05

1.6K 239 28
                                    

"Gadri!" panggilku kepada laki-laki yang sedang membaca novel tersebut.

Ia mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah tampannya kepadaku. "Kenapa, Fei?"

Aku terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian tersenyum malu memikirkan bahwa aku akan menyatakan perasaanku. Bukan, bukan perasaanku kepada Gadri. Ini mengenai perasaanku kepada Jidan. Perasaan suka yang bukan sekedar sebagai sahabat.

Aku ingin terlebih dulu memberitahu Gadri sebelum menyatakan perasaanku kepada Jidan. Alasannya karena hanya Gadrilah yang mengetahui rasa sukaku kepada Jidan.

Sambil tersenyum malu aku berbisik kepada Gadri. "Aku ingin menyatakan perasaanku kepadanya."

Gadri terlihat terkejut. Di mataku, Ia terlihat senang mengetahui bahwa akhirnya aku akan mengungkapkan perasaan yang sudah lama kupendam ini. Senyuman hangat yang selalu ia berikan terlihat sangat jelas saat ini. Ia benar-benar terlihat seperti seorang kakak laki-laki yang menyemangati adiknya.

"Semoga berhasil, Fei!"

Ia mengusap-usap puncak kepalaku, lalu memberikan sebuah ciuman di dahiku.

"Makasih, Dri!" teriakku, lalu pergi keluar dari kelasnya.

Gadri hanya tersenyum.

***

"Fei!" panggilan Jidan memutar balikkan tubuhku menghadapnya. "Udah lama nunggu?"

Aku menggeleng. "Gak, aku juga baru datang."

"Tumben kamu panggil aku kayak gini. Mau bicara serius?"

'Bicara serius'? Ah, mendengarkannya saja membuat sekujur tubuhku kaku. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja dan tidak mengharapkan dirinya memintaku untuk menjadi pacarnya. Hanya mau dirinya menerima bahwa aku memiliki perasaan seperti ini kepadanya.

Aku mengangguk. Aku memainkan jari tanganku tanpa sadar--suatu kebiasaanku saat sedang gugup--.

"Jadi, kamu mau bilang apa?"

Aku menatapnya dengan semu merah di pipi, sedangkan dirinya menungguku untuk berbicara.

"Mengenai perasaanku," jawabku, akhirnya. "Apa kamu sama sekali gak sadar kalau tingkah lakuku terlihat agak... berbeda?"

Kedua alisnya bertaut. "'Berbeda' gimana maksudmu? Dan aku juga gak ngerti apa yang kamu maksud dengan perasaanmu, Fei."

Aku menghela napas dalam-dalam sebelum menyatakan perasanku dengan lantang. Menyatakan perasaan secara langsung seperti ini benar-benar sulit. Tapi, aku tidak mau mundur. Aku harus berani mengatakannya. Hanya ada dua pilihan; sekarang atau tidak pernah sama sekali.

"Aku suka kamu, Jidan."

Aku menatapnya, menunggu respons darinya. Namun, Jidan sama sekali tidak bergeming sehingga membuatku melanjutkan perkataanku, "Aku senang saat dekat sama kamu. Aku senang saat kamu perhatiin aku. Ini bukan perasaan suka sebagai sahabat. Aku suka kamu sebagai-"

Drrrt.

Ponsel Jidan bergetar. Laki-laki itu segera mengambil ponselnya dari saku celana. Terpampang nama seseorang di layar. Namun, ia hanya melihatnya dan tidak berniat untuk mengangkat panggilan masuk tersebut.

"Siapa?" tanyaku.

Dia tidak menjawab. Dia masih melihat layar ponselnya yang masih bergetar.

"Kamu gak mau angkat?"

Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya dan lagi-lagi mengabaikan pertanyaanku. Ia menghela napas panjang sebelum ia menatapku. Bibirnya bergerak mengucapkan satu kalimat yang menohokku.

"Fei, Gadri itu orang yang baik."

Hening.

Kemudian, ia pergi meninggalkanku yang masih terdiam di tempat tanpa pergerakan.

Bukan itu yang ingin aku dengar.[]

***

a/n

Penjelasan: org yg nelpon Jidan itu Gadri, tapi Gadri gak tau kalo saat itu Fei lagi ngungkapin perasaanya. telpon dari Gadri itu "seakan-akan" kasih tau Jidan kalo Fei lebih baik sama Gadri.

Oiya, ini udah klimaks! silakan bertanya kalo bingung, hehe <3

PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang