Sejenak, mereka membayangkan masa lalu. Masa lalu menyenangkan tentang anak itu. Masa lalu sebelum tragedi mengenaskan terjadi.
"Dulu, kita pernah menyayanginya."
Deg.
"Saat ada ibu, aku sangat ingat bagaimana dia berusaha meyakinkan ayah, aku, Xavier dan kak Gabriel bahwa Resta adalah anak yang menggemaskan. Anak yang harus dimasukkan ke dalam silsilah anggota keluarga Dewantara meski dia lahir di rahim wanita yang lain."
Wajah Gaviel terlihat sedih saat mengingat mendiang istrinya. Mendiang istri yang begitu dia sayangi.
"Kita pernah menganggap keberadaan anak itu ada di antara kita. Sebelum kejadian itu terjadi. Tetapi, setelah ibu meninggal karena menolong anak itu— kita tanpa pikir panjang menganggapnya sebagai pembunuh. Kita langsung membenci anak berusia sepuluh tahun yang tidak mengetahui alasan mengapa kita menjauh."
Gabriel, Xavier dan Gaviel termangu saat satu per satu air mata turun dari pelupuk mata Sean. Meski air mata itu turun, Sean tetap menjaga wajahnya tetap tenang, meski suaranya terdengar bergetar.
"Anak itu telah mengalami masa sulit karena kita. Aku sempat membencinya, tapi jika aku pikir-pikir lagi, apa alasan aku membencinya? Karena dia pembunuh? Tidak. Mungkin melihat kalian yang menjauhinya, membuat aku yang saat itu masih labil ikut menjauhinya, bahkan rela tinggal di New York agar tidak memikirkan Resta."
Sean tercekat. Penyesalannya selama ini langsung muncul dalam semalam. "Jika aku jadi ibu, itu adalah tindakan wajar saat melindungi seseorang yang kita sayang. Aku tahu bahwa apa yang ibu lakukan benar. Aku tahu, tapi aku tidak bisa mengatakannya kepada kalian karena egoku."
Sean tiba-tiba berdiri dari kursinya, berlutut di hadapan Gaviel. Gaviel tertegun.
"Aku mohon... tolong sudahi ini. Kita telah membuat Resta yang dulu kita sayangi menderita. Kita membiarkan ego menyelimuti kita. Ayah... aku mohon, mari kita kembali ke anak itu."
Gabriel baru pertama kali melihat Sean menangis tersedu-sedu seperti itu, di bawah kaki ayahnya dengan kalimat permohonan. Tanpa sadar, ia mulai memikirkan kesalahannya selama ini.
Sean benar. Karena ego, Gabriel lupa bahwa dulu pernah menggendong tubuh kecil Resta dengan tawa yang bahagia.
"Resta bukan pemubunuh, ayah. Dia keluarga kita. Dia adikku. Dia anak ayah. Dia anak yang dilindungi ibu dengan nyawanya. Ja-Jadi..." Sean menggenggam erat tangan ayahnya.
"Jadi... meski itu berat, mari menebus kesalahan kita pada anak itu secara perlahan."
Gabriel seketika berdiri, ikut berlutut di hadapan Gaviel. Ia menunduk. Dia merasa tidak becus menjadi kakak. Entah kenapa dia yang harusnya menuntun adik-adiknya ke jalan yang benar— malah bertingkah seenaknya dengan mementingkan ego sendiri.
Dari dulu, Gabriel tahu meski Sean anak tengah yang jarang mendapatkan perhatian, dia tidak menyalahkan Gabriel dan Xavier yang lebih dipentingkan oleh ibu dan ayahnya.
Sean memiliki hati yang lembut. Dia tumbuh menjadi pemuda pintar yang tegas, bijak, namun karena kesalahan Gabriel— tidak, karena kesalahan ego yang menyelimuti keluarga Dewantara mengubah sosok Sean yang tegas, bijak dan baik hati itu.
Tapi kini, sosok Sean yang dulu telah kembali. Sosok Sean yang membawa keluarganya kembali ke jalan yang benar.
Xavier memandang kedua kakaknya yang berlutut. Ia mengalihkan tatapannya ke jendela. Dadanya bergemuruh. Air mata ikut turun tanpa permisi.
Selama ini, Xavier lah yang terlalu bertingkah berlebihan pada Resta. Benaknya menyuruhnya untuk meminta maaf pada anak itu secepatnya.
"Baiklah." Akhirnya Gaviel membuka suara. Ia memegang telapak tangan Sean dan Gabriel bersamaan.
ESTÁS LEYENDO
ERROR [END]
Novela JuvenilAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...
8 >> ERROR <<<
Comenzar desde el principio
![ERROR [END]](https://img.wattpad.com/cover/376563052-64-k551442.jpg)