu, seorang cowok dengan gagah melewati kelasku. Seseorang yang aku damba-dambakan.

Pandangannku terputus saat ia menghilang dari pandangannku. Aku melepas kacamataku dan menyimpannya di atas meja. Aku mengembuskan nafasku lalu melirik jam tangan yang melingkar di lenganku. Pukul setengah tiga sore.

"Lo liat Nathan?" tanya seseorang tiba-tiba. Berdiri diambang pintu sambil menatapku dingin. Dia, Arvin.

Jantungku berdegup lebih kencang. Sangat kencang sampai rasanya ingin meloncat keluar. Aku menahan napas, "Di -- dia .. udah keluar." kataku tergagap.

Tanpa berkata apa-apa lagi, dia pergi melangkah lagi. Menghilang. Aku masih memperhatikan ambang pintu. Masih merasa seperti ia masih beridiri disana.































Hari ini, tanggal 4 januari, pukul setengah tiga lewat satu menit, Arvino berbicara padaku.

****

A/n

Ini apdetan selanjutnya wkwk. Maaf kalo ada typo atau ceritanya abal. Wkwk.

Vote and comment? Makasih.

Arvin & Kayla [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now