LX

161 5 0
                                        

"Kenapa diem aja? Kamu nyembunyiin apa dari aku?" tanya Geraldi dengan nada datar. 

"Aku gak nyembunyiin apa-apa dari kamu" jawab Ayla.

"Terus kenapa daritadi salah tingkah?" Tanya Geraldi balik dengan cepat.

"Dari kita masih di mall same sekarang udah balik kamu tuh selalu salah tingkah. Ada apa?" 

"Gak ada apa-apa!" Sahut Ayla yang sedikit membentak.

Geraldi mengerutkan keningnya.

"Kamu kenapa jadi marah gitu? Kalo gak ada apa-apa ya kenapa kamu marah gini responnya?" Tanya Geraldi kesal.

"Ya karena aku gak ada apa-apa sama Farhan tapi kamu daritadi nuntut penjelasan. Lucu 'kan?" Balas Ayla.

"Gak ada apa-apa?" Tanya Geraldi dengan nada tidak percaya. 

"Kamu pikir aku ga denger apa yang diomongin sama temen kamu?" Balas Geraldi. 

Ayla hanya bisa terdiam.

Berarti memang benar jika Geraldi sudah mendengar percakapannya dengan Fira tadi. 

"Udahlah, yah diomongin sama temenku tadi gak penting" Ayla melambaikan tangannya ke sembarang arah.

"Gak penting tapi kenapa kamu bisa sampe salah tingkah begini? Berarti ada sesuatu yang kamu tutupin dari aku kan?" Tanya Geraldi.

"Apa jangan-jangan kamu kemarin tuh susah dihubungin salah satunya juga karena ketemu lagi sama Farhan?" Geraldi sudah tidak bisa lagi menutupi rasa curiganya.

 "Kamu apa-apaan sih nuduh aku sembarang gitu? Aku tuh kerja terus dari kemarin, gak ada waktu buat ketemu sama temen! Buat diriku sendiri aja gak ada!" Ayla kali ini tidak bisa menahan emosinya.

"Ya kalo gitu jelasin dong ada apa sebenernya? Apa susahnya jujur ke aku kalo emang kamu gak ada apa-apa?!" Geraldi semakin menuntut penjelasan.

"Harus berapa kali aku bilang, gak ada apa-apa. Itu gak penting!" Ayla masih dengan jawaban yang sama. 

Geraldi menghela napas dan mencoba untuk tenang.

Walau kenyataannya ia tidak bisa tenang. 

Selama ini yang Geraldi tahu tentang masa lalu Ayla adalah Dion, mantan kekasihnya. Tidak ada lagi.

Baru sekarang ia mendengar nama Farhan dan itupun bukan dari mulut Ayla, namun dari orang lain.

"Udahlah, ngapain sih kita ngeributin hal gak penting kayak gini?" Ujar Ayla yang kemudian mendesah lelah.

Geraldi melirik ke arah Ayla, mendapati jika gadis itu berdiri dengan ekspresi lelah yang tidak disembunyikannya.

Entah lelah karena seharian ini pergi dengan Geraldi, atau lelah karena bertengkar dengannya. 

Tanpa membuang waktu, Geraldi pun segara berjalan menjauh menuju pintu utama unit apartemen Ayla.

"Aku pulang"

****

Setelah pertengkarannya dengan Ayla, Geraldi belum pernah lagi berkomunikasi dengan gadis itu.

Ayla pun tidak mencoba untuk menghubunginya. 

Entahlah, mungkin Ayla memang sibuk dengan pekerjaannya.

Namun Geraldi makin tidak bisa tenang karena terus terbayang ucapan teman Ayla kemarin.

Farhan menyukai Ayla dan kini tengah gencar berusaha untuk mencapatkan hati Ayla.

Bahkan seperti apa bentuk seorang Farhan pun, Geraldi tidak tahu. 

Apa ia harus menghadapi pengkhianatan untuk ke sekian kalinya? 

"Tapi Ayla gak mungkin kayak gitu. Gak, Ayla tuh gak kayak gitu. Masa iya Ayla diem-diem ada hubungan sama cowok lain" tanya Geraldi pada dirinya sendiri.

Harusnya ia konsentrasi bekerja, bukannya mengurusi hal ini. 

Namun jujur, hal ini sangat menganggu pikirannya. 

Entah dalam bekerja, atau hal lainnya.

Geraldi mengambil gelas yang ada di samping kanannya, lalu menenggaknya hingga habis. Berharap air yang ia teguk itu dapat meluruhkan pikirannya.

Namun usaha itu tidak berhasil.

Dahaganya hilang, namun tidak dengan isi pikirannya. 

Suara ketukan pintu membuat Geraldi tersadar dari lamunannya.

"Permisi Pak, ini pesanan makan siangnya" seorang office boy datang dan membawakan sebungkus makanan yang dipesan Geraldi sebagai makan siangnya.

"Oh iya, terima kasih ya. Oh sama satu lagi, bisa tolong isiin botol minum saya?" Geraldi mengambil botol minum berukuran besar miliknya.

Office boy tersebut menerima botol minum yang disodorkan Geraldi, kemudian keluar dari ruang kerjanya. 

Geraldi menghela napas dan berusaha untuk bisa berpikir lebih jernih lagi.

"Mendingan makan dulu, biar gak mumet-mumet banget" 

****

"Undangan dari siapa Ma?" Tanya Nico ketika Mama tengah membuka undangan yang masih terbungkus di dalam plastiknya.

"Ini, tetangga yang dibelakagn rumah kita. Gak persis belakang rumah kita sih. Anaknya nikah, ngundang kita" pelan-pelan Mama mengeluarkan undangan tersebut dari dalam plastik dan kemudian membukanya.

Geraldi duduk sambil bermain dengan ponselnya, berharap Ayla mengirimkan pesan padanya. 

Namun ditunggu punya tunggu, gadis itu tidak mengirimkan pesan apa-apa. 

Geraldi coba untuk mellihat sosial medianya, apakah Ayla ada update hari ini atau tidak, namun ternyata gadis itu sama sekali tidak ada update apapun.

Kayaknya Ayla emang beneran sibuk 

Ia pun memasukkan ponselnya ke saku celananya dan bergabung dengan keluarganya.

"Kita kondangan aja yuk minggu depan. Hari Minggu nih acaranya" ujar Mama melempar pandangan ke anggota keluarganya.

"Boleh" ujar Papa.

"Ayo aja, aku minggu depan gak ada agenda apa-apa kok" ujar Siska.

"Aldi gimana?" Tanya Mama.

"Bisa kok" jawab Geraldi dengan tenang. 

"Gak ada janji kencan di hari Minggu kan?" Siska meledek kakaknya.

"Kencana sama siapa?" tanya Geraldi balik pada adiknya.

"Yaa sama siapa gitu" balas Siska.

"Gak ada, gak ada kencan sama siapa-siapa" ujar Geraldi, dengan nada agak tegas.

Ia sendiri terkejut dengan nada bicaranya. Ia ingin mempertegas, namun terdengar seperti sedang marah.

Apa ia benar-benar marah dengan Ayla? Karena sudah menutupi keberadaan Farhan diantara mereka? 

Geraldi pernah mencoba untuk mencari tahu seperti apa rupa dari Farhan di sosial media Ayla. Namun tidak ada petunjuk. 

"Yaudah, kalo semuanya gak ada acara, minggu depan kita pergi kondangan rame-rame" ujar Papa. 

















Mr. FragileWhere stories live. Discover now