Tungkai kaki mereka seolah mati rasa karena terus berlari. Keringat sudah membanjiri seluruh tubuh ketiganya. Napas mereka tersengal-sengal karena terus mencari tempat yang mereka tuju. Lalu tibalah mereka di area belakang istana, yang pintunya sudah dijaga oleh pasukan kerajaan. Di balik dua daun pintu kayu besar itu, keluarga besar mereka tengah menjalani hukuman pancung. Jin, Jungkook, dan Taehyung berusaha untuk mencegah hal itu terjadi. Mereka berharap jangan sampai kedatangan mereka terlambat.
Pasukan kerajaan siaga, langsung maju dan berteriak menyerang ketiganya. Dua lusin manusia bersenjata lengkap menghadapi tiga manusia dengan tekad sekuat baja.
Jin menarik anak panah dari balik punggung, wajahnya yang tenang membidik satu orang yang lebih dulu mendekat. Anak panah itu meluncur dari busur dalam hitungan detik menembus dada. Kecepatan Jin menembak anak panah, di atas manusia rata-rata. Tubuh-tubuh ambruk, bahkan belum mencapai jarak dekat pada ketiganya.
"Oh," gumam Jin ketika menyadari anak panah habis dari kantong yang menyampir di punggung. Dia menoleh pada Jungkook dan Taehyung bergantian. Lalu dicabut belati kecil dari lipatan di bagian celana dan Jin mengangguk.
Jungkook dan Taehyung lebih dulu maju, menebaskan pedang-pedang mereka pada sisa pasukan yang tersisa. Dari belakang Jin mencabut anak panah yang menancap pada tubuh-tubuh tak bernyawa, lalu dia layangkan pada musuh di depan mata.
Kini menjadi musuh.
Sebelumnya, masa kecil mereka pun beranjak bersama-sama dengan semua yang hidup dan tinggal di istana. Jin merasakan tiap detak jantungnya nyeri acap kali melihat anak panah yang dia lepaskan, membuat hidup seseorang berhenti di saat itu juga. Namun dia terpaksa, karena dia sedang memperjuangkan hidupnya, saudara-saudara, dan keluarga besarnya.
Jungkook menerjang ke depan, menyapukan kaki ke bawah dan pedangnya menebas salah seorang prajurit dari kepala hingga pinggang. Gerakan tubuhnya seperti tarian, gemulai, seolah tidak bertenaga, tapi mematikan.
Taehyung menutupi punggung Jungkook dari belakang, melindungi adik satu ayahnya dari serangan tidak terduga. Kakinya yang kuat menendang kepungan musuh di depan. Pemuda itu terus menyerang membabi-buta tanpa gentar menebaskan pedangnya ke beberapa sosok yang ada di hadapan. Sebuah tebasan dari samping, melukai lengan kiri Taehyung.
"Aakkh ...!" Taehyung mengerang.
Tubuh orang itu langsung tersentak kaku saat panah Jin menembus tengkoraknya dari belakang.
"Jangan lengah," ucap Jin tenang.
Bergegas Jin berlari ke arah pintu kayu besar karena pasukan kerajaan sudah semua berjatuhan bersimbah darah di tanah. Begitu pintu terbuka, pemandangan mengerikan tampak di depan mata. Para terpidana sudah sepenuhnya tertelungkup ke tanah dengan tangan terikat di belakang. Di atas podium, tampak darah bersimbah menetes-netes pada sisi dindingnya.
Adik mahkota, Lee Hang Bora, yang sudah berlutut di atas podium mendongakkan kepala. wajahnya kumal, penuh dengan luka lebam, dan begitu pucat. Dia menggeleng tidak rela, meneteskan air mata saat melihat putra-putranya datang untuk membangkang pada perintah raja. Lee Hang Bora menutup kedua mata untuk selama-lamanya, saat tebasan pedang algojo menyobek kulit lehernya.
"Aboji ...!!" Jungkook berteriak marah dan menyerang pasukan yang berjaga di dalam area eksekusi.
Tubuh Jin terasa lemas, saat melihat tubuh ibunya sudah tak bernyawa, ditumpuk secara tidak manusiawi dengan tubuh kaku lainnya seperti di tempat pemotongan satwa.
"Tidak, Omoni," bisik Jin tidak percaya. "Omoni ...."
Terdengar derapan langkah dari luar area eksekusi, mereka bertiga saling menatap satu sama lain. Pasukan raja seolah tiada habisnya, dan mereka sudah hampir mencapai ambang pintu ke area eksekusi.
"Tutup pintunya, aku akan menahan mereka," ucap Taehyung.
"Tidak, Taehyung!" cegah Jin.
"Aku menyayangimu, Hyung." Taehyung mengangguk sekali tanpa ragu.
Lalu dia berlari keluar dan menyerang pasukan raja seorang diri. Jin hanya terpaku di tempatnya berdiri. Tidak pernah menyangka bahwa rencana mereka porak poranda. Jungkook dan Taehyung terus melawan tanpa kenal lelah. Namun Jin tidak menginginkan semua berakhir seperti itu, ia menginginkan kesempatan lain.
Jin berlutut di tanah. Memejamkan kedua mata.
"Dewa, kumohon ...," bisiknya.
*****
"Sial ...."
Desis suara Namjoon yang lelah terdengar bak lonceng kematian bagi saudara laki-lakinya yang lain, Yoongi, Hoseok, dan Jimin. Mereka kini terkepung, setelah melakukan penyerangan dan sekarang harus bertahan. Namun saat itu, bagi keempatnya lari pun sudah tidak mungkin lagi. Benteng istana raja sepanjang sisi kiri dan kanan mereka, menjadi perangkap tanpa jalan keluar.
Tubuh-tubuh bergelimpangan di sekitar mereka, percikan noda-noda merah membasahi benteng istana yang kokoh. Bau pesing dan kotoran manusia, bercampur dengan amisnya darah begitu menyengat pada penciuman keempat putra adik mahkota itu. Hanya tinggal mereka yang bertahan di sana, entah dengan ketiga saudara lain yang terpencar di area istana. Rekan-rekan seperjuangan, prajurit yang setia pada Lee Hang Bora telah tewas.
Mereka sudah di batas lelah dan putus asa, meski masih kobaran semangat tampak di mata-mata para pemuda penerus adik mahkota, Lee Hang Bora.
"Kukira hidup kita berakhir di sini, Hyung." Jimin yang tadinya berlutut di samping Namjoon berusaha keras untuk berdiri. Luka-luka gores tampak di wajah lugunya, yang kini mengeras. Dia menjilat darah dari sudut bibir. "Setidaknya, kita tetap bersama sampai akhir."
Namjoon mengangguk.
Berbagai kenangan melintas di benaknya. Tidak pernah menduga bahwa hidupnya hanya sebatas sumbu lilin yang akan segera padam. Teringat kembali pada istrinya Ga Eun yang sedang mengandung, dan telah dilarikan ke luar dari wilayah istana. Dia tidak bisa memenuhi janjinya untuk kembali. Dia tidak bisa melihat calon putranya lahir ke dunia. Namun ini adalah pilihannya, yaitu berjuang.
Ada air mata meleleh membasahi pipi Namjoon, lesung pipinya tampak saat ia berusaha menyunggingkan senyum terakhir pada saudara-saudaranya.
"Jangan patah semangat, kita harus memberi waktu hingga Jin dan Jungkook berhasil menyelesaikaan rencana kita," timpal Yoongi, dia menyeringai pada yang lain. "Kalian akan rindu masa seperti ini di alam baka. Di sana terlalu menyenangkan."
Pasukan musuh sudah mengepung dari tiap jalan keluar kiri dan kanan. Tampak pasukan pemanah bersiap-siap, mereka setengah berlutut dan mengacungkan busur juga anak panah beberapa derajat ke angkasa.
"Ah, apa mereka tidak punya keberanian berhadapan langsung denganku," gerutu Yoongi.
Namjoon langsung menarik tubuh tak bernyawa yang berada di dekat kakinya, mengangkat tubuh itu menutupi bagian vital tubuhnya. "Jangan banyak bicara! Cepat!" peringatnya.
Hujan anak panah datang dan mereka menjadikan tubuh-tubuh tanpa jiwa menjadi perisai. Mereka terus menunggu hingga anak-anak panah itu habis, dan pasukan infanteri bergerak perlahan mendekat. Setelah anak panah habis, keempatnya langsung menjatuhkan tubuh-tubuh yang jadi perisai itu.
Terlalu banyak.
Jumlah pasukan musuh terlalu banyak untuk mereka lawan. Yoongi mengembuskan napas malas, dia melirik pada Hoseok dan senyum sinisnya tersungging. "Tetap di belakangku, Hoseok. Aku akan melindungimu," sahutnya.
Hoseok yang berdiri di sampingnya mengiyakan, lalu pandangan matanya menyapu pada prajurit musuh yang berdatangan dari arah depan dan belakang. Pedang mereka semua terhunus. Saling menatap satu sama lain untuk yang terakhir kalinya, tertawa bersama-sama.
Napas Hoseok terbuang dalam sebuah embusan panjang. Senyumnya yang selalu dipadankan dengan matahari cerah tersungging lalu seraya berkata, "Saudaraku ... aku mencintai kalian."
Lalu mereka semua berlari maju menuju pasukan musuh. Tidak lagi gentar untuk menggadaikan nyawa. Kematian mereka sambut dengan tangan terbuka.
BINABASA MO ANG
7Bora Before
Fanfiction"Doa dari tujuh saudara didengar langit. Dewa kan mengabulkan untuk tiga masa kehidupan. si sulung dan si bungsu penentu takdir." Lee Hang Bora dituding hendak melakukan kudeta terhadap Raja Lee Song Eul. Beruntung ketujuh putranya; Jin, Yoongi, Hos...
