BAB 2

10 1 0
                                        

Happy reading 📖📚📖

Matahari telah menunjukkan sinarnya, Haura mahasiswi seni musik yang kini masih saja tertidur padahal sang ibu sudah sendari tadi sudah membangunkannya. Namun jawabannya hanya tubuh Haura menggeliat.

Sang ibu yang sebenarnya tau anaknya pasti capek, tapi bagaimana pun ia harus berangkat sebelum terlambat.

"Haura... Kuliah jam berapa nak?" Tanya ibu Haura dengan lembut.

Haura pun menjawab dengan malas. "Haura...euh jam 8 Ma, kuliahnya."

Sang ibu yang mendengar itupun hanya bernafas ringan. "Haura ini sudah jam 07:28. Kami mau samp—"

"Jam 07:28, aish ini sudah telat." Ucap Haura memotong ucapan sang ibu dan langsung bergegas pergi menuju kamar mandi. Sementara itu sang ibu pun hanya menggelengkan kepalanya.

Haura berlari kecil menuju kamar mandi, rambutnya yang terurai acak-acakan terayun ke sana kemari. Sementara di kamar, sang ibu hanya bisa menahan tawa melihat tingkah putrinya yang selalu sama setiap pagi—kacau tapi menggemaskan.

Jam terus berputar menunjukkan pukul 07:39. Dengan segala tenaga ia pun langsung meraih totebag, juga tas gitar yang didalamnya terdapat gitar kesayangannya.

"Mama... Sarapan Haura di mana?" Teriak Haura dari lantai dua rumahnya.

Mama Tani yang melihat tindakan anaknya pun langsung dengan cepat menunggu anaknya turun dari tangga sambil ditangan nya ada piring yang diatas ada selembar roti dengan selai coklat.

"Ma, Haura pamit dulu. Dadah mama, love you." Haura dengan kekuatan secepat kilat ia pun langsung lari dan menuju halte bis.

Saat menunggu bis, Haura ternyata disamperin oleh seseorang yang seperti Haura tau siapa lagi kalau bukan Yosa sih tengil dan suka bikin baper anak orang.

"Woy, lo ngapain udah telat ini lo ke kampus." Ucap Yosa.

"Gue ga banyak waktu jelasin, sekarang ayo Yos kita harus sampai di di kampui5 menit lagi." Ucap Haura seperti orang yang dikejar hantu.

Yosa yang menurut itupun langsung melajuka motor nya dengan kecepatan yang lumayan membuat Haura pun semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Haura.

Keberuntungan kini berpihak kepada mereka. Haura yang sudah kalang kabut itupun langsung lari menuju kelasnya, sesampainya di sana Haura yang masih mengambil nafas itupun kembali dikejutkan dosennya sudah berada di lorong kelasnya.

"Haura, sini kemana aja sih lo?" Tanya Jie yang melihat temannya acak-acakan ini.

Haura pun dengan langkah lemas ia duduk disamping Jie. Jie yang melihat sahabatnya itupun langsung tertawa sebab penampilannya seperti anak ayam yang kehilangan induknya — kusut, panik, dan semuanya seperti lepek akibat olahraga pagi, berlari dengan waktu.

Haura menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menyembunyikan rasa malunya yang menumpuk seperti tugas akhir. Jie masih cekikikan sambil menepuk bahu Haura.

"Nih orang… baru juga pagi, tapi kayak abis syuting adegan dikejar zombie."
Jie menahan tawa, tetapi nada jahilnya tidak berkurang sedikit pun.

Haura hanya mendengus pelan. "Diam, Jie… jangan bikin gue makin malu."

Setelah itu dosen mereka pun datang dan langsung membawa presentasi serta menerima tugas not nada dari gitar yang sudah diberikan oleh sang dosen Minggu lalu.

Kemudian sang dosen mulai memanggil mahasiswa nya satu persatu untuk mempresentasikan tugas mereka. Setelah tiga nama dipanggil kini giliran Haura, nafas nya sudah sedikit beraturan namun masih belum sepenuhnya.

You Exit In Every Version Of Me Where stories live. Discover now