Prolog

368 21 2
                                        

Hii Semua!

Wellcome to my story

Terima kasih karena sudah mampir, semoga kalian enjoy dan menikmati jalan ceritanya.

Aku tidak menjanjikan untuk menyajikan kisah yang sempurna, tapi aku bisa memberikan komitmen untuk terbuka dan menerima kritik dan saran yang membangun cerita ini kedepannya.


Sebelumnya, aku sangat mengucapkan terima kasih karena kamu mau mampir ke cerita ini. Mungkin sebelumnya aku hanya ingin meminta komitmen pada setiap kalian yang membaca cerita ini untuk tidak menjadi pembaca yang pasif. Aku bukan haus falidasi untuk mempersombong diri dengan vote dan komentar di ceritaku. Tapi ini hanya sebagai bentuk refleksi diri terkait respon sebuah cerita yang aku tulis dan kalian nikmati, yang nantinya bisa sebagai bahan evaluasi dan mengembangkan diri.

Terima kasih dan selamat menikmati.

___________

⚠️ Disclaimer⚠️

This story contains themes of mature content, violence, and trauma that may be disturbing to some readers.

____________

Setiap orang ingin kendali

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Setiap orang ingin kendali.
Tapi tidak semua orang dilahirkan untuk memilikinya.

Di kota yang terus bergerak tanpa menoleh ke belakang, Rangkita menjalani hari-harinya di antara deadline kuliah, kerja paruh waktu, dan ruang-ruang sunyi yang tak pernah selesai ia pulihkan. Ia bukan pejuang dalam cerita besar. Ia hanya perempuan muda yang ingin bertahan—dan itu seharusnya cukup.

Di sisi lain, Lindra Dewaki Mahangga terbiasa menata dunia. Dengan hukum di tangan dan jam tangan yang tak pernah meleset satu detik pun, ia mengatur segalanya—kasus, klien, waktu, dan bahkan jarak antara dirinya dan siapa pun yang mencoba menyentuh hal-hal di luar logika.

Tapi logika tak bisa menyentuh tubuh seseorang. Dan waktu tak pernah cukup untuk menyembuhkan luka yang tidak pernah diakui.
Ketika jalan mereka bertemu di ruang yang seharusnya steril—antara pasal, etika, dan sisa malam yang buram—satu keputusan kecil menciptakan gema yang tak bisa dibungkam.

Kesalahan itu telah merenggut banyak hal—keadaan, energi, bahkan batas-batas kesadaran yang seharusnya tak tergores. Rangkita membelai tangisnya dalam sepi, memunguti sisa-sisa tenaga yang tercerai-berai untuk menemukan jalan keluar dari ilusi yang membelenggunya.

Kepalanya berdenyut, menyesali keputusan yang seharusnya tak diambil. Jika saja ia tak menghadiri perayaan ulang tahun temannya, mungkin semua ini tak akan terjadi. Tapi Rangkita tidak mabuk. Ia memang minum, namun setiap detail malam itu masih terekam jelas di benaknya—terutama saat Lindra Dewaki Mahangga menabraknya di ujung lorong bar. Pria itu, dengan wajah memerah dan napas berat, memohon bantuan. Ada sesuatu yang tidak terkendali dalam tatapannya, gairah yang mendominasi, menenggelamkan kewarasan.

Bodoh! Seharusnya ia bisa menghindar, seharusnya ia lebih sadar. Namun segalanya terjadi begitu cepat, terlalu asing dan menyesakkan. Kini, Lindra terlelap, seolah tak terjadi apa-apa—sementara Rangkita hanya bisa memeluk dirinya sendiri, terjebak dalam keheningan yang penuh luka. Seorang tenaga pendidik yang seharusnya mencerdaskan, justru menghancurkan batas-batas tubuhnya dengan kesewenang-wenangan.

Siapa yang patut disalahkan? Bukankah ia sudah mencoba menolak? Atau... apakah semuanya salahnya? Jika ia melapor pada pihak kampus, akankah suaranya didengar? Ataukah ia justru akan semakin dipermalukan? Dan yang paling menghantui—apakah beasiswa yang selama ini ia perjuangkan akan terancam?

 apakah semuanya salahnya? Jika ia melapor pada pihak kampus, akankah suaranya didengar? Ataukah ia justru akan semakin dipermalukan? Dan yang paling menghantui—apakah beasiswa yang selama ini ia perjuangkan akan terancam?

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Rangkita, 21 years old, a university student with a height of 166 cm. She is modest, resilient, and hardworking—balancing her studies while working part-time. She finds comfort in coffee and silence, both of which help her endure long, exhausting days. Quiet by nature, yet not easily broken. In her stillness, a quiet determination steadily grows.

Lindra, 35 years old, standing tall at 182 cm with a commanding presence

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Lindra, 35 years old, standing tall at 182 cm with a commanding presence. Always neat and composed, he's a perfectionist who thinks in logic, lives by discipline, and values punctuality with near-religious intensity. He never arrives late. Though rigid in demeanor, he is firm and structured—someone who keeps everything in tight order and doesn't easily relinquish control.



RANGKITAOnde histórias criam vida. Descubra agora