"Aku juga Ashley, aku sangat mencintaimu" aku berkata sambil mendekapnya.

"Cincin itu sangat indah dan sangat berarti untukku, maaf jika sebelumnya aku membuatmu sedih" dia terisak ketika mengucapkannya, hal itu sungguh membuatku bahagia dan sedih disaat yang bersamaan.

"Stt, aku membawanya sekarang, aku membawa cincinmu" aku berkata lirih sambil menyeka air matanya dengan jemariku. Aku berhasil menyita perhatiannya hingga saat ini dia sepenuhnya memperhatikanku.

"Boleh aku kembali memakainya?" dia bertanya dengan pandangan memohon padaku.

"Kau ingin kembali memakainya?" aku balas bertanya padanya dan aku melihatnya menganggukkan kepalanya dengan senang.

"Kalau begitu katakan padaku kalau kau tidak akan pernah melepaskannya" aku berkata.

"Aku berjanji" dia berkata dengan kesungguhan dimatanya yang membuatku bersorak dalam hati dan tersenyum seperti orang gila, aku benar-benar terlampau bahagia saat itu. Aku tersenyum dan mencium bibirnya yang manis itu, aku menciuminya beberapa saat hingga aku lupa dengan keadaannya.

"Sean..." aku masih menciuminya ketika dia menyebutkan namaku dengan nafas terengah-engah karena aku telah menyita sebagian besar perhatiannya.

"Aku memujamu Ash" aku berkata sambil memaksanya membalas ciumanku padanya dan dia melakukan apa yang kumau, dia membelai rahangku dan dia memimpin ciuman yang kami lakukan, bibirnya menari-nari di atas bibirku, tangannya yang bebas terkadang membelai leher dan dadaku yang masih terbungkus kemeja putih. Aku lebih banyak diam dan membiarkannya mengeksplorasi bibirku dengan bibir manisnya itu. Dia menciumku tanpa henti dan begitu intens untuk waktu yang sangat lama hingga sempat membuatku sesak nafas tapi aku tdak mendapatinya kesulitan bernafas, entah bagaimana dia melakukannya, dia hanya membiarkanku menghirup nafas sebanyak-banyaknya sedangkan dia melanjutkan cumbuannya padaku di bagian leher dan telingaku. Terkadang dia menggigit bibirku dengan keras hingga membuatku meringis kesakitan karena aku mendapati bibirku meneteskan darah. Aku menatap Ashley yang menatapku dengan pandangan manisnya dan senyumannya yang benar-benar memabukkan itu, rasa sakitku langsung terlupakan digantikan dengan kebahagiaanku karena melihatnya tersenyum padaku.

"Lakukan lagi Ash, puaskan dirimu" aku mendesah ketika mengatakannya sambil membiarkan dia menjelajahiku lebih dalam lagi, sambil mengangkangiku dia terus saja menyerang bibir, leher bahkan dadaku yang kini hanya tersisa beberapa kancing yang masih terkancing. Aku mendongakkan kepalaku ketika dia mencium perutku yang telah dia telanjangi.

"Kau suka?" dia bertanya dengan pandangan liar, wajahnya merona dan cantik, sangat memesonaku. Dia bagaikan dewi cinta yang dikirim tuhan untukku, hanya milikku seorang, dan hanya untukku seorang.

"Hmm" aku hanya menggumam padanya karena rasanya aku telah kehilangan seluruh kata-kata yang ada dalam otakku, dia benar-benar bisa membuatku gila. Saat kami hampir sampai di Penthouse tiba-tiba saja Ashley menghentikan cumbuannya padaku, dia mengelus bibirku yang berdarah karena gigitannya.

"Apakah sakit?" dia bertanya dengan tatapan menyesalnya dan matanya yang mulai berkaca-kaca, bahkan dengan pandangan sialan itu dia sungguh bisa menghancurkanku, oh tuhan aku benar-benar memujanya.

"Tidak sakit sayang, aku menyukainya" aku meraihnya lalu menenggelamkannya ke dalam pelukanku, dia menghadiahiku sebuah kecupan ringan di ujung bibirku sambil memainkan jemariku.

"Aku mau cincinku Sean" dia berbisik sambil mencium tenggorokanku dan menggigitnya kecil, aku tahu dia sedang menggodaku, dia selalu bersikap seperti itu jika dia menginginkan sesuatu, aku tertawa kecil ketika aku mengingatnya, dia sungguh sangat manis. Aku mengeluarkan cincin itu dari saku jasku dan saat itulah mata indahnya berbnar penuh dengan kebahagiaan, astaga... aku bahkan belum pernah melihat binar kebahagiaan itu dan aku merasa begitu bahagia karena aku menjadi penyebab kebahagian di matanya itu.

Forever MineWhere stories live. Discover now