Seolah membaca kebingungannya, Boem Soe tertawa kecil. "Oh, kau masih belum paham, ya?"
Seulgi menatapnya dengan ekspresi waspada.
"Kau pikir kenapa berita ini bisa meledak secepat itu?" Boem Soe mendekat, menatapnya tajam. "Aku yang menghubungi reporter. Aku yang memastikan kasus ini menjadi headline utama."
Seulgi merasakan dadanya semakin sesak.
"Kenapa..."
"Karena aku ingin kau merasakan apa yang kakakku rasakan," potong Boem Soe tajam. "Dulu, dia juga terjebak dalam kasus seperti ini. Terpojok, dihancurkan, tidak ada yang percaya padanya, hingga akhirnya..."
Boem Soe berhenti sejenak, mengambil napas panjang sebelum melanjutkan.
"Hingga akhirnya, dia memilih untuk mengakhiri hidupnya."
Seulgi tercekat.
"Kau tahu apa yang membedakanmu dengannya?" suara Boem Soe melembut, tapi justru terdengar semakin menakutkan. "Kakakku tidak punya pilihan. Tapi kau punya."
Pisau di lehernya sedikit bergeser, memberi ruang bagi Seulgi untuk bernapas lebih lega. Tapi ia tahu, itu bukan tanda belas kasihan.
"Itulah kenapa aku ada di sini." Mata Boem Soe bersinar dengan kebencian yang membara. "Aku ingin memastikan kau menanggung semuanya. Bukan hanya kematian kakakku, tapi seluruh kebusukan keluargaku."
Seulgi tidak bisa berkata-kata.
Ia hanya bisa menatap Boem Soe, menyadari bahwa ini lebih dari sekadar dendam.
Ini adalah rencana yang telah disusun sejak lama.
-
Jay tidak bisa bernapas dengan benar. Tenggorokannya terasa kering, dadanya bergemuruh, dan langkahnya terasa terlalu lambat.
Pikirannya terus memutar kemungkinan terburuk. Tidak. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
Begitu ia tiba di depan ICU, pandangannya langsung terkunci pada pemandangan yang membuat darahnya membeku.
Pisau.
Leher Seulgi.
Dan wanita itu-Kim Beom Soe.
Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Napas Jay tersangkut di tenggorokan. Amarah, ketakutan, dan ketidakpercayaan menghantamnya sekaligus.
"Kim Beom Seo!" Jay akhirnya bersuara, suaranya penuh kemarahan.
Beom Soe hanya menyeringai sinis, menekan pisau sedikit lebih dalam di kulit Seulgi. "Akhirnya datang juga, Yoo Jaeyi."
Jay mengepalkan tangan. Ia bisa melihat wajah Seulgi-pucat, tapi matanya tetap tegar. Seulgi berharap padanya, ia tahu itu. Tapi satu gerakan salah, dan...
"Jangan mendekat," suara Beom Soe penuh kebencian. "Jika kau melangkah satu inci lagi, pisau ini akan menyayat lebih dalam."
"Beom Soe, lepaskan dia," Jay mencoba menahan emosinya, meski dadanya terasa seperti terbakar. "Apa yang kau inginkan? Aku bisa memberikannya."
Beom Soe tertawa kecil. "Apa yang kuinginkan?" Matanya menyipit, penuh kepahitan. "Aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan."
Seulgi berusaha tetap tenang, meskipun ujung pisau masih menekan kulitnya. "Kau ingin aku menanggung semuanya, bukan?" tanyanya pelan.
Beom Soe menatapnya, matanya berkilat. "Kakakku mati karena kasus seperti ini. Dan kau tahu apa yang terjadi? Semuanya disalahkan padanya. Aku ingin kau merasakan hal yang sama, Seulgi."
YOU ARE READING
Until You Notice - Jaeyi Seulgi [ END ]
FanfictionJaeyi selalu hadir-dalam bayangan, dalam lagu-lagu yang mengalun tanpa sengaja, dalam kebiasaan kecil yang Seulgi pikir sudah ia lupakan. Seberapa jauh pun ia mencoba melangkah, selalu ada sesuatu yang membawanya kembali. Tapi apa arti semua ini? Se...
![Until You Notice - Jaeyi Seulgi [ END ]](https://img.wattpad.com/cover/391160743-64-k751246.jpg)