Setiap kali seorang peserta selesai berbicara, hologram mereka akan menampilkan poin poin utama ide mereka. Tidak ada panelis dewasa, tidak ada ilmuwan atau pengusaha yang menilai mereka. Hanya sekumpulan anak muda brilian yang berdiskusi satu sama lain, menghargai pemikiran tanpa perlu validasi dari otoritas yang lebih tinggi.
Saat giliran Kaelyn tiba, namanya muncul di layar holografis. Ia menelan ludah, lalu dengan langkah hati-hati, ia naik ke panggung. Cahaya lampu sorot menyorotnya, dan ratusan pasang mata menatap ke arahnya.
"Aku ingin mengembangkan sistem pembelajaran adaptif berbasis AI," Kaelyn memulai dengan suara yang masih sedikit bergetar. "Sebuah sistem yang bisa memahami pola belajar individu, menyesuaikan materi sesuai kebutuhan mereka, dan membantu siswa belajar dengan cara yang paling efektif bagi mereka."
Kaelyn merasa lega saat akhirnya selesai menyampaikan ide di hadapan panelis dan peserta lainnya. Namun, perasaan itu berubah cepat saat salah satu panelis yang lebih senior, seorang pria berusia paruh baya dengan tampilan serius, mengangkat tangannya untuk memberikan tanggapan.
"Saya mengerti tujuan dari ide kamu, Kaelyn," kata salah satu panelis yang bernama Drayven. "Namun, di kota se maju Nox ini, kita sudah memiliki sistem pendidikan yang sangat efisien. Para siswa sudah didukung oleh berbagai teknologi canggih, termasuk AI yang membantu mereka belajar dengan cara yang sangat efektif. Sistem yang kamu tawarkan mungkin terdengar menarik, tetapi tidak akan memberi dampak besar atau cukup menguntungkan bagi kota yang sudah begitu maju."
Kaelyn merasa seolah seluruh dunia tiba tiba berhenti berputar. Kata kata itu menghantamnya dengan keras. Panelis lain pun mengangguk, seolah menegaskan pendapat yang sama.
"Sistem yang Anda usulkan memang baik untuk pengajaran individu, namun di Nox, kami membutuhkan ide ide yang bisa mengubah lanskap teknologi lebih besar lagi, yang dapat memberikan dampak langsung pada kemajuan kota ini," tambah panelis lainnya, Aerly. "Kami lebih membutuhkan solusi yang bisa mengoptimalkan teknologi yang ada, yang bisa berintegrasi dengan infrastruktur kita yang sudah sangat maju."
Kaelyn hanya berdiri di sana, merasa seluruh semangatnya mendadak sirna. Ia tahu idenya tidak sebesar beberapa proyek yang sudah disampaikan, tentu saja, banyak dari mereka berbicara tentang hal hal yang lebih canggih dan memiliki potensi keuntungan besar. Tetapi itu tidak berarti idenya tidak penting, bukan? Itu bisa membantu banyak siswa yang kesulitan belajar, yang terpinggirkan oleh sistem yang terlalu mengandalkan teknologi.
Namun, meskipun begitu, Kaelyn tahu satu hal, para panelis ini tidak melihat ke dalam inti masalah. Mereka lebih melihat pada keuntungan materi dan seberapa canggih teknologi yang dihadirkan.
Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, Kaelyn mengangguk pelan dan mundur dari panggung, rasa kecewa mengalir di dadanya. Ia kembali ke tempat duduknya dengan perasaan hampa, merasa seperti ide yang telah ia persiapkan dengan sangat hati hati itu tak dihargai sama sekali.
Namun, meskipun terdengar keras, penolakan itu tidak mematikannya. Kaelyn tahu bahwa ini bukan akhir, meskipun sulit untuk menghadapinya. Ia akan terus berusaha, karena ide idenya, meskipun tak diterima hari ini, tetap memiliki potensi untuk mengubah dunia.
Setelah penolakan terhadap ide Kaelyn, suasana ruangan terasa sedikit hening, dan beberapa panelis mulai merenung, seolah mencari arah baru. Tiba tiba, seorang lelaki dengan sikap percaya diri maju ke depan. Namanya adalah Drayven, dan ia telah menunggu gilirannya dengan sabar.
YOU ARE READING
Chrono Shutdown
FantasyDi kota futuristik bernama Nox, sebuah metropolis canggih yang dipenuhi dengan teknologi mutakhir dan kecerdasan buatan yang mengatur hampir setiap aspek kehidupan. Namun, pada suatu malam yang tampaknya biasa, tiba-tiba mengalami kegagalan total. S...
(2) EmotionAware Robotics?
Start from the beginning
