Bab 18

9 2 36
                                    

Setelah melaksanakan serangkaian ujian nasional yang menguras otak, akhirnya aku dan teman-teman bisa bernafas lega sejenak. Kami sudah selesai melaksanakan tugas selama 3 tahun di sekolah ini. Kami hanya tinggal menunggu hasil ujian dan kemudian mendaftar ke sekolah lanjutan.

"Yun, sedih banget ya. Kita nanti udah gak bisa ketemu lagi," ucapku sendu.

"Ya nih Dev, biasanya kita selalu bareng. Jangan lupain aku lho nanti. Semoga kita bisa ketemu lagi," sahut Yuna yang juga tak kalah sendu.

Kami terdiam sejenak. Merenung nasib kita yang sebentar lagi berpisah. Jujur, rasanya sedih jika harus berpisah dengan sahabat yang sudah sangat dekat dengan kita.

"Eh, si Refan itu kayaknya udah gak deketin kamu ya Dev?" tanya Yuna tiba-tiba.

"Iya Yun, dia udah gak pernah nyapa aku juga. Entahlah Yun, aku gak tau maksud dia."

Tentang Refan, laki-laki itu memang sudah tak mendekatiku sejak menjelang ujian nasional. Sikap dia juga sudah berubah. Bahkan, ia bersikap cuek padaku. Aku tak ambil pusing masalah Refan. Aku hanya memikirkan perasaanku yang tersisa pada Devian. Tiba-tiba saja, aku teringat laki-laki itu lagi.

Aku mengedarkan pandangan ke penjuru sekolah. Tak ada gerangan Devian berada.

"Cari Devian? Dia lagi sama Jordy dan kawan-kawan tadi Dev," sahut Yuna yang peka denganku.

"Oh, gitu ya."

"Yuk ke kantin, aku laper nih Dev. Gak ada kegiatan gini males berangkat tapi, daripada dirumah sendirian," seru Yuna.

"Yaudah yuk."

***

"Dev, itu kan Refan sama Ratu," ucap Yuna sambil menyenggol tanganku. Aku kemudian mengalihkan pandangan ke arah pandang Yuna.

"Wih, sekarang makin deket aja mereka," cetus Yuna.

"Yaudah sih Yun. Itu urusan mereka."

"Gila ya si Refan. Dia cuma iseng deketin kamu dan setelah bosen, dia sama cewek lain," kesal Yuna. Sepertinya Yuna juga ikut kesal dengan tingkah Refan. Jujur, aku sebenarnya juga kesal dengan dirinya. Kenapa dia mendekatiku lalu menghempaskan ku begitu saja. Soal dirinya yang pernah bilang ingin berkunjung ke rumah ku, ternyata hanya omong kosong nyatanya, dirinya tak pernah datang.

"Ih dasar playboy cap kadal," ucap Yuna kesal.

"Yaudah deh Yun, biarin aja,". Ujarku pada Yuna.

Aku tak sengaja melihat Devian yang sedang duduk bersama Jordy dan kawan-kawan. Aku masih sama dengan sebelum - sebelumya yang hanya berani melihat laki-laki itu dari kejauhan. Apakah aku berani mengungkapkan perasaanku nanti pada dirinya?

***

Waktu berjalan cepat. Semuanya terasa sangat singkat. Hari ini, adalah hari perpisahan untuk angkatan kami. Aku yang masih tak menyangka akan secepat ini perjalananku di sekolah ini. Bocah SD yang masih polos- polosnya yang merasa senang telah diterima menjadi murid SMP, sekarang telah lulus dan akan berubah status menjadi murid SMA.

Pagi ini, aku bergegas berangkat ke gedung tempat dilaksanakannya perpisahan angkatanku. Dengan mengenakan seragam putih biru lengkap, bersama mama yang menjadi wali murid untuk mendampingiku.

"Yun, sumpah aku sedih banget. Kita mau pisah gini."

"Iya, dari semalem, aku galau tau kita mau pisah. Kepikiran nanti pas SMA, temen-temennya gimana ya terus betah gak ya," sahut Yuna. Gadis itu terlihat tak bersemangat. Terlihat raut sedih di wajahnya. Aku sebagai sahabatnya, pun turut sedih karena kita semua akan berpisah dan knali melanjutkan cita-cita kita masing-masing ditempat lain.

"Jangan lupain aku ya Dev," tutur Yuna.

"Enggak mungkin lupa Yun, kamu itu sahabat terbaikku selama ini. Aku sedih karena kita berpisah tapi, apa boleh buat Yun. Kita harus melanjutkan hidup masing-masing," ucapku penuh haru. Suasana hari ini sangat berbanding terbalik dengan Suasana hati kami. Pagi yang cerah namun terasa mendung.

Aku melihat Devian yang sedang bersama dengan kawan-kawannya. Aku ingin bicara padanya untuk memberikan surat yang berisi ungkapan hatiku padanya sebelum kami berpisah.

***

Setelah melewati serangkaian acara penuh haru itu, aku mencari keberadaan Devian. Laki-laki itu berdiri di dekat pintu masuk bersama Jordy. Aku segera menghampirinya.

"Vian, aku mau ngomong sebentar sama kamu," ucapku. Devian terdiam sebentar kemudian mengangguk. Laki-laki itu pamit pada Jordy kemudian berjalan di hadapanku.

"Kamu mau ngomong apa Vik?" Tanya Devian membuatku gugup.

"In-ni aku mau kasih kamu surat. Nanti kamu baca ya di rumah," ucapku kaku. Devian mengambil surat itu kemudian terdiam sambil menatap surat pemberianku itu.

"Oke Vik, nanti aku baca," ucap Devian.

"Eh Vik, aku duluan ya, ada urusan," lanjut Devian.

"Oh gitu, oke gak papa Vian," sahutku canggung.

Aku berharap, dia akan membaca surat itu dan aku ingin tau bagaimana jawaban dari dirinya.

***

Setelah perpisahan terakhir ku dengan Devian, aku sudah tak bertemu dengan laki-laki itu lagi. Kita sudah sibuk dengan urusan pendaftaran sekolah baru kita. Aku masih mengharapkan balasan surat dariku.

Aku diterima di salah satu SMA negeri. Meskipun bukan tujuan utamaku, aku bersyukur masih bisa diterima disana.

Setelah melakukan daftar ulang, aku akan melaksanakan MOS Minggu depan.

Aku masih berharap dengan balasan surat itu. Mungkin, laki-laki itu juga sedang sibuk mengurus pendaftaran sekolah barunya.

Setelah beberapa hari, saat kami datang kembali ke SMP dengan keperluan untuk data, aku bertemu kembali dengan Devian.

"Vik, aku mau ngomong sebentar, bisa?" tanya Devian. Aku kemudian mengangguk. Aku berjalan mengikuti Devian.

Aku sangat gugup berada di dekat Devian.

"Vik, aku mau ngomong soal surat dari kamu waktu itu," tutur Devian.

"Maaf Vik, aku gak bisa bales perasaanmu. Makasih udah jujur dengan perasaan kamu itu. Semoga, kamu sukses ya. Makasih untuk semuanya," ucap Devian yang sukses membuatku mematung ditempat. Jantung ku terasa berhenti sejenak. Mataku memanas . Air mataku lolos begitu saja.

"Maaf Vik, aku buru-buru. Semangat ya buat kamu. "

"Iya, Vian."

Aku terjatuh dari tempatku berdiri. Air mataku tak berhenti mengalir. Suasana berubah menjadi mendung. Seperti tau, perasaanku yang sedang sedih. Rasa yang selama ini aku simpan, ternyata tak berujung manis. Kisah ini resmi berakhir namun, hati dan perasaanku belum sepenuhnya berhenti mengagumi dirinya. Entah sampai kapan aku bisa melupakan Devian. Aku berdiri dari tempatku. Pergi dari tempat yang penuh dengan kenangan ini. Rasaku pada Devian sudah menemui titik terang.

Halo selamat malam readers. Gimana kabarnya? Malam-malam emang pas buat nulis ya hehe. Selamat beristirahat.

Gimana part ini? Author ikutan nyesek sama Devika, tapi yang namanya perasaan gak bisa dipaksa.

Btw, cerita ini akan segera tamat. Semoga suka ya sama ceritanya.

Jangan lupa vote dan komennya 🤗

See you next part 🤗


Kisah untuk Devian ( Tamat )Where stories live. Discover now