Suara notifikasi ponsel Gabriel mengalihkan fokus kedua orang itu. Tangan kiri Gabriel bergerak membuka ponsel, dan langsung disuguhi spam chat dari adik keduanya, Sean.

Hei, kak. Lihat kegaduhan yang adik bungsu kita lakukan.

Jempol Gabriel menekan foto yang dikirim Sean padanya. Tepat saat itu juga, ia tersedak, melebarkan mata kala melihat foto itu.

Sepertinya kali ini yang ia lakukan berhasil menarik perhatian kita, kak.

Anak itu baru saja melempar bom waktu untuk keluarga Dewantara.

Aku kesusahan karena teman sekampusku gencar menanyakan anak itu.

Gabriel tiba-tiba berdiri, membuat Razel sontak mendongak. "Kau kenapa—"

Tak memberi sepatah kata pun, Gabriel berlari meninggalkan Razel dan mi instannya. Keluar dari kantin perusahaan sembari menekan nomor seseorang di ponsel. Di sela lariannya, suara Gabriel terdengar memerintah seseorang di seberang sana. "Suap wartawan dan para netizen agar menghapus berita itu. Ini perintah."

Sepertinya Gabriel harus berterimakasih pada orang yang baru saja membuat kegaduhan itu. Berkat orang itu, pekerjaannya bertambah. Berkat Faresta, ia harus meninggalkan aktivitas makannya. Sialan.

***

Satu hal lagi dalam kamus Resta, manusia adalah makhluk yang paling mudah dibaca. Dimulai daru gerakan mata, gestur tubuh, serta ritme suara yang berubah-ubah.

Di dalam ruangan yang terdapat beberapa manusia, terdengar helaan napas berat yang saling bersahutan. Resta berdiri di depan guru pria yang menatapnya penuh geraman. Guru itu Pak Baron, guru kimia kelas XI IPA 1 sampai XI IPA 4.

"Apa yang bapak katakan barusan?" Satu tangan Resta masukkan ke dalam saku celana abu-abunya. Mata pemuda itu menatap datar guru kima yang berdiri di hadapannya.

"Apa perkataan saya kurang jelas?" Pak Baron nenatap Resta seakan-akan anak itu adalah barang yang hina. "Di pelajaran saya, saya tidak membutuhkan murid seperti kamu yang hanya mencari ribut. Keluar."

Resta diam, matanya mengobservasi bola mata Pak Baron yang bergerak tak tentu arah. Seutas kurva tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman keji. "Apa bapak bisa mempertanggung jawabkan apa yang bapak katakan barusan?"

Suasana semakin tegang saat jemari itu bergerak menyisir poninya ke belakang. Semua murid menahan napas. Mereka seakan dipaksa menonton pertunjukan dadakan yang ada di dalam kelas. Dengan Resta dan guru kimia sebagai aktornya.

Bibir Pak Baron berkedut mendengar perkataan Resta. Resta adalah anak yang terlihat sempurna di matanya. Sempurna karena ia melihat dinding-dinding emas yang mengelilingi anak itu. Dan, Pak Baron membenci itu.

Anak bermasalah seperti Resta harus diberikan sanksi. Tapi pihak sekolah bahkan tidak berani menyentuh anak itu seujung jari pun. Itu membuat ia geram melihat sistem sekolah yang buta dengan hal-hal berbau uang.

Uang melindungi Resta. Anak itu memiliki kekuasaan yang tidak ia punya. Resta mempunyaj uang banyak dibanding dirinya yang kerja siang dan malam. Gelenyar kebencian masuk ke dalam relung hati Pak Baron, meninggalkan rasa yang disebut iri dengki.

ERROR [END]Where stories live. Discover now