Karna bosan, Asena iseng menggoyang goyangkan mejanya. "Lelet lelet." Ledeknya sambil terus menghoyangkan meja.
"Diem na." Arkan berseru pelan memperingatkan.
Asena kemudian menghentikan aksinya, berdiri, dan dengan sengaja menyenggol siku Arkan, membuat tulisan lelaki itu tercoret. "Ups! Sorry." Ucapnya berniat becanda.
Tapi ia malah dibuat terpenjat ketika Arkan melempar buku catatannya kedepan, rautnya kentara jengkel.
"Bisa diem gak si lo?! Caper banget jadi cewe," Arkan berujar marah mungkin sudah kelewat emosi, keadaan ruangan dari hening semakin hening, teman-temannya langsung menatap kearah mereka, tapi tak berlangsung lama, ketika Arkan mengambil kembali buku yang di lemparnya.
Sedang Asena masih belum bereaksi, baru setelah Arkan kembali duduk, ia menyahut, "Ya biasa aja dong! Biasanya juga," Ucapnya dengan raut berusaha kesal kontras dengan keadaan jantungnya yang bertalu lebih cepat, kaget bukan main karna baru pertama kalinya Arkan marah seperti ini.
"Ya lo nyebelin! udah tau lagi nulis caper banget,"
Caper caper.
"Apaansi kaya lo yang gak pernah aja,"
"Gue gak pernah ya ganggu lo kaya barusan." Kali ini Arkan menatapnya dengan raut memerahnya lantaran emosi, tak ada raut tengil menyebalkan seperti biasanya.
Asena memprotes, "Eh lo sering ya kaya gitu!-"
"Kapan?!" Arkan memotong, berdiri dengan menaikan dagunya.
Mengenyahkan rasa ciut lantaran raut marah yang ditunjukan lelaki di depannya, Asena berseru lagi, "Sering pokonya! Liat aja nanti, awas ya lo ganggu-ganggu gue lagi gak bakal gue ladenin!"
"Yaudah, siapa juga yang mau ganggu lo."
"Kalo ada butuh juga gak bakal gue bantu."
"Gak sudi."
Gak sudi katanya, ia terkekeh miris dalam hati, kenapa pula lelaki ini, ia hanya mengganggu sedikit, itupun bermaksud bercanda tapi malah ngamuk seperti ini.
Tapi Asena serius dengan ucapannya, jika lelaki itu mengganggunya lagi atau butuh bantuannya ia tak akan menggubris, biar saja, dikira enak dibentak di depan teman-teman kelasnya seperti tadi.
Pikirnya Arkan bakal seperti semula lagi, yang tiap pulang sekolah menanyakan perihan Amel, meminta bekalnya, ataupun mengacak-ngacak alat tulisnya. tapi alih-alih seperti itu, ia malah tak menyangka semenjak kejadian itu, keduanya menjadi asing satu sama lain.
Yang tadinya tiap hari pasti ada percekcokan sekarang boro boro cekcok, ketika tak sengaja bersitatap saja langsung saling mengalihkan.
Juga ketika biasanya Asena mengajak Arkan makan bekalnya berdua karna kedua sahabatnya tidak bawa bekal, sekarang Asena memilih menghabiskannya sendiri karna teman-temannya menolak ketika ia menawarkan.
Dan ketika biasanya Arkan akan meminjam bolpoin, penghapus, atau penggaris padanya, sekarang alih-alih mengacak ngacak tempat pensilnya seperti biasa, Arkan lebih memilih langsung pergi ke koprasi untuk membeli alat yang di butuhkan.
Saling asing satu sama lain ini belum juga berakhir sampai, keduanya lulus SMP.
Dan ketika hari perpisahan tiba. Kala itu setelah memeriahkan acara, Asena berlari menuju lantai dua yang keadaannya sepi, memilih hanya menontonnya dari atas tanpa ikut memeriahkan. Termenung melihat interaksi orang-orang dilapangan, mungkin jika situasinya tak seperti ini, sekarang ia pasti akan berada di posisi orang-orang yang di bawah sana, berlarian seraya tertawa, atau menangis seraya berpelukan karna tak siap berpisah.
Tak lama seseorang menepuk pundaknya, membuatnya tersentak dari lamunan, saat melihat sang pelaku, ternyata sahabatnya, Amel. "Ngagetin aja,"
"Kenapa?" Tanya Amel.
Asena mengidikan bahunya, kembali memandang interaksi anak-anak dilapangan.
"Lo masih belum akur juga sama Arkan?"
"Ya gitu, gak usah dibahas lah kaya gak ada yang lebih penting aja," Asena menjawab malas, lebih tepatnya menghindari topik tentang lelaki itu, entah sudah keberapa kali tapi yang jelas setelah hubungannya dengan Arkan renggang ia selalu menghindari topik yang berkaitan dengan cowok itu.
Amel menghela napas, "Sepi aja gitu, kelas yang biasanya rame berisik, jadi sepi, biasanya kan lo sama dia yang buat kelas kita jadi hidup."
Asena berdehem pelan, "Udah mau keluar juga."
"Oh iya, lo jadi SMA di SMA angkasa?"
Asena mengangguk. "Jadi, kenapa emang? Lo mau disana juga?"
"Enggak, gue tetep di SMA nusantara kok. Cuma si Arkan katanya di SMA angkasa juga," Mendengar itu Asena langsung melihatnya dengan alis terangkat, "Oh."
Amel menghela napas. "Semoga aja dengan satu sekolah, kalian bisa baikan lagi."
Asena mendengus. "Apaansi."
■■■
26April2021
Revisi : 8 juli 2024
Emang sengaja dipercepat pas awalnya ya, kalo ada saran silahkan komen makasih🙏
YOU ARE READING
WITHOUT MISTAKES
Teen FictionSemasa SMP semua orang di kelasnya pasti tau seberapa dekat hubungan Asena dan Arkan. Walaupun bukan tipe persahabatan yang di idam-idamkan tapi keduanya memiliki ciri khas kedekatan mereka sendiri, apalagi ketika sudah bergabung membuat kerusuhan d...
part. 2
Start from the beginning
