"Stop!"
Beruntungnya Xavier tidak langsung mengerem mendadak. Melajukan motornya pelan ke arah pinggir terlebih dahulu, barulah berhenti.
Xavier menoleh ke belakang sambil membuka kaca helm dan merasakan pergerakan turun dari orang yang di boncengnya. "Ngapain turun di sini sih, Sha?"
Lesya merapikan roknya yang sempat kusut dan menoleh ke arah Xavier. "Ya terus dimana? Di sekolah? Gila kali, ya."
Xavier menghela napasnya kesal, menatap Lesya malas. "Salah emang?"
"Ya, kalo di sekolah nanti malah jadi pertanyaan, Xavieerrr!" balas Lesya geregetan. "Pasti mereka pada ngehujat gue. Lo tega?"
"Enggak," balas Xavier cepat dengan suara pelan. Membuat Lesya tersenyum lebar dalam hati.
"Ya udah, sana lo jalan duluan," Lesya mengusir sambil menggerakan tangannya mengusir Xavier.
"Terus lo ke sana jalan kaki?"
Lesya menganggukan kepalanya kalem.
"Capek, dong?"
Lesya mengernyitkan keningnya, menatap Xavier bingung. "Lo kenapa, sih? Suka sama gue, ya?"
"ENGGAK!" Xavier sampai keceplosan. Merapatkan bibir dan merutuk dalam hati atas kecerobohannya. "Mana ada, anjir?"
"Lagian care banget sama gue," balas Lesya.
"Ya, kan—"
"Udah, mending lo jalan sekarang aja, deh. Biar gue nggak telat juga," ucap Lesya memotong perkataan Xavier yang belum selesai.
"Ck! Iya-iya. Tapi, bentar! Gue mau nanya. Malem itu lo jalan sampe kemana? Kok, ninggalin gue? Udah gitu chat gue nggak dibales lagi."
Lesya menggaruk pelipisnya sambil meringis. "Gue juga nggak tau."
"Tapi, lo nggak papa, kan?"
"Enggak papa. Aman. Tenang aja."
"Terus pulangnya naik apa?"
"Taksi."
Lesya sedikit memiringkan kepalanya melihat Xavier yang manggut-manggut. "Udah?"
"Apanya?"
"Nanyanya."
"Udah. Emang lo mau gue tanyain apa lagi?"
"Enggak ada, sih. Cuman ... lo kapan jalan? Atau mau gue yang jalan duluan?"
"Iya-iya ini jalan!" seru Xavier kesal. Memutar kembali kunci motornya. Dari tadi Lesya terus-terusan mengusirnya. Namun, sebelum melajukan motornya, Xavier kembali menatap Lesya.
"Kenapa sih lo takut sama mereka? Lo 'kan lebih kuat. Sampai kapan nutupin jati diri lo?"
"Sampai semuanya terungkap."
•••
Alby menoleh, menatap Xavier yang duduk di sampingnya dengan sorot mata bingung dan alis tertaut samar. "Sejak kapan lo suka main rubik?"
"Sejak hari ini," jawab Xavier sekenanya. Pura-pura fokus bermain rubik yang sebenarnya dia sendiri juga tidak tau menyamakan warna-warna tersebut sambil menunggu seseorang masuk ke dalam kantin.
"Katanya kalo mau memahami perempuan harus main ini," kata Xavier.
"Kata siapa, anjir?" sahut Bastian dengan alis tertaut tajam, merasa apa yang keluar dari mulut Xavier tuh cuman ngasal.
"Kata gue. Soalnya rubik nih rumit, sama kayak memahami cewek," balas Xavier.
"Kalo lo bisa mainnya mah nggak susah. Lagian dapet pemikiran darimana sih cewek rumit harus bisa main rubik? Random amat lu," kata Natha.
YOU ARE READING
Dangerous Nerd
Fantasy#AREGAS SERIES 2 Lesya yang merupakan seoarang cold girl yang memiliki mata setajam elang dan disegani anak buah Papanya berubah menjadi gadis cupu yang masuk ke dalam sekolah swasta elite dan terkenal di Ibukota untuk mencari tau alasan meninggalny...
•| Chapter 24 |•
Start from the beginning
