Pagi itu aku masih terlelap di kasur yang empuk. Aku terbawa mimpi yang sedikit membuatku merasa bahagia di dunia ini. Suara pintu kamarku terbuka, terdengar langkah yang begitu pelan, lalu menghampiriku.
"Dek, bangun. Sana siap-siap dan mandi," ucap kakakku sambil menggoyangkan badanku yang masih tertidur pulas.
"Haaahh... iya, Kak. Lima menit lagi ya," jawabku dengan suara kantuk.
Setelah beberapa menit kemudian aku terbangun. Aku menyeret tubuhku menuju kamar mandi. Setelah itu aku segera memanaskan motor kakakku.
"Nanti kamu bantu Kak buat video ya," pinta kakakku sambil memberiku pakaian yang sudah digosoknya.
"Iya, Kak. Aman aja kok," jawabku santai sambil masuk ke kamar.
Jam telah menunjukkan pukul 06:45 WIB. Setelah berpikir panjang, kami pun berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan banyak hal yang berubah di sini, semua hal yang dulu tampak sudah baru. Ya, aku dulu sekolah di sini menemani kakakku sebelum dia bersuami.
"Nanti kalau ketemu guru, salami aja, atau nggak sapa ya," pinta kakakku.
"Oke deh," jawabku.
Benar, dulu aku adalah siswa yang ambisius di sekolah ini dan juga bintang di sana. Tapi sayang, aku banyak masalah semenjak Covid-19 melanda negeri ini. Aku ada masalah dengan satu guru yang begitu kejam. Padahal aku rajin, bahkan aku ikut ambil alih untuk menggantikan dia mengajar. Nilai UAS-ku tinggi semua, di atas 95. Lucunya, dia membuat laporan 45 karena ada konflik dengan kakakku, jadi aku juga ikut terseret. Bahkan sikapku diberi nilai E. Lucu guru satu itu.
Padahal, saat dia sakit di jam pelajaran, akulah yang mengantarnya ke rumah sakit. Walaupun aku anak PMR, itu bukan jadwal piketku, tapi karena darurat aku meninggalkan kelasku demi dia. Dan yang lebih lucu lagi, dia menceritakan hal pribadinya ke orang lain yang notabene itu privasi.
Oh iya, selain itu aku juga ikut Pramuka, Saka Bhayangkara, Wirakartika, PMR, serta OSIS sebagai ketua di bidang lingkungan. Aku juga menjabat sebagai ketua kelas di kelasku. Aku cukup excited waktu itu, semua aku kalungkan.
Sampai di sekolah, di area parkiran, ada tiga orang guru yang sedang duduk santai. Oh iya, hari ini Senin jadi ada upacara. Aku langsung menyalami mereka.
"Adek buk Yulia, ya?" tanya Pak Hendra padaku.
"Iya, Pak. Hehehe," jawabku.
"Oh iya, kuliah di mana sekarang? Jurusan apa itu?" tanyanya lagi.
"Jurusan Fisika, non-pendidikan."
"Wah keren juga jurusan itu. Kalau nggak jadi guru, nanti kerjanya ke mana?" tanya satu guru, yaitu Pak Yaman. Matamu keren, Pak, udah stres ini mah, batinku.
"Iya, Pak. Jadi di Fisika ada pembagian KBK gitu, Pak," jawabku.
"Apa aja pembagian KBK itu, Yan?" tanya Pak Hendra lagi.
"Jadi gini, Pak. Di Fisika nanti di semester 5 memilih KBK, yaitu Material, Geofisika, Elektronika, dan Komputasi," terangku pada mereka.
"Jadi itu ngapain aja, Yan?" tanya Pak Zul yang ikut menyimak.
"Gini, Pak Zul. Di Material berfokus pada material kayak besi, mikroplastik, pokoknya material kecil gitu, Pak. Prospek kerjanya bisa ke tambang atau laboratorium. Nah, kalau Geofisika itu kayak di BMKG, gitu Pak, yang berhubungan dengan bencana seperti banjir, gunung meletus, longsor, serta bencana lainnya. Kalau Elektronika ini berfokus pada merakit alat dan belajar komponen barang elektronik, kayak PLN gitu, Pak. Nah kalau Komputasi ini fokusnya buat program gitu, Pak. Ngoding lah yang dikenal orang. Nah itu penjelasannya, Pak, setiap masing-masing KBK dan prospeknya ke mana," jawabku panjang lebar hingga mereka semakin menyimak.
"Wih, keren-keren juga. Berhubungan dengan Fisika berarti ya, kayak menghitung bidang miring di longsor, serta belajar arus listrik juga ya," tambah Pak Yaman.
"Iya, begitu lah kira-kira, Pak," helaku napas dengan semangat.
"Jadi Yan, kamu milih yang mana?" tanya Pak Hendra padaku.
"Aku milih KBK LK sih, Pak," jawabku santai.
"Keren. Semoga sukses ya," puji Pak Zul padaku.
"Yaudah, aku pamit dulu ya, Pak. Mau sarapan dulu," pamitku sambil beranjak dari sana.
"Iya, kantin ada di sana tuh," jawab Pak Hendra.
Setelah itu aku melihat gerbang sekolah yang sudah baru. Ada juga tenda di depan kantor. Aku menuju arah utara sekolah ini. Aku alumni dari sini, jadi aku sedikit flashback. Aku melihat banyak siswa yang berbaris rapi di lapangan serta para pelaksana yang sudah berusaha maksimal. Aku melihat kantin tempat biasa aku duduk waktu pulang sudah tidak ada lagi, kantinnya pindah ke belakang laboratorium.
Aku berjalan menelusuri bukit. Ya, karena sekolah cukup luas. Lalu aku mengarahkan langkah ke barat. Di sana aku melihat semua area sudah dipagar. Dulu kantin seberang bisa diakses, tapi sekarang sudah tidak bisa karena ditutupi gerbang.
Aku beranjak ke kantin tempat biasa aku jajan, melangkah ke gubuk yang lumayan tua.
"Bukde, pesan dong," pintaku.
"Mau pesan apa?" katanya sambil melihatku bengong.
"Nggak ingat lagi, Bukde? Aku dulu sering ke sini lo," jawabku membuatnya penasaran.
"Kamu adeknya Buk Yulia kan? Tapi Bukde lupa nama kamu," tebaknya.
"Iya, aku Brian, Bukde. Anak kelas samping yang sekarang jadi labor itu," jawabku sambil menunjuk kelasku dulu.
"Oh iya, Brian ya. Kuliah sekarang ya, makin keren aja," celetuk Bukde.
"Iya, Bukde. Makasih," jawabku sambil menyodorkan pesananku.
Aku makan dengan lahap, rasa kenangan duduk di sana seperti kembali ke masa laluku, melihat banyak hal yang berubah. Ada lapangan voli baru juga, makin keren aja.
Setelah aku makan, aku beranjak dari warung itu. Aku melangkah balik ke kantor guru. Di perjalanan banyak ketemu guru lama. Sempat banyak obrolan di sana.
Siswa-siswa juga memperhatikan aku. Mungkin mereka bertanya-tanya, siapa ini orang tiba-tiba datang ke sini. Setelah sampai, aku ketemu kakakku dan kami langsung menuju kelas.
Kakakku memulai pelajaran seperti biasanya. Aku segera melihat sekeliling kelas untuk menentukan posisi pengambilan video. Setelah tahu posisi yang pas, aku mengatur barisan agar sesuai dengan skenario yang sudah disusun kakakku sebelumnya.
Setelah take video, hari sudah siang. Aku pun pulang ke rumah, lanjut main game, lalu beristirahat.
YOU ARE READING
Memory
Short StoryFOLLOW SEBELUM MEMBACA Brian, seorang pemuda ceria dengan rasa penasaran yang tak pernah padam, punya kebiasaan unik, ia senang liburan sendirian, meski di balik keceriaannya ada sisi rapuh yang jarang orang tahu. Ia sering grogi, blak-blakan tanpa...
menolong kakaku
Start from the beginning
