LXV

194 12 0
                                        

Ayla meninggalkan pesta pernikahan temannya dan segera meluncur ke rumah sakit.

Sambil berusaha untuk mengatur napasnya karena sedari tadi jantungnya berdegup sangat kencang, Ayla berusaha untuk tidak main kebut sana sini agar tidak mengalami hal yang tidak diinginkannya.

Ayla segera memarkirkan mobilnya di halaman unit gawat darurat rumah sakit, dan berjalan cepat memasuki UGD, celingkungan mencari keberadaan Geraldi.

"Maaf ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang petugas keamanan yang melihat Ayla dengan pakaian dan riasan yang masih on point.

"Saya cari pasien atas nama Geraldi Suryaatmadja" dengan bibir bergetar, Ayla menjawab pertanyaan petugas keamanan itu.

Dengan gerakan cepat, Ayla mengekor petugas keamanan yang langsung menanyakan keberadaan Geraldi pada perawat di nurse station.

"Ada di bed nomor enam. Mari ikut saya" seorang perawat segera mengantarkan Ayla.

Perasaan Ayla tidak karuan. Takut, khawatir, dan sedih bercampur jadi satu.

Begitu tirai dibuka, Ayla mendapati Geraldi terbaring ditempat tidur pasien dengan masker oksigen yang membantunya bernafas, infus yang tertancap ditangan kanan, dan pakaiannya yang terkena bercak darah.

Air mata yang sedari tadi Ayla bendung pecah begitu saja ketika mendapati Geraldi dalam kondisi terkapar dengan luka dan berbagai macam selang menempel di tubuhnya.

Ayla menangis dan memeluk Geraldi. Ia sudah tidak memikirkan lagi jika pakaiannya itu terkena noda darahh dari Geraldi yang Ayla tahu saat ini ia tidak mau kehilangan Geraldi. 

Beberapa bulan kebelakang ini sudah sangat menyiksanya. 

Sambil terus menangis Ayla memeluk Gerladi yang terlihat tidak sadarkan diri smpai Ayla merasa ada tangan yang menyentuh pundaknya. Ia menarik sedikit dirinya dari Geraldi dan mendapati Gerlaid berusaha memeluknya.

"Kok bisa kayak gini sih?" Ditengah tangisnya Ayla bertanya pada Geraldi. Menuntut penjelasan walaupun tadi perawat sudah menjelaskan kronolgi bagaimana Geraldi bisa berakhir di rumah sakit begini.

Walaupun terlihat samar, Ayla bisa melihat Geraldi tersenyum di balik masker oksigennya.

Dengan gerakan pelan Geraldi melepaskan sedikit masker oksigennya. 

"Jangan dilepas! Kamu nanti susah napas!" Ayla mencegah tangan Geraldi yang mulai menarik masker oksigen.

"Sedikit doang, gak akan bikin aku mati keabisan napas" ujar Geraldi dengan terbata-bata.

"Katanya gak mau ketemu aku lagi" ditengah keadaan begini pun Geraldi masih meledek Ayla.

"Yang bener aja aku gak ke sini pas keadaan lagi begini! Mana yang di kontak emergency kamu itu aku. Ya otomatis aku ke sini dong!" Sambil terisak Ayla menjawab ledekan Geraldi.

"Apa aku harus kecelakaan dulu, biar kamu mau ketemu sama aku?" Tanya Geraldi lagi.

"Aldi! Apaan sih! Aku tuh khawatir, panik setengah mati tau gak! Nyetir ke sini tuh aku berusaha banget biar gak ngebut-ngebut gak jelas di jalan" omel Ayla.

Geraldi tersenyum mendengar omelan Ayla.

Satu-satunya omelan yang ia rindukan. Dan omelan ketiga yang ia izinkan setelah Mama dan adik perempuannya. 

 Ayla kembali menarik masker oksigen Geraldi ke posisi semuka karena melihat geraldi agak sesak bernapas.

Dengan susah payah Geraldi mencoba untuk menyeka air mata Ayla.

"Maaf yah" ujar Geraldi.

"Buat apa?" Tanya Ayla balik dengan cepat.

"Maaf bikin kamu khawatir. Aku juga gak tau bakalan kayak gini kejadiannya" ujar Geraldi.

"Mobil kamu gimana? Kamu parkir dimana?" Sesaat kemudian Ayla mengkhawatirkan mobil Geraldi yang terparkir entah dimana.

Lagi-lagi Geraldi tertawa kecil.

"Kamu kenapa sih ketawa melulu daritadi. Kamu tuh bisa meninggal tau kalo misalkan gak cepet-cepet dibawa ke rumah sakit terus ditanganin begini! Kamu tuh kondisinya serius tau!" Omel Ayla lagi.

"Aku udah gak apa-apa" jawab Geraldi.

"Apanya gak apa-apa?! Pake oksigen begini, infus, belum lagi ini kepala kamu di perban! Bisa-bisanya kamu bilang kamu gak apa-apa?!" Mungkin pukulan yang cukup kencang di kepala Geraldi ini membuat otaknya sedikit konslet, pikir Ayla.

"Kalo udah ada kamu, aku udah gak apa-apa. I feel safe" ujar Geraldi.

Ayla terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya suara perawat menyadarkannya. 

"Permisi Bu, untuk oksigennya mau di ganti ya. Kita pakai selang aja ya. Pak Geraldi udah gak begitu kesulitan bernapas" ujar perawat yang mulai mengganti masker oksigen dengan selang oksigen.

Setelah perawat selesai dengan tugas, barulah Ayla kembali bertanya.

"Kamu tuh tadi kemana emangnya? Ngapain? Kok bisa sampe dijambret begitu hapenya. Terus sekarang hapenya mana?" Ayla tidak berhenti menyerocos.

"Aku kangen sama kamu. Jadi aku tadi pergi makan nasi goreng tek-tek yang deket kantor aku dulu. Inget gak? Yang kita gak sengaja ketemu soalnya kamu mau cari sepatu buat nikahan sepupu kamu" ujar Geraldi.

"Aku kangen kamu jadi aku jalan-jalan ke situ, terus makan di sekitar situ juga. abis itu aku jalan-jalan. Aku abis ngabarin adik aku kalo aku pulang agak malem. Ternyata di belakang udah ada dua orang yang ngincer hapeku. Belom sempet aku masukin hape ke kantong. Hapeku udah di jambret duluan, terus aku di pukul dari belakang. Aku sempet berusaha buat bangun tapi tangan aku di beset sama pisau" Geraldi pun menjelaskan kembali kronolginya.

"Hape aku udah sama aku lagi kok. Hapeku juga cuman ke gores dikit aja. Aku gak inget apa-apa lagi abis itu. Tau-tau cuman denger suara ambulans terus orang-orang coba buat ngangkat aku dan di oper kesana kemari" lanjut Geraldi.

"Terus orang tua kamu udah tau?" Tanya Ayla.

Geraldi menggeleng.

"Yaudah sini, hape kamu mana. Biar aku bantuin ke perawat biar bisa telfon orang tua kamu" ujar Ayla.

Geraldi menunjuk ponselnya yang tergelatak di laci kecil di sebelah tempat tidurnya. 

Ayla pun mengambilnya.

"Ini pin hape kamu berapa?" Tanya Ayla.

"1402" ujar Geraldi.

Kening Ayla berkerut.

"Jangan becanda! Ngapain pin hape kamu hari Valentine gitu?" Ujar Ayla.

"Soalnya di tanggal itu aku pertama kali ketemu kamu" jawab Geraldi lembut.

Ingin rasanya Ayla berteriak karena tidak mampu menutupi rona merah di pipinya walau masih sesekali menangis. 

"Ini, kasih tau nomor adik kamu atau Mama Papa kamu" Ayla menyodorkan layar ponsle geraldi ke wajah pria itu. 

Geraldi membuka kontak adik laki-lakinya. 

"Ini adik aku yang cowok, Nico. Hubungin ke dia aja. Manusia paling kalem di rumah. Kalo yang telfon Mama atau Papa atau Siska, yang paling kecil, bisa panik seisi rumah yang ada" ujar Geraldi.

Ayla pun segera berjalan untuk meminta perawat menghubungi keluarga Geraldi.

"Udah di telfon, adik kamu satu jam lagi sampe ke sini" ujar Ayla yang sudah tidak lagi menangis, namun masih dengan raut sedihnya.

"Aku pulang kalo adik kamu udah sampe"


Mr. FragileWhere stories live. Discover now