"Aku hanya merokok sebatang, bukan satu kotak."
Sagara tak peduli. Tatapannya berpendar ke sekeliling, dimana anak-anak yang ada di dalam sana memusatkan pandang ke arahnya. Mata Sagara mengernyit melihat banyak dari mereka yang memegang rokok.
"Aku memberi peringatan. Siapa saja yang memberi Resta rokok, dia harus berhadapan denganku."
Semua orang saling pandang, seakan mendengar perkataan yang aneh.
"Siapa kau berani memerintah kami?" Javi membuka suara, mewakili teman-temannya.
"Tidak ada yang boleh memerintah kami selain Resta," kata Kavio, meletakkan gitar ke samping tubuhnya.
Sagara menatap Resta yang hanya diam saja, seakan tidak peduli apa yang terjadi. Melihat tatapan Sagara, Resta menaikkan satu alisnya menantang. "Kenapa menatapku? Perintah saja mereka jika kau bisa."
Resta menyeringai. "Mereka tidak akan mendengarkanmu, kecuali aku yang memerintah mereka."
Tuan Muda licik ini... Sagara menghembuskan napas kasar. "Ayo keluar."
"Tidak mau."
"Aku akan membelimu permen sebagai pengganti rokok."
"Aku benci yang manis-manis."
"Kalau begitu, seblak?"
Resta terdiam. Ia melirik Sagara lewat ujung mata. Entah kenapa mendengar kata seblak, ia langsung tergiur. "Oke."
Semua orang termangu mendengar persetujuan Resta. Tak tanggung-tanggung, Kenzie dan Levi seketika berdiri. "Yang diajak cuma Resta doang?!"
Sagara menatap mereka kesal. "Kalian tidak diajak."
"Yak! Resta, ayo traktir kami seblak!" teriak Kenzie, berlari menghampiri Resta. Tatapan pemuda itu memohon.
Levi ikut berlari, berdiri di sisi kiri Resta. Memasang wajah seimut mungkin, berharap Resta luluh. Namun yang ada, hanya tawa ringan yang mengudara.
Resta menggelengkan kepalanya heran. "Oke. Aku akan mentraktir kalian."
"Yeay!" Semua orang di sana berteriak kegirangan.
Melihat itu, Sagara mendengus kesal. Niat hati ingin mentraktir Resta, malah anak itu yang mentraktir orang lain. Yah, salahnya juga punya niat mentraktir anak orang kaya. Terlebih anak itu adalah anak majikannya.
***
Xavier melirik jam yang berdetak di dinding kelas. Jam itu masih menunjukkan pukul dua siang. Masih ada dua jam lagi sebelum bel pulang berbunyi.
Pemuda itu membuka ponsel, melihat isi chat group keluarga. Sang ayah yang memerintah semuanya untuk kumpul di ruang tengah nanti sepulang sekokah.
Xavier mematikan ponselnya kembali, menautkan kedua jemarinya, meletakkannya di bawah dagu. Pikirannya melayang ke kejadian beberapa waktu lalu. Ucapan Resta benar-benar mengusik dirinya.
"Bunuh aku jika kamu mempunyai mental untuk jadi pembunuh, kak."
Kata itu keluar dengan berani. Keluar seakan tidak ada beban. Mengudara seakan kata itu tidak ada artinya. Nada yang terdengar sombong, seperti anak itu sudah mengalami banyak hal— dan ya, Xavier tidak ingin memikirkan anak itu lebih lanjut.
YOU ARE READING
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...
3 >> ERROR <<
Start from the beginning
![ERROR [END]](https://img.wattpad.com/cover/376563052-64-k551442.jpg)