04

1.9K 272 9
                                        

Seulgi menatap Jay tanpa berkedip. Kehadirannya begitu nyata.

Bukan lagi sekadar bayangan dari masa lalu.

Bukan lagi nama yang hanya tersisa di ingatannya.

Dan sekarang, dia duduk di sana, di meja paling ujung kafetaria dengan segelas kopi yang belum disentuh. Seakan waktu tidak pernah berjalan untuknya.

Jay tetap tersenyum kecil, senyum yang dulu hanya dimiliki Jaeyi.

Namun, sesuatu terasa berbeda. Dinginnya.

"Kenapa diam?" Jay memiringkan kepalanya sedikit, suara rendahnya terdengar seperti tantangan.

Seulgi masih diam.

Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Hatinya berteriak-marah, rindu, kecewa.

"Kenapa?" suara Seulgi akhirnya keluar, lebih pelan dari yang dia inginkan. "Kenapa baru muncul sekarang?"

Jay tidak langsung menjawab. Dia hanya mengamati Seulgi, seperti sedang menilai reaksinya.

Lalu, dia meletakkan kopinya dan berkata dengan tenang, "Karena sekarang aku bisa."

Seulgi mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

Jay tersenyum lagi. "J Medical Center sudah di tanganku."

Seulgi membeku.

Jadi ini alasannya kembali?

Bukan karena dia ingin menemui Seulgi.

Bukan karena dia peduli.

Tapi karena rencana Jaeyi sudah selesai.

Jay-atau Jaeyi-kembali hanya karena dia sudah menang.

Seulgi menghela napas pendek, mencoba menekan emosinya.

"Jadi... itu saja?" tanyanya, nadanya datar. "Sekarang setelah kau mendapatkan apa yang kau inginkan, kau kembali dan berpura-pura semuanya baik-baik saja?"

Jay tidak segera menjawab. Tatapannya masih tenang, tapi ada sesuatu di matanya-sesuatu yang sulit dibaca.

"Menurutmu aku kembali hanya karena itu?" tanyanya pelan.

Seulgi menggigit bibirnya, suaranya nyaris berbisik. "Aku tidak tahu, Jae-Jay." Nama itu meluncur dengan penekanan, seolah ingin menegaskan jarak yang kini ada di antara mereka.

"Aku bahkan tidak mengenalmu lagi."

Jay tersenyum tipis. "Tapi kau tetap datang ke sini."

Seulgi terdiam.

"Karena kau tahu," Jay melanjutkan. "Bagaimanapun caranya, aku tetaplah aku."

Seulgi menelan ludah.

Dia ingin menyangkalnya.

Tapi ada satu hal yang tidak bisa dia bohongi.

Jay benar.

Di balik semuanya-di balik identitas barunya, di balik semua kebohongan yang dia ciptakan...

Jay tetaplah Jaeyi.

Dan itu lebih menyakitkan daripada apa pun.

Seulgi akhirnya duduk di hadapan Jay, meskipun dadanya masih terasa berat.

Jay tersenyum tipis, lalu mendorong secarik kertas ke arahnya.

"Ini alamatku," katanya santai. "Kalau kau masih penasaran dengan jawabannya, datanglah."

Seulgi menatap kertas itu.

Dan untuk pertama kalinya, dia benar-benar merasa bahwa ini baru permulaan.

Ponsel Seulgi bergetar di atas meja, menginterupsi pikirannya yang masih dipenuhi oleh keberadaan Jaeyi di hadapannya. Dia menoleh sekilas ke layar sebelum akhirnya mengangkatnya.

"Dr. Seulgi pasien di IGD butuh observasi lebih lanjut. Tadi Anda bilang mau lihat langsung sebelum dipindahkan ke bangsal, kan?"

Seulgi melirik arlojinya. Masih ada waktu sebelum tindakan medisnya dimulai. Dia mengangguk kecil meski tahu lawan bicaranya tidak bisa melihatnya.

"Baik, aku ke sana sebentar lagi," jawabnya singkat sebelum menutup panggilan.

Saat dia hendak beranjak, Jay yang sejak tadi diam tiba-tiba mengulurkan tangan, merapikan helaian rambut yang jatuh ke wajah Seulgi.

Seulgi membeku.

Itu bukan gerakan Jay.

Bukan gerakan wanita yang kini duduk di hadapannya dengan tatapan penuh perhitungan.

Itu Jaeyi.

Tangannya kemudian turun, menyentuh jas putih Seulgi, merapikannya dengan perlahan, nyaris seperti kebiasaan lama yang tidak bisa ia kendalikan.

"Sejak dulu..." suara Jay begitu lirih, hampir seperti bisikan. "Kau memang ditakdirkan untuk ini."

Seulgi menatapnya, dadanya terasa sesak.

Jaeyi selalu mengatakan itu. Bahwa dia akan menjadi dokter yang hebat. Bahwa dia harus percaya pada dirinya sendiri.

Dan sekarang, Jay-Jaeyi yang kini berbeda-mengatakannya dengan cara yang sama.

Namun, Seulgi tidak bisa membiarkan dirinya tenggelam dalam nostalgia. Dia menarik napas dalam, menegakkan bahunya.

"Aku harus pergi," katanya datar.

Jay tidak menahannya. Dia hanya menatapnya, dan untuk pertama kalinya sejak pertemuan ini dimulai, Seulgi melihat sesuatu yang familiar di mata itu.

Tapi dia tidak bisa membiarkan pikirannya larut lebih jauh.

Tanpa menoleh lagi, Seulgi berbalik dan melangkah pergi.

Until You Notice - Jaeyi Seulgi [ END ]Where stories live. Discover now