"Apa kamu ingin memukul saya seperti yang kamu lakukan kepada guru lain?" Pak Baron mengepal tangannya. "Kalau begitu, pukul. Pukul saya karena saya tidak takut dengan kekuasaan yang kamu miliki. Kamu hanya anak ingusan yang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kekuasaan!"
Resta mengerjap, kemudian terkekeh pelan. Kekehannya itu membuat jam di dinding kelas berdetak seperti melambat. Patokan udara di sekitar yang dirasakan para murid di kelas semakin tipis. Semua orang sudah menduga bagaimana nasib Pak Baron kala sebuah tangan bergerak mengambil ponsel ke dalam saku celana.
Nada dering terdengar dari ponsel itu. Tak membutuhkan waktu lama, panggilan itu terjawab. Resta sengaja menekan tombol speaker.
"Ada apa, Tuan Muda?"
"Aksa." Resta meletakkan jari telunjuk ke depan bibirnya, menyuruh Pak Baron untuk diam kala melihat pria itu hendak membuka suara.
"Ya, Tuan Muda?"
"Datang ke ke kelasku."
"Ya? Ta-Tapi—"
"Sekarang."
Panggilan diputuskan secara sepihak. Resta mengantongi ponselnya itu kembali, menatap Pak Baron dengan seringai tipis. Jika itu Resta yang dulu, maka anak itu tidak akan segan melayangkan tinju pada siapa pun yang mengusiknya, termasuk guru kimia yang ada di hadapannya saat ini.
Tetapi, Resta yang sekarang tidak akan melakukan itu. Dia tidak rela mengotori tangannya untuk menonjok wajah menyebalkan Pak Baron. Tepat saat pintu kelas terbuka dan perawakan Aksa muncul, jari telunjuk Resta mengarah ke arah Pak Baron.
"Pukul."
Deg.
Aksa langsung berlari menerjang Pak Baron. Tubuhnya seakan langsung merespons perintah itu. Sebuah pukulan mendarat di pipi kiri Pak Baron, membuat tubuh pria itu ambruk, menubruk lemari yang ada di belakangnya. Semua orang terkesiap.
"Tendang."
Suara Resta kembali mengalun dengan halusnya. Dan lebih anehnya, tubuh Aksa bergerak dengan sendiri, melaksanakan perintah dari sang empunya suara.
Dugh!
"Injak."
Suara itu membuat Aksa hanyut dalam perintah Resta.
Dugh!
"Tarik rambutnya."
Aksa menarik rambut Pak Baron.
"Dan hantam kepalanya ke dinding."
Dugh!
"Lagi."
Dugh!
"Dan lagi."
Dugh!
Resta tersenyum puas. Darah mengalir di pelipis Pak Baron. Resta berjalan mendekat, berjongkok, tertawa pelan melihat tatapan mengenaskan guru itu.
"Bukankah aku sudah bilang?" Jari telunjuk Resta mengangkat dagu Pak Baron, menyuruh pria itu menatap ke arah matanya.
"Bapak harus mempertanggung jawabkan apa yang bapak katakan." Resta tersenyum manis. Saking manisnya sampai membuat orang bergidik ngeri. "Bukankah itu tugas guru?"
YOU ARE READING
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...
3 >> ERROR <<
Start from the beginning
![ERROR [END]](https://img.wattpad.com/cover/376563052-64-k551442.jpg)