"Nah makanya aku mau mampir ke
kantin sebentar buat ambil roti. Jadinya aku bisa makan di meja sambil ngetik." jelasku agar Kak Seno tidak khawatir lagi.

Kak Seno berkacak pinggang dengan kesal. "Nggak bisa begini, mulai sekarang kamu mending ikut aku makan diluar kalau istirahat. Timbang makanmu nggak teratur."

"Nggak usah, bang. Istirahat aku ingin tetep kek biasanya aja. Malu sama pegawai lain." tolakku atas permintaan Kak Seno barusan.

Ku lirik Kak Cendra mencoba fokus
bermain ponsel untuk mengalihkan
perhatiannya agar tidak terkesan ikut campur dengan percakapanku dan Kak Seno.

Ketika lift di lantai dua terbuka, Kak Seno langsung menahanku keluar. Dia tutup kembali pintu lift dan menekan tombol lantai tujuh.

Sebelum aku bisa mengomentari apa yang dia lakukan. Kak Seno menelepon seseorang yang jelas itu adalah kepala kantin, "Tolong antarkan pilihan menu makan siang hari ini ke ruang HRD ya pak. Saya tunggu."

Dan entah balasan dari sana apa, Kak Seno melanjutkan bicaranya. " Untuk satu porsi saja, minumnya air mineral sama jus strawberry ya pak."

Astaga ternyata Kak Seno tau kalau aku suka jus strawberry. Eh aku kok nggak tau Kak Seno suka apa aja?

Kalo diingat, selama kita pacaran, aku belum pernah kasih apa-apa ke Kak Seno, dia suka apa aja aku gak tau, apalagi bikinin minuman atau makanan kesukaannya. Padahal Kak Seno udah kasih aku banyak hal, dari mulai kalung berlian sampai motor baru.

Aku dibikin makin nggak enak hati saat Kak Seno tidak ikut Kak Cendra keluar lift di lantai tiga menuju ruang divisinya. Dia malah ngikut aku ke lantai tujuh yaitu ke ruang divisiku. Dan tentunya tindakannya itu bikin seisi divisiku kembali heboh. Apalagi pas Kak Seno minjam kursi meja lain buat duduk disampingku dalam kubikelku.

"Ini kursi belum dipakai kan?"

"Belum, Felix masih ngasih pembekalan training anak baru di studio satu." jawab Kak Rindu yang kubikelnya berada diantara aku dan Felix.

Kak Umin yang baru masuk ruang divisi langsung mengeryit melihat ada Kak Seno disampingku. Kak Seno buru-buru berdiri menghampirinya untuk menjelaskan apa yang
terjadi.

"Fine, Tiga puluh menit cukup." ingat Kak Umin. Kak Seno hanya mengerling dan mengajak sahabatnya itu untuk tos. Kak Seno kembali duduk di sebelahku, sedangkan Kak Umin langsung menuju ke ruang pribadinya.

"Aku bakal nemenin kamu selama tiga puluh menit disini." Baru aja Kak Seno selesai ngomong itu, tiga orang pegawai kantin masuk ke ruang divisi ini dan meletakkan satu persatu hidangan yang mereka bawa diatas mejaku.

"Terima kasih pak, terima kasih mba." Aku dan Kak Seno barengan mengucapkan itu tanpa dikomando.

"Sama-sama. Jika sudah selesai makan bisa hubungi kami kembali, agar bisa kami bereskan." pesan pegawai kantin yang lebih tua sebelum mereka meninggalkan ruang divisiku.

"Ini banyak banget, Bang. Aku paling cuma makan sedikit." komentarku melihat semua menu di kantin yang disediakan hari ini kini ada di hadapanku. Rendang, nasi goreng, capcay, nasi putih, rolade ayam, ayam cabai ijo, kerupuk, air mineral, dan jus strawberry. Ini meja kerja anjay bukan meja restauran.

"Aku bantu habisin, sekarang makan yang tenang biar pencernaan kamu nggak terganggu." ucapnya sembari langsung menyuapiku dengan sesendok nasi goreng.

Kalau aja Kak Seno itu Kak Cendra, aku pasti bakal meleyot abis diperlakukan begini. Sayangnya saat ini aku malah dibikin makin nggak enak hati. Hanya Kak Seno yang tulus dalam hubungan ini, sedangkan aku-

"Auhhh." Kak Seno tiba saja memekik
kesakitan yang membuat pikiranku otomatis teralihkan.

Ku periksa kepala Kak Seno
yang jadi benjol. Di dekat sepatunya, kini ada tutup tipe-x yang jatuh tergeletak.

Kompak aku dan Kak Seno menoleh kearah serong kiri depan dimana tempat kubikel Kak Dio berada. Disana, terlihat Kak Dio memasang tampang tak berdosa dengan melipat kedua tangannya sambil menyerigai bagai seorang psikopat.

"Dasar nepotisme." Kata itu yang keluar dari mulut Kak Dio saat Kak Seno memelototinya.

"Kamu beneran ya, Di. Astaga! Seruni belum makan pas jam istirahat tadi gegara beberapa staf agensi entertainment pada nawarin casting." Kak Seno melempar alasan membenarkan diri.

"Sama aja, itu pilih kasih diantara pegawai atau yang kerap disebut tindakan nepotisme." cerca Kak Dio tak mau kalah.

Kak Seno sudah harap maklum dengan sahabatnya yang satu ini. Segera dia bangkit menghampiri Kak Dio hanya untuk mengajaknya berkelahi. Tapi yang ada seisi divisi malah dibikin makin ngakak mendapati dua orang sahabat berlainan prinsip itu berkelahi hanya dengan saling jambak rambut, cubit pipi, dan gelitikin badan.

Bersambung
19-08-2025

Please Call Me, UniWhere stories live. Discover now