LXIV

153 7 0
                                        

Geraldi menikmati angin malam setelah menyantap nasi goreng tek tek yang tidak jauh dari kantor lamanya.

Sekaligus jadi tempat ia tidak sengaja bertemu dengan Ayla.

Sepanjang perjalanan, Geraldi menikmati hembusan angin malam, dan juga mengenang semua kenangannya dengan Ayla.

Entah kapan ia akhirnya akan memutuskan untuk melupakan Ayla, Geraldi tidak tahu. Ia masih ingin menikmati masa sedihnya ini.

Ayla beda yang lain.

Gadis yang satu ini tidak ragu untuk menunjukkan sisi lainnya. Spontan dan tidak dibuat-buat, serta banyak akal. 

Entah apa yang membuat Geraldi jatuh hati pada Ayla pun, ia tidak tahu pasti. Bisa tingkahnya, bisa perhatiannya, bisa manisnya.

Geraldi mendongak melihat langit Jakarta yang bertabur bintang dan disinari oleh cahaya bulan purnama.

Ia teringat Ayla kembali. 

Ayla yang artinya bulan. 

Doa yang disematkan orang tua Ayla benar-benar menjadi kenyataan.

Saat Geraldi merasa hidupnya terasa hampa, hanya hitam dan putih, tanpa ia duga Ayla datang kehidupnya, memberinya secercah harapan dan warna di hidupnya. 

Walau kini gadis itu ini sudah tidak ingin bertemu lagi dengannya, posisinya Ayla dihatinya sampai saat ini belum tergantikan. 

Ia tidak akan pernah menemukan Ayla di orang lain. 

Yang seperti Ayla, ya hanya Ayla, tidak ada yang bisa menggantikan gadis manis itu. 

Kadang ia berpikir, buat apa bertemu bila akhirnya dipisahkan? 

Buat apa menghabiskan waktu bersama jika pada akhirnya itu semua hanya tinggal kenangan yang tidak akan pernah bisa diputar ulang?

Namun inilah hidup. 

Ia menghela napas dan terus berjalan. Tidak langsung menghampiri mobilnya yang sengaja ia parkir agak jauh agar ia bisa lebih banyak berjalan-jalan begini. 

Malam minggu kali ini tidak terlalu ramai seperti biasanya. Mungkin karena musim hujan juga, jadi banyak yang berpikir untuk tidak berpergian. 

Geraldi berhenti sebentar untuk mengirimkan pesan ada adiknya bahwa mungkin ia akan pulang agak malam, jadi biar adiknya itu mengunci pagar rumah karena ia membawa kuncinya sendiri. 

Tanpa ia duga, ponsel yang belum sempat ia masukkan ke dalam saku celananya itu dirampas dari arah belakang. 

Belum sempat menyerang, Geraldi sudah tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu. 

****

Ayla memandang datar buket bunga pengantin yang tidak sengaja ia tangkap ketika Elena memintanya untuk menemaninya mengambil buket bunga yang hendak di lempar pengantin.

"Kayaknya emang beneran lu yang bakalan nikah duluan deh" goda Elena sambil menyesap red wine yang ia ambil dari sebuah bar yang berada ditengah-tengah ballroom hotel bintang lima itu. 

"Nikah sama siapa?" Tanya Ayla dengan sedikit mendengus.

"Geraldi" ceplos Elena tanpa berdosa sama sekali.

Ayla memukul lengan Elena agak kecnang karena menyebut nama pria itu.

"Kenapa? Mau lu coba lupain dia kalo emang masih sayang tuh ngaku aja! Gak usah denial" tanpa memperdulikan Ayla yang melotot ke arahnya, Elena tetap santai dengan minumannya.

"Lu yang dapet buket bunga tapi malah Farhan yang seneng. Padahal jodoh lu bukan dia" ujar Elena sambil menaruh gelasnya.

"Jadi kandidat aja enggak" lanjutnya.

"Gue masih gak abis pikir, ada ya manusia macem dia. Udah nyakitin, bukannya minta maaf, malah berharap bakalan balik. Iya sih, maksudnya bukan balikan layaknya orang pacaran. Mungkin maksud dia, balikan dalam artian kalian punya hubungan yang baik dulu, terus nanti baru deh dia lanjut" Elena dengan wajah tidak suka melihat ke arah Farhan.

Sedangkan Ayla tidak mau lagi melihat Farhan.

Manusia satu ini yang menyebabkan dirinya dan Geraldi bertengkar. Walau secara tidak langsung, namun kehadiran Farhan saat itu membuat Ayla dan Geraldi bertengkar agak hebat. 

Ia menghela napas.

Seandainya manusia kamperet itu gak perlu ada di mall yang sama, dan Fira gak perlu bawa-bawa dia. Dan dia juga gak ngejar-ngejar kayak gini, kayaknya sama Geraldi bakalan baik -baiak aja

Walaupun mungkin masih belum bisa bersatu karena restu orang tuanya, setidaknya, ia dan Geraldi memiliki hubungan yang baik-baik saja.

Ditengah lamunannya, Ayla dikejutnya dengan ponselnya yang tiba-tiba berdering dari dalam tasnya. 

Ia segera mengambil dan melihat siapa yang menghubunginya. 

Keningnya seketika berkerut ketika melihat siapa yang menghubunginya.

"Geraldi?" Ayla menatap nanar layar ponselnya, tanpa membuang waktu, ia segera keluar sebentar dari ballroom tersebut untuk mengangkat panggilan Geraldi.

"Halo?" Sapa Ayla ragu-ragu.

"Selamat malam, dengan Bu Ayla?" Tanya seorang pria disebrang sana.

Ini bukan suara Geraldi.

"Saya dengan perawat dari Rumah Sakit Medika Utama. Pak Geraldi mengalami kecelakaan, dan saya menghubungi Bu Ayla dari kontak daruratnya Pak Geraldi" penjelasan perawat tersebut membuat Ayla kaget seketika.

"Kecelakaan dimana?!" Dengan nada penuh tuntutan penjelasan Ayla bertanya pada perawat itu. 

"Pak Geraldi dibawa dengan ambulans. Menurut saksi mata, Pak Geraldi lagi jalan-jalan sendirian. Setelah buka hapenya, belum sempet dimasukkin ke kantong hapenya dirampas jambret dan dianiaya oleh pelaku. Ada luka di kepala bagian belakang karena benturan dan ada luka di bagian tangan karena benda tajam juga" jelas perawat itu dengan detail.

Ayla menahan air mata ketika mendengarnya. 

"Sekarang ada dimana?" Tanya Ayla.

"Maish di UGD Bu, sedang ditangani oleh dokter. Kami tunggu kehadirannya ya Bu"

Mr. FragileWhere stories live. Discover now