“Aku dengar kamu cukup mumpuni nyutradarain film, ya?” Tiba-tiba Rachel mengajak Prada bicara.
“Kenapa? Mau gue sutradarai juga kisah hidup lo?”
Bukannya kaget dengan jawaban asal bunyi Prada, Rachel malah tersenyum manis. Namun, entah kenapa senyum itu serasa dilapisi oleh sesuatu yang ambigu. Ada apa ini? Biasanya, Prada tipe yang bisa menghargai perempuan lewat senyuman yang mereka bagikan, tapi ketika melihat senyum Rachel, Prada justru merinding. Perempuan itu seakan sengaja bersikap sempurna di depannya, dan Prada tidak suka orang seperti itu.
Baginya, sikap seperti itu terlihat sedang menutupi sesuatu. Mohon dimaklumi, Prada gampang curiga dengan orang asing. Terlebih dengan Rachel yang barangkali kedatangannya memang diniatkan untuk hal-hal yang tidak Prada sukai.
“Aku Cuma mau bilang kalau aku udah nonton film-film pendek yang kamu sutradarai. Semuanya tipeku banget. Apalagi yang thriller itu.”
“Thanks.” Prada memaksakan senyum.
“Kamu nggak ada niatan bikin film panjang? Aku udah denger dari Tante Patricia kalau kamu sekarang mumpuni banget jadi Ketua Divisi Produksi di AMED.”
Prada membuang napasnya kasar. “Nanti deh gue pikir-pikir. Sekarang lagi males mikir.”
Patricia merotasikan bola mata saat mendengar balasan Prada yang sangat ketus. Alih-alih menjadikan peringatan Patricia sebagai bahan refleksi, Prada semakin ogah-ogahan menimpali perkataan Rachel sebab mata lelaki itu memang tengah waspada menunggu ponselnya menyala. Dia hampir berseru heboh sewaktu ponselnya menyala beberapa menit setelah meja sempat dirayapi suara denting sendok dan garpu yang beradu di atas piring.
“Kamu udah kayak bocah aja, Pradayan! Dari tadi juga lihatin ponsel mulu,” cibir Januar sewaktu melihat perubahan ekspresi Prada saat mendapatkan pesan dari seseorang.
Senyum Prada yang mengembang berangsur memudar ketika apa yang diterimanya jauh dari harapan. Saking kecewanya, omongan Januar seperti suara angin yang tidak bisa dia dengar dengan jelas. Alih-alih Libra, Prada justru mendapatkan pesan dari Hana.
Hana:
Pak Prada udah pulang ya dari rumah Libra?
Prada:
Kenapa? Saya lagi ada makan malam keluarga. Papa saya ulang tahun
Hana:
Sebenarnya saya nggak mau bilang gini karena saya tim Libra garis keras, tapi saya beneran butuh Pak Prada buat ngecek keadaan Libra sekarang
Prada:
Lah, bukannya kalian barengan? Emang saya dokter ghaib apa gimana? Main nyuruh ngecek keadaan segala
Hana:
Libra nggak jadi ikut ke Bandung, Pak. Tadi di tengah perjalanan, mamanya nelepon katanya udah sampai di kosan. Mamanya nggak ada ngabarin apa-apa, tapi tiba-tiba datang ke Jakarta. Makanya Libra nggak jadi ikut ke Bandung dan balik ke kosan
Prada:
Kok kamu baru ngasih tahu saya sih, Han?
Hana:
Kan tadinya saya tim Libra setelah dengar cerita kelakuan Bapak yang ngatain dia, tapi saya tiba-tiba khawatir sama Libra. Pesan saya nggak dijawab bikin saya makin khawatir, Pak. Soalnya mamanya Libra itu ya begitulah. Saya takut setelah ketemu mamanya dia kenapa-kenapa. Jadi, kalau Pak Prada nggak sibuk, tolong tengokin, ya. Makasih sebelumnya
Prada:
Oke, saya meluncur
Begitu pesan itu dibaca oleh Hana, Prada beranjak dari duduknya. Januar dan Patricia kompak menoleh pada Prada yang bersiap akan pergi padahal makan malam belum usai.
“Mau ke mana, Boy?” tanya Ana penasaran.
“Ada urusan mendadak,” jawabnya lantas menoleh pada Januar. “Aku pegi dulu, Pa. kalau Papa butuh sesuatu, kado misalnya, hubungin aku aja. Happy birthday. Semoga Papa panjang umur dan sehat selalu.”
YOU ARE READING
Coquette Noir [END]
Romance(Completed) *** Kerja sampai tipes sudah Libra alami, tapi mamanya selalu tidak tahu diri. Sehingga begitu penawaran yang seperti angin segar datang padanya, Libra tidak ragu mengiyakan. Sekalipun dia harus berurusan dengan anak konglomerat prik ber...
21 | ALGORITHM LOGIC
Start from the beginning
![Coquette Noir [END]](https://img.wattpad.com/cover/372960804-64-k266574.jpg)