Sagara terdiam. Matanya menatap satu Resta. "Saya tidak bisa menjawabnya."

"Apa?" Resta mengepalkan tangan. "Kau menolak menjawab ku, Sagara?"

Sagara mengangguk takzim. "Ya. Saya menolaknya."

Resta menahan gemuruh di hatinya. Ia tidak boleh emosional. "Kau tahu, karena penculikan itu, separuh ingatanku hilang. Dan jika kau membantuku menjawab siapa pelakunya, penderitaanku akan berakhir."

Sagara tersenyum sekilas. "Tetap saja. Saya tidak akan mengatakannya."

"Sagara." Intonasi suara Resta langsung berubah. Matanya berkilat dingin, siap menghunus mata Sagara kapan saja. "Jawab."

Sagara mengerjap. Bukannya takut, ia malah terkekeh. "Itu membuat saya merinding. Tapi jawaban saya tetap sama. Saya menolak menjawabnya."

"Apa yang membuatmu menolak menjawabnya?"

"Itu karena..." Sagara berjalan mendekat. Tangannya bergerak menata poni Resta yang menutupi dahi. "Saya telah berjanji pada Anda."

"Padaku?"

Sagara membungkuk, mendekatkan bibirnya ke telinga Resta. "Saya berjanji pada Faresta Dewantara yang dulu."

Deg.

Sagara menegakkan tubuhnya kembali. Wajahnya berubah datar. "Saya tidak ada waktu. Saya harus pergi latihan kembali. Saya pergi dulu, Tuan Muda. Sampai jumpa."

Sagara berlari meninggalkan tempat latihan. Resta tergugu di tempatnya. Jantungnya hampir mencelos. Ucapan Sagara seakan memberitahu bahwa pemuda itu tahu kalau Resta sekarang bukan Resta asli.

"Sialan..." Resta mengusap wajahnya kasar.

***

Sagara melirik lewat pintu yang terbuat dari kaca. Pemuda itu belum pergi. Dia berhenti di depan ruang latihan, masih menatap tubuh Resta yang mematung di tempat.

"Maaf, aku tidak bisa menjawabnya, Resta." Sagara berbalik, berjalan menjauhi ruang latihan. "Itu karena kau sendiri yang mengatakannya padaku untuk tutup mulut. Aku selalu setia dengan apa yang aku ucapkan."

Sagara kembali menerawang ke masa lalu.

"Tuan Muda!" Sagara berlari memasuki ruangan. Dadanya bergemuruh melihat keadaan Resta yang mengenaskan.

"Anda baik-baik saja?!"

Resta mendongak. Matanya terlihat sayu. "Aku... haus."

Sagara berseru panik. Ia melepas tali di ikatan tangan Resta. "Kenapa Anda tidak melawan?"

"Aku malas," jawab Resta pelan. Pemuda itu merentangkan tangan, dan Sagara dengan sigap menggendongnya. "Lagian, aku tahu kau datang menolongku."

Rahang Sagara mengatup. "Bagaimana jika saya datang terlambat? Dan bagaimana jika saya tidak bisa menolong Anda? Anda akan membiarkan diri Anda mati begitu saja?"

Resta tertawa pelan dalam gendongan Sagara. "Mungkin."

"Sial."

Resta menampar mulut Sagara pelan. "Jangan mengumpat di depanku."

"Anda membuat saya mengumpat. Salahkan diri Anda sendiri."

ERROR [END]Where stories live. Discover now