PART 30: DEVIATION FROM PROTOCOL

105 15 5
                                        

***

“What the hell did you write in your novel, Miss Hartono?!”

Aku membeku. Mr. Louandre berdiri dengan mata menyala—

"Well?" Suaranya rendah, bergetar dengan emosi yang terkekang.

“Uh … Mr. Louandre …” Suaraku tersangkut, setengah nada lebih cekat dari biasanya. Aku tahu, dia datang dengan amarah. Artinya- dia telah membacanya dan- naskahku bermasalah.

“Jadi ketika kau terbangun di kabin kapalku … kau punya kewarasan untuk membayangkannya?" Celaannya begitu tajam.

Aku menelan ludah, mulutku terasa kering. “I-Itu ..."

"Setelah pingsan? Really?”

Tentu saja itu menusuk ke titik yang paling memalukan.

"Ti-tidak … tidak akurat … itu … aku ...”

“Tidak akurat? Bagaimana kau bisa selancar itu menulis dua bab adegan dewasa?!” Langkahnya mendekat, seakan mendesak.

“Ka-karena …” Aku jelas terbata-bata, otakku kosong. Matanya menatapku dalam-dalam, membekukan pikiranku. “Aku … aku hanya menulis berdasarkan imajinasiku ... Aku tidak tahu rasanya … Bagaimana … caranya…”

“Ya. Itulah masalahnya,” desisnya. Dia mendekat lagi, ruang di antara kami semakin menyempit. Suaranya jatuh hampir menjadi bisikan ... Oh, rasanya setiap kata yang keluar seperti pukulan di jantungku.

“Jika aku di kapal itu, aku akan melakukannya dengan cara yang sangat berbeda!”

Arti ucapannya seolah menggantung di udara ... terasa panas dan menyesakkan.

Dia mendekat selangkah lagi, hingga menghilangkan semua jarak aman yang tersisa.

“Pertama ..."

Suaranya sangat rendah hingga aku harus menahan napas untuk mendengarnya. Dadaku berdebar kencang.

"Aku tidak akan pernah merayumu naik ke kapal untuk bercinta. Itu tidak etis!”

“Kedua,” lanjutnya.

“Sentuhanku tidak akan pernah sekasar Nathaniel. Setiap jari yang melucuti pakaianmu akan perlahan, sengaja menunda, sampai kau sendiri yang memohon … setiap detik akan kubuatmu mengingatnya.”

Sebelum aku sempat bereaksi, tatapannya kian menusuk tanpa jeda. Ini bukan lagi sekadar intimidasi, tapi sebuah invasi yang disengaja.

“Dan ketiga …”

Kemudian pandangannya jatuh ke bibirku, membuatnya kering sekaligus terbakar.

“Ketika aku akan menempatkanmu di tepi jendela, membelakangi bulan. Aku akan menelusuri, menjilati dan mengigit setiap lekuk tubuhmu sampai kau lupa bernapas.”

Tangannya mendorong pintu hingga terbuka lebar, memaksa masuk ke dalam.

Aku gelagapan.

"Ya, Miss Hartono," desisnya, suara rendahnya penuh dengan ancaman yang membuatku merinding. "Ini yang kusebut accuracy."

Tangannya menarik tubuhku hingga pintu tertutup, sementara tangan yang lain meraih pinggangku, menarik tubuhku ke arahnya begitu keras hingga napasku tersedak.

Kemudian ...

Dia menciumku.

Ini bukan ciuman kemarin malam.

Ini kasar, dalam, dia menguasai, dan penuh dengan kemarahan yang disalurkan ...

Aku bisa merasakan caranya menjelajahiku, letupan itu panas yang membuatku limbung. Tangannya merayap ke belakang leherku, menahan posisiku agar tak memberontak.

DEL'S DIRTY DRAFTSWhere stories live. Discover now