"Resta, tunggu!" Suara Gaviel meninggi, bersamaan dengan pria itu yang berdiri, menghadap Resta yang tiba-tiba berhenti di pertengahan anak tangga.
Resta membalikkan tubuhnya, memandang Gaviel angkuh. "Apa?"
Tatapan itu... Gaviel mengepalkan tangannya. "Ayo berbicara."
"Apa yang harus dibicarakan?"
"Tentang keributan yang kau timbulkan."
"Kak Xavier bisa menjelaskan."
"Aku ingin mendengarnya dari mulutmu."
Resta menggeram dalam hati. Terpaksa ia mematri langkah menuruni tangga, menghampiri manusia yang berdiri melingkari meja bundar. Resta menatap mereka satu per satu. "Apa yang ingin kalian dengar dariku?"
PLAK!
Semua orang terbelalak. Tangan kekar itu dengan bebas mendarat di pipi mulus Resta. Resta menegang, rasa amis terasa di mulutnya. Nyeri dan sakit berpadu menjadi satu, menciptakan rasa hangat dan pipi Resta terasa kebas.
"Apa..." Resta mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Ia syok. Syok karena tubuh yang ia tempati lemah. Langsung berdarah hanya karena satu tamparan.
"Ayah, itu keterlaluan." Gabriel berusaha menahan gemuruh di dadanya. Ada rasa asing yang menggerogoti dirinya saat melihat wajah itu ditampar oleh ayahnya. "Kita bisa bicarakan—"
"Kau tidak boleh keluar kamar." Suara Gaviel menghentikan ucapan Gabriel. Nadanya terdengar dingin, tak ingin dibantah.
"Pergi ke kamar. Sekarang!"
Resta membalas tatapan murka Gaviel dengan tenang. "Alasan aku dikurung apa? Berikan alasan yang logis, ayah."
"Alasan?" Gaviel terkekeh sinis. "Setelah kau menghancurkan Dewantara, setelah kau menjatuhkan reputasi Dewantara yang susah-susah aku bangun dari nol! Dan kau!"
Jari telunjuk Gaviel mengarah pada Resta. "Kau malah dengan tidak tahu malunya menghancurkan Dewantara. Kau tidak akan bisa hidup tanpa ada Dewantara di hidupmu!"
"Aku?" Resta menunjuk dirinya sendiri, menyunggingkan senyum miring. "Tidak bisa hidup tanpa Dewantara?"
"WHAT THE F*CK— in your dream, boss!" Tawa remeh Resta mengudara, menggema di sekeliling hingga terdengar di lantai atas.
"Dewantara-lah yang tidak akan bisa hidup tanpa diriku!" Resta berbalik badan, melemparkan tatapan tajam pada mereka semua. Melangkah menaiki tangga, membanting pintu kamar dan menguncinya dari dalam.
Resta mengusap darah di ujung bibir. Sial, ini sakit sekali.
Resta muak. Resta muak dengan tubuh yang lemah. Saking lemahnya, air mata tertumpuk di pelupuk, lantas mengalir dengan bebas di pipi mulusnya.
Resta benci lemah. Selama hidupnya, ia selalu bisa mengontrol perasaan pemilik tubuh asli. Tapi untuk sekarang terkecuali. Tubuh Resta meluruh, menggigit lengan agar suara isakan tidak terdengar.
Resta muak karena dirinya yang menangis hanya karena tamparan.
Brengsek. Dasar lemah.
***
Di ruang tengah, Gabriel menghela napas gusar. Pemuda itu mengusak rambutnya frustrasi. "Aku tidak menyangka ayah melakukan kekerasan pada anak yang di dalam nadinya teralir darah Dewantara."
Gaviel duduk dengan perasaan gundah. Ia kelepasan. Sumpah serapah ia berikan untuk dirinya dalam hati. "Ayah tidak bisa mengontrol emosi ayah. Kau tahu sendiri seberapa berharganya Dewantara bagi ayah. Dewantara yang menjadi saksi penderitaan ayah selama ini."
YOU ARE READING
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...
4 >> ERROR <<
Start from the beginning
![ERROR [END]](https://img.wattpad.com/cover/376563052-64-k551442.jpg)