•| Chapter 19 |•

Start from the beginning
                                        

"Yah, batrenya abis," keluh gadis itu.

Tak menemukan benda penting di kamar saudara kembarnya lagi. Lesya memutuskan pergi dari sana. Membawa buku diary dan ponsel milik Zios.

•••

Motor sport milik Lesya berhenti di basement. Setelah menurunkan standar motornya, Lesya segera berjalan menuju lift, menekan tombol lantai dimana kamarnya berada.

Sambil menunggu liftnya berhenti, Lesya bermain ponsel. Membaca satu persatu pesan yang masuk dan belum sempat dibacanya, lalu beralih pada file-file perusahaan yang harus dipelajari.

Sampai pintu lift terbuka, Lesya masih fokus pada ponselnya. Namun, dia tetap melangkah keluar tanpa melihat ke depan lagi.

"Halo, Quinnsha."

Langkahnya langsung terhenti saat suara familiar menyapanya. Gadis itu mendongakan kepala melihat seorang laki-laki dengan tampannya berdiri di depan pintu kamarnya, bersandar dengan tangan terlipat di depan dada. Hanya mengenakan kaos hitam yang melekat di tubuh kekarnya dan celana jeans panjang. Rambutnya seperti biasa, tak pernah tertata rapi. Berantakan.

Lesya menurunkan tangannya yang memegang ponsel ke sisi tubuh. Ekspresi wajahnya berubah datar dengan tatapan menyorot tajam.

"Ngapain lo ke sini?" tanyanya sinis.

"Wow!" Xavier merasa sangat tertarik. Lelaki itu tersenyum miring sambil melangkah maju. Kemudian, berhenti dua langkah di hadapan Lesya dengan tangan berada di dalam saku celana.

Xavier memandang wajah asli Lesya. Dimulai dari rambut berwarna dark brown bergelombang sepunggung, tampak sangat halus dan berkilau. Alis yang tertata rapi, bola mata berwarna hijau dengan bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir yang dipoles lip ice yang berwarna pink. Mengenakan pakaian yang sama seperti dirinya. Serba hitam.

"Ah, iya!" Xavier hampir melupakan sesuatu. Tangannya terulur ke arah Lesya yang masih menatapnya tajam. "Kenalin, gue Xavier."

Lesya tidak membalas, hanya melihatnya saja dan kembali menatap Xavier.

Alis Xavier naik satu. "Lo nggak mau kenalan sama gue?"

"Pertanyaan gue belom dijawab," ucap Lesya.

"Gue pengen kenalan sama lo," ucap Xavier betah memandangi wajah asli Lesya yang seperti Barbie. Dia definisi kesempurnaan dan kecantikan yang ingin dimiliki semua perempuan di dunia.

"Kenapa?" tanya Xavier, sedikit mencodongkan tubuhnya. "Lo takut gue bongkar identitas lo di sekolah?"

Lesya masih mempertahankan ekspresinya. Ingin mendengar semua yang Xavier katakan.

Xavier maju selangkah, menepuk-nepuk puncak kepalal Lesya. "Tenang aja, Quinnsha. Gue nggak bakal bongkar identitas lo yang asli walaupun gue sebenernya penasaran banget kenapa lo harus ngelakuin ini."

"Mungkin lo bisa kasih tau gue suatu saat. Gue yakin bisa bantuin lo."

"Ah, dan satu lagi. Gue tertarik sama lo. Siap-siap menanti hari paling menyenangkan di sekolah."

Tepukan di kepala Lesya berhenti. Xavier tersenyum manis. Dia merasa begitu bangga menjadi orang yang pertama kali tau identitas Lesya. Dan dia pastikan, gadis di depannya ini akan menjadi miliknya.

"See you again."

•••

Tubuhnya sedang duduk di ranjang. Namun, pikirannya berkelana. Memikirkan Xavier sejak tadi. Membuat Naura yang sedang duduk santai di sofa jadi menoleh.

"Sya! Buset!"

Lesya tersadar dari lamunannya. Gadis itu mengerjapkan matanya, membenarkan letak kacamatanya yang merosot, menatap Naura.

Dangerous NerdWhere stories live. Discover now