Kyung menyipitkan matanya, mulai memahami sesuatu. "Jadi, kau sengaja membiarkan dia berpikir dia bisa menang?"

Jay tersenyum kecil, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya memastikan bahwa jika Seulgi harus menjadi bagian dari permainan ini, dia tidak akan menjadi korban. Sebaliknya…" Ia menggeser ponsel itu kembali ke Yeri, menatap mereka berdua dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Dia akan menjadi titik balik yang menghancurkan Direktur Jung."

Dan sekarang, tepat seperti yang sudah direncanakan, Direktur Jung jatuh. Permainan sudah berakhir.

Ketika berita itu pecah, ketika polisi menyeret Direktur Jung keluar dari kantornya di hadapan para jurnalis, Saat itu Jay hanya berdiri diam, menyaksikan semuanya dengan tatapan kosong.

"Kau… benar-benar sudah mengatur semuanya," Yeri akhirnya berkata, suaranya lebih pelan, hampir berbisik.

Jay akhirnya menoleh padanya, sorot matanya gelap, dalam, dan tanpa emosi.

"Aku hanya menyelesaikan apa yang seharusnya sudah berakhir sejak lama."

Kyung mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Kau mempertaruhkan Seulgi," desisnya, suaranya penuh tuduhan.

Jay tidak membantah.

“Setiap permainan punya risiko,” jawabnya dengan tenang. “Tapi aku memastikan dia tidak akan jatuh sendirian. Direktur Jung berpikir dia bisa menjadikannya alat untuk menyelamatkan diri—dia hanya lupa bahwa aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Seulgi bukan pion yang bisa dikorbankan. Kalau ada yang harus tenggelam, itu bukan dia.”

Keheningan menyelimuti ruangan.

Jay menatap Seulgi yang masih tertidur, napasnya lemah tapi stabil. Dia tahu Seulgi akan membencinya jika sadar. Seulgi akan menatapnya dengan mata penuh kemarahan, bertanya apakah semua ini benar-benar bagian dari rencananya.

Dan Jay akan memberitahunya kebenaran—tanpa ragu.

Karena dia sudah kehilangan terlalu banyak untuk berhenti sekarang.

Setelah kata-kata Jaeyi yang penuh ketegasan itu, suasana ruangan terasa semakin berat. Tidak ada yang berbicara, namun ketegangan yang menggantung di udara cukup untuk membuat siapa pun merasa tercekik.

Yeri akhirnya menghela napas panjang, menatap Jay dengan sorot mata yang sulit ditebak. "Jaeyi," panggilnya pelan. "Seulgi memperjuangkan semuanya… bahkan saat dirimu hilang, dia tetap percaya bahwa kau akan kembali. Bahwa kau akan menjadi lebih baik. Apa kau sadar betapa Seulgi sangat mencintai Jaeyi yang dia kenal?"

Jay terdiam, kedua tangannya mengepal tanpa sadar.

"Seulgi sudah banyak berkorban," lanjut Yeri. "Patut diakui, rencananya selalu menjadikannya sebagai korban. Tapi kau tahu, Jaeyi? Kau juga selalu membiarkan itu terjadi. Kau selalu bersembunyi di balik rencana yang kau anggap sempurna, tapi kau tidak pernah benar-benar berbicara dengannya."

Kyung menambahkan, suaranya lebih dingin, "Cukup, Jay. Hentikan semua ini dan jujurlah pada Seulgi. Belajarlah berkomunikasi dengannya, bukan hanya membuat keputusan seolah kau tahu apa yang terbaik untuknya."

Jay mengatupkan rahangnya, napasnya sedikit tersendat. Kata-kata itu menohoknya lebih dari yang ia kira.

Namun, sebelum ia sempat merespons, ponselnya bergetar di sakunya. Jay meraihnya, melihat nama yang muncul di layar. Matanya menyipit.

Ia menjawab panggilan itu. "Ya?"

Suara di seberang sana berbicara cepat, nadanya serius. Jay mendengarkan dalam diam, matanya semakin gelap. Setelah beberapa detik, ia menutup teleponnya dan memasukkan kembali ponselnya ke saku.

Until You Notice - Jaeyi Seulgi [ END ]Where stories live. Discover now