#DarmawangsaSeries3
#story18
I want it, I got it adalah prinsip hidup seorang Prisa Orlanda Darmawangsa. Terlahir dari keluarga kaya raya, membuat Prisa merasa semua yang dia inginkan bisa dia dapatkan karena keluarganya selalu mengikuti kemauannya...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
“Lo kenal sama dia gak, sih?” tanya Prisa dengan pandangan tertuju kepada layar laptopnya. Di sana, terlihat foto bersama seluruh mahasiswa dan mahasiswi di malam keakraban yang mereka adakan minggu lalu.
Setiap sekali setahun, Fakultas Ekonomi dan Bisnis memiliki agenda untuk mempererat tali silaturahmi antara mahasiswa dan mahasiswi. Mereka secara rutin berkumpul bersama di sebuah vila yang mereka sewa atau terkadang vila itu di sediakan oleh salah satu mahasiswa yang orang tuanya memiliki vila. Prisa merupakan salah satu mahasiswi yang sering menyokong kegiatan malam keakraban itu. Jika tidak menyediakan vila, maka Prisa yang menyumbang paling banyak demi kelancaran acara mereka.
Rani dan Sarah yang sedari tadi sibuk dengan laptop masing-masing teralihkan saat Prisa mengajukan pertanyaan. Saat ini, mereka tengah mengerjakan tugas kuliah sembari menikmati semilir angin yang menerbangkan rambut mereka. Mereka duduk di salah satu meja yang ada di taman kampus. Meja dan kursi yang terbuat dari beton itu sengaja di buat di taman untuk bisa digunakan oleh mahasiswanya berkumpul dengan teman sembari mengerjakan tugas. Meskipun mereka berada di taman, mereka tidak akan kepanasan karena ada pohon besar yang menaungi tiap tempat duduk.
“Dia siapa?” tanya Sarah kebingungan. Perempuan itu mengedarkan pandangannya untuk mencari siapa orang yang Prisa tanyakan. Ada dua meja di dekat mereka yang di tempati oleh mahasiswa lain. Satu meja di tempati oleh empat orang mahasiswi dan satu meja lagi di tempati oleh dua orang mahasiswa.
Prisa menarik matanya menatap Sarah yang malah mencari-cari keberadaan orang lain. Prisa mendengus sembari memutar bola matanya kesal. Tidakkah Sarah melihat ke mana arah pandangannya terlebih dahulu. “Di laptop gue,” beritahunya.
Rani dan Sarah menatap Prisa selama beberapa detik, kemudian mereka langsung merapatkan duduknya dengan Prisa sehingga mereka duduk berdempetan di bangku beton yang sama. Untungnya, badan mereka tidak ada yang besar sehingga masih muat meski sedikit sesak dengan Prisa berada di tengah.
Prisa memperbesar foto yang tengah dia lihat sampai berfokus hanya pada satu laki-laki yang sedari tadi membuat penasaran. Bukan. Bukan sedari tadi, melainkan sudah dari seminggu yang lalu. Laki-laki itu berhasil menarik perhatian Prisa selama acara malam keakraban di vila minggu lalu. Di antara banyaknya orang yang ada di sana, penampilan laki-laki itu tidak terlalu menonjol, terlihat biasa saja. Justru, laki-laki itu lebih banyak diam dan menyendiri, menjauhi kerumunan orang-orang yang sibuk bersenda gurau. Tapi, hal itu justru membuat Prisa merasa tertarik.
Dari minggu lalu Prisa ingin berkenalan dengan laki-laki itu, tapi dia tidak memiliki kesempatan. Laki-laki itu sering menghilang dan berpindah tempat dalam sekejap mata. Bukan. Dia manusia, bukan setan. Hanya saja, Prisa sering di ajak oleh teman di jurusannya untuk memainkan permainan atau sekedar di ajak mengobrol. Jadinya, fokus Prisa sering teralihkan.