Suara mesin motor yang berhenti di depan pintu kecil arah barat membuat Resta tersadar. Segera ia berlari ke sana, mendapati Kenzie dengan Ducati merahnya serta helm full face-nya.
"Ayo naik, bos!"
Resta naik ke jok belakang. Kenzie langsung menancapkan gas, meninggalkan perkarangan mansion Dewantara.
Di balik pohon luar perkarangan mansion Dewantara, kilau dari flash kamera terlihat di kegelapan malam. Orang itu menatap ponselnya, mengusap layar yang memperlihatkan seorang pemuda berjaket kulit hitam duduk di jok belakang motor ducati warna merah.
Orang itu mengetik beberapa nomor dan menekan tombol panggil. Butuh dua detik panggilan itu terjawab.
"Anak itu tanpa penjagaan sekarang."
"Bagus. Cari waktu yang tepat untuk beraksi."
"Oke."
"Haha, sialan. Aku tidak menyangka anak itu lah yang menjadi kelemahan Dewantara. Sebentar lagi keluarga itu akan hancur bersamaan dengan anak itu."
Orang itu langsung mematikan ponsel sepihak.
Di sisi lain, motor Ducati milik Kenzie memasuki perkarangan ilegal, tempat arena balapan diadakan. Kenzie memarkirkan motor, turun dan pergi bersama Resta menuju ke tempat teman-teman yang lain.
"Yo, bro! Akhirnya pangeran Resta muncul!" Levi mengangkat gelas yang berisi fanta merah. Resta yang melihat itu tertawa.
"Belum cukup umur, ya, makanya tidak bisa minum wine?" tanya Resta, membuat Levi tersedak.
"Sial! Umur kita belum legal." Levi mengambil satu gelas lagi dan menyodorkan gelas itu ke hadapan Resta. Pemuda itu menaik-turunkan alisnya. "Sabar, sabar. Lebih baik kau berlatih meminum fanta ini sebelum meminum alkohol."
Resta mendengus samar. Tangannya menerima gelas itu dengan senyuman kecil. Tatapannya meneliti sekeliling. Ada begitu banyak orang yang hadir. Sebagian dari mereka berbincang-bincang penuh tawa, sebagian yang lain berjoget dengan musik DJ yang mengiringi tarian mereka. Ada juga beberapa gadis dengan pakaian ketat tengah berkeliling memberikan minuman fanta.
Benar-benar dunia malam yang membara. Resta melirik arlojinya. Pukul 11 lewat 25.
"Kau mau ikut balap, Res?"
Resta menoleh ke arah Roni yang sibuk memandang beberapa gadis yang lewat. "Boleh."
Mendengar jawaban itu, Roni menoleh kaku. "H-hah? Serius?"
"Kenapa?" Resta menaikkan satu alis. Tangannya bergerak menuntun gelas di tangan ke mulut, mencicipi sedikit rasa dari minuman fanta.
"Y-ya karena sebelumnya kau hanya bilang ingin menonton dan selalu menolak jika ditawari," jawab Roni.
"Kali ini mungkin berbeda." Resta menatap ke arah rombongan orang-orang yang terlihat antusias. "Pangeran ini juga ingin menikmati pestanya."
Sebuah rangkulan mendarat di pundak. Tanpa menoleh, Resta tahu siapa pelakunya. Kenzie Altezza.
"Kalau begitu, mau meminjam motor Ksatria ini, pangeran?"
Levi tertawa mendengar nada tengil Kenzie. "Ksatria apaan anjir. Tampangmu saja tampang rakjel."
"Rakjel?" tanya Resta.
"Rakyat Jelata."
Disambut tawa oleh Roni dan umpatan yang keluar dari mulut Kenzie. Resta hanya diam, sesekali tersenyum simpul menanggapi. Rasanya malam ini ia bebas, walau beberapa waktu lalu mendengar perintah Gaviel yang melarangnya keluar kamar.
Tak terasa, waktu berlalu hingga hari sudah menunjukkan pukul 12 malam. Beberapa peserta balap duduk di motor masing-masing. Seorang gadis dengan bendera di tangannya berjalan di tengah-tengah garis start.
Suasana semakin ricuh kala bunyi derum motor saling bersahut-sahutan. Kemudian, teriakan yang terdengar seperti paduan suara menggema di seluruh arena.
"DANDELION BERAKSI!"
Resta yang ada di barisan para peserta melirik ke arah rombongannya.
"WALAU PANAS TERIK MATAHARI!"
"BERULANG KALI DANDELION BERAKSI—"
Sebuah senyuman kecil terbit di balik helm full face milik Kenzie. Resta semakin menekan gas yang membuat suara derum motornya terdengar berisik.
"—BAGI KAMI ITU LANGKAH PASTI!"
Gadis pemegang bendera bersiap menghitung, sedangkan suara anggota Dandelion masih bergaung.
"HARI-HARI ESOK ADALAH MILIK KITA!"
"SANG DANDELION, KEBANGGAAN RESTA!"
Semua tatap mengarah ke rombongan Resta. Supporter lain terpaksa diam saat suara rombongan Resta mendominasi suasana.
"CERDAS, CERDIK, SETIA, WIBAWA!'
Para peserta menancap gas kala kata mulai keluar dari mulut gadis pemegang bendera.
" —YANG SEMANGAT EMPAT LIMA!"
BRUUMM!
Tepuk tangan mengudara, membisingkan suasana malam yang gulita. Motor Resta berada di tengah-tengah pengendara lain, mencari celah untuk menyalip. Suara dari tribun mulai terdengar samar, jalanan hanya terlihat pohon-pohon.
Resta menggenggam stir erat, mencondongkan tubuh ke samping berniat menyalip di tikungan. Namun hal yang tak terduga, sebuah lampu mobil menyorot ke arahnya.
Semua orang yang menyaksikan di layar lebar menahan napas saat mobil menghantam salah satu peserta.
"RESTA!"
TIIINN!
BRAAK!
***
Sean mengobrak-abrik lemarinya seakan sedang mencari sesuatu. Namun, karena tak kunjung menemukannya, pemuda itu beranjak ke kamar sang adik.
Xavier yang sedang belajar di meja belajar terlonjak kaget saat Sean mendobrak pintunya. "Apa sih, kak?"
Sean menatap Xavier penuh harap. "Kau melihat jaket kulit hitam punyaku?"
Sebuah gelengan Xavier berikan. "Mungkin di kamar Resta. Bibi selalu salah meletakkan jaketmu ke kamar anak itu."
"Resta?"
Xavier mengangguk. "Bukankah Resta juga punya jaket kulit hitam sepertimu? Mungkin bibi salah meletakkannya lagi. Soalnya kemarin aku melihat dua jaket kulit hitam di tumpukan baju kotor."
Sean menghela napas kasar. Pemuda itu langsung keluar dari kamar Xavier. Xavier menggerutu saat kakaknya pergi tanpa menutup pintu. "Setidaknya tutup pintu sebelum pergi, kak!"
Suara Sean terdengar menyahut dari luar. "MAAAAFF!"
Sean mengetuk pintu kamar Resta. Tidak ada jawaban. Sean berdecak kesal saat jam tangannya menunjukkan pukul 11 lewat 40. Dia ada janji pergi bersama temannya ke arena balap yang terletak di pemukiman yang jarang penduduk.
Sean memutar knop pintu. Pemuda itu mengerjap. Tidak terkunci?
Saat Sean membuka pintu lebar-lebar, yang ada hanya ruangan gelap yang menyambutnya. Sean bergerak ke tempat saklar, menghidupkan lampu.
Ruangan yang gelap tiba-tiba terang. Namun, fokus Sean langsung tertuju ke arah kasur.
"Resta...?"
>> ERROR <<
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR [END]
Fiksi RemajaAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...
4 >> ERROR <<
Mulai dari awal
![ERROR [END]](https://img.wattpad.com/cover/376563052-64-k551442.jpg)