•| Chapter 21 |•

Start from the beginning
                                        

"Enggak usah," tolak Lesya. "Lo kasih ke yang lain aja. Gue mau pulang."

"Gue anterin. Tapi, lo makan dulu abis itu minum obat. Bisa nggak sih nurut?"

Lesya mendelikan matanya. "Gue udah nurut ya sama lo. Tadi pas di gendong, gue nurut nggak?!"

"Harus! Demi kebaikan lo. Lo lagi sakit, Quinnshaaa. Jadi, lo harus makan abis itu minum obat. Janji! Gue bakal anterin lo pulang," ucap Xavier gemas.

"Sok peduli lo!"

Lesya menatap sebal. Kembali duduk dengan tangan terlipat di atas meja, wajahnya merengut.

Xavier menghela napas sabar menghadapi bocil cantik ini. "Gue beneran peduli," katanya lirih.

•••

Seorang laki-laki berjalan memasuki sebuah rumah besar yang tampak sepi. Sepertinya anggota keluarga di rumah ini berada di dalam kamarnya masing-masing. Terbukti saat dirinya melewati sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, terdengar suara desahan.

Lelaki itu mendecih sinis. Hubungan belum sah, tapi mereka sudah sering melakukannya.

Tak menghiraukan yang terjadi di dalam kamar tersebut. Kakinya terus melangkah menuju pintu kamar yang ada di ujung. Pintunya juga tidak tertutup rapat, sehingga dia dapat mendengar suara dari dalam sana.

"Terus facial wash yang gue mau ada nggak?"

" ... "

"Ah, elah! Di rumah gue soalnya udah abis banget. Beli online datengnya juga baru bisa besok."

" ... "

"Di tempat lain nggak ada emang? Cariin lagi kek!"

" ... "

Cewek itu mendengus kesal. Tak sengaja melihat ke arah pintu kamarnya. Dia berteriak kecil. Ponselnya sampai mau terjatuh.

"Ziv? Kenapa?"

"Halo, Ziv? Kedengeran nggak suara gue?"

Dengan susah payah Ziva menelan ludahnya ketika salah satu orang yang paling di hindarinya berdiri di ambang pintu kamarnya, sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam dengan langkah pelan membuat jantungnya berdegup kencang.

Ziva berkeringat dingin saat tangan besar dan kasar laki-laki itu membelai wajahnya, dari pipi, bibir dan dagu. Mengajak wajahnya mendongak.

Tubuhnya menegang kaku. Suara temannya dari sebrang telepon terus terdengar memanggil namanya.

Laki-laki itu menarik tangan Ziva yang menggenggam ponsel, kemudian mematikan sambungan telepon tersebut dan menjauhkan dari pemiliknya.

"I miss you," ucapnya. Perlahan mulai naik ke atas ranjang.

"Eng-eng kak Zegra ..." Ziva meringis menahan tangis. Bergerak mundur saat laki-laki bernama Zegra itu terus mendekati tubuhnya.

"Aku kangen kamu, Sayang ..." ucap Zegra, menatap Ziva dengan sorot mata sayu. Terbakar gairah melihat pakaian yang dikenakan Ziva. Tanktop warna hitam dan sedikit memperlihatkan payudaranya serta hotpant berwarna senada.

"Eng-enggak mau, Kak Zegra." Ziva menggelengkan kepalanya dengan perasaan takut. Air matanya tumpah saat dirinya berusaha kabur, tapi Zegra berhasil menarik kakinya.

Kini, posisi Ziva berada di bawah kungkungan Zegra. Ziva berusaha memberontak, mendorong-dorong wajah dan tubuh Zegra yang hendak mencium bibirnya.

"Enggak mau, Kak!"

"Diem, Zivaa ... Kakak kangen sama kamu."

"Kak, please! Jangannn!"

"Kakak mau kamu malem ini," ucap Zegra disertai desahan. Napasnya sengaja dia dekatkan pada telinga Ziva. Memancing gairah cewek itu.

"ENGGAK MAU, KAK! HIKS!"

•••

Menurunkan standar, kemudian melepaskan helm. Membiarkan rambut panjangnya tergerai. Gadis itu turun dari atas motor dan mulai berjalan masuk.

"Eh, Neng!"

Lesya menoleh, menganggukan kepalanya dengan senyuman tipis pada penjaga makam yang sedang ngopi.

"Biasa, ya?" tanya penjaga pemakaman yang sudah terbiasa melihat Lesya selalu datang malam-malam mengunjungi makam saudaranya.

"Iya, Pak. Saya duluan, ya."

"Ada temennya juga kok di dalem," kata penjaga memberitau.

Kening Lesya mengernyit. Seketika merasa sangat penasaran siapa orang yang berani seperti dirinya datang ke makan malam hari.

Langkahnya seketika terhenti jauh di belakang tubuh seorang cewek yang sedang menangis di samping makam saudaranya, terdengar sangat pilu dan menyayat hati.

"Hiks! Hiks! Hiks! Kenapa lo harus pergi, sih?"

"Lo nggak mikirin gue di sini?"

"Gue butuh lo Ziosss! Selalu butuh lo!"

"Kalau nggak ada lo, gue harus pergi kemana?"

"Gue takut, Zios! Gue takut pulanggg!"

Lesya berbalik pergi. Tidak jadi mengunjungi rumah saudara kembarnya. Karena ada yang lebih butuh Zios ketimbang dirinya yang sekedar merasakan rindu.

'Kehadiran kamu sangat berarti di hidup mereka, Zios. Aku harap kamu denger dari atas sana.'

Dangerous NerdWhere stories live. Discover now