"Aku bukan belajar menjadi sempurna,
melainkan belajar menjadi utuh.
Menerima setiap patah,
memeluk setiap kurang,
dan menemukan cahaya dalam retakan.
Karena bukan pada tanpa cela,
tapi pada hati yang berani bangkit
setiap kali ia terjatuh,
itulah keindahan sesungguhnya."
°°°°°°
Hembusan angin menyusup lewat celah jendela, membawa dingin yang menusuk kulit Aurora. Sinar rembulan jatuh di wajahnya, seakan menelanjangi luka yang selama ini ia sembunyikan.
“Malam ini, untuk pertama kalinya aku berdoa agar hatiku berhenti mencintai Ayah.” nafasnya berat, matanya buram oleh air yang enggan berhenti.
“Tuhan… aku benci rasa sakit ini.” Suaranya nyaris tak terdengar. “Kenapa aku masih berharap pada Ayah, padahal aku tahu—aku bukan pilihan.”
Tawanya pecah, getir, seolah mengejek dirinya sendiri. Setiap ingatan tentang pria itu adalah cinta pertama… sekaligus luka yang tak pernah sembuh. Aurora ingin membenci, tapi bagaimana mungkin ia bisa membenci orang yang darahnya mengalir dalam tubuhnya? Setiap ucapannya terasa seperti pisau—berkarat, dingin, dan dalam.
Tangannya gemetar, dadanya sesak. Dunia mengajarinya untuk tunduk, sementara hatinya ingin melawan.
Dan di tengah gelap yang menelannya, satu nama melintas: Arshaka. Pemuda yang datang membawa tangan terulur. Pemuda yang bisa jadi cahaya… atau luka baru.
Aurora menggenggam tirai jendela sampai kusut, seperti ingin meremas hidup yang tak pernah mau berpihak padanya.
Malam ini ia tahu satu hal: semuanya akan berubah.
Tapi ia belum tahu… perubahan itu akan membawanya ke arah mana—cahaya, atau justru kegelapan yang lebih dalam.
°~~~~~~°
'Jangan lupa tinggalkan vote, biar kisah ini terus berjalan 🌌.'
DU LIEST GERADE
Merangkai ulang Takdir
JugendliteraturAurora tumbuh dalam keluarga yang tak pernah memilihnya. Luka sang ayah membuatnya asing pada cinta, hingga kehadiran Arshaka perlahan membuka ruang baru di hatinya. Namun takdir tak pernah sederhana-antara mimpi, luka masa lalu, dan pengkhianatan...
