Bab 14

8 2 10
                                    

Tak terasa kini, aku sudah naik kelas 9. Kelas paling senior di sekolah menengah pertama. Aku merasa waktu semakin cepat berlalu. Masa SMP ku akan segera berakhir namun, tentang dia apakah rasa ini juga ikut berakhir?

Pikiran yang berkecamuk itu terus membebaniku. Banyak sekali kisah yang mengingatkan tentang Devian. Apakah sanggup menerima kenyataan jika kita harus berpisah mungkin untuk selamanya.

"Gak nyangka ya, kita udah kelas 9 aja. Padahal, kemarin baru MOS," celetuk Yuna disebelahku membuyarkan lamunanku.

"Iya Yun, gak kerasa ya kita udah mau SMA aja tar."

"Yah, kita gak bareng lagi dong Dev," sedih Yuna. Aku sebenarnya juga merasakan kesedihan jika harus berpisah dengan Yuna, sahabat baikku sejak kelas 7.

"Btw, kamu udah jujur tentang perasaan kamu ke Devian?" tanya Yuna.

"Belum Yun, aku takut, gak berani," ujarku.

"Oke Dev, itu adalah pilihan kamu. Aku gak bisa maksa kamu juga buat ngomong ke Devian. Yang tau gimana perasaan kamu ya cuma diri kamu sendiri," tutur Yuna.

"Ya Yun. Liat aja nanti gimana kedepannya. Aku masih belum punya keberanian buat ngomong jujur sama dia." Yuna manggut-manggut. Aku menatap sendu meja Devian yang masih kosong.

***

"Dev, geser dong aku mau duduk situ," pinta Refan. Aku mendengus kesal. Laki-laki itu selalu muncul saja dihadapanku.

"Ih Refan nyebelin banget sih, itu tempat dudukku!" Pekik Yuna. Ia sangat kesal bukan main dengan Refan yang menyerobot tempat duduknya.

"Udah pindah sana dulu Yun, aku mau disini dulu," ucap Refan santai. Yuna yang masih dongkol mengambil buku dan alat tulisnya dan berpindah ke meja Refan. Jujur, kelakuan Refan saat itu membuatku kesal bukan main. Sepertinya ia sudah kelewatan membuatku kesal.

"Kenapa sih Fan, tiba-tiba mau duduk disini?" tanyaku.

"Ya karena lagi pengen aja," ucap Refan santai tanpa beban.

"Kasihan kan Yuna disana," lanjutku.

"Biarin lah, sebentar ini. Aku pengen duduk disini." Aku memutar bola mata malas. Laki-laki ini sangat menjengkelkan sekarang.

"Terserahlah." Aku tak peduli dengan dirinya. Moodku sudah hilang entah kemana.

***

"Dev, main yuk pulang sekolah," celetuk Nesya.

"Kemana?" tanya Devian.

"Gak tau, kemana aja gitu yuk jalan-jalan. Bosen banget nih dirumah Mulu," sahut Nesya.

Aku yang sedang berjalan santai di koridor kelas tak sengaja mendengar percakapan Devian dengan Nesya.

"Hm, boleh deh." tutur Devian. Nesya tersenyum puas mendengar ucapan Devian.

"Tapi naik apa coba?" tanya Devian.

"Kita sepedahan aja," sahut Nesya enteng.

"Sepedahan? Emang ku bawa sepeda?"

"Bawalah. Sekarang, aku bawa sepeda," jawab Nesya.

"Oke kalau gitu," ucap Devian. Kemudian, mereka beranjak menuju parkiran sekolah.

Aku hanya mengamati mereka dari jauh. Ternyata, Nesya masih dekat dengan Devian.

"Dev, yuk. Tar keburu macet jalannya ke perpus kota," seru Yuna yang datang dari toilet.

Aku diam sebentar lalu mengangguk mengiyakan. Pikiranku yang sedang tak karuan membuatku lambat merespon sesuatu.

"Mereka kemana ya kira-kira?" Pertanyaan yang berseliweran itu terus menggangu hingga aku tak menyadari Yuna sudah berjalan jauh meninggalkankanku.

Hitam putih

Rindu yang melayang ke angkasa
Menguar bersama rasa yang terpendam
Melewati hamparan angan
Entah akan sampai kemana

Perasaan yang menguat
Perlahan memudar
Bersama kepergian bayangmu
Kini, kau telah pergi menjauh
Memilih bahagiamu yang bukan denganku
Hanya ada hitam putih kenangan kita
Kelam tak berwarna

Selamat pagi readers. Author update lagi nih hehe. Maaf ya karena author agak lambat update karena sibuk di real life 😆

Jangan lupa vote dan komennya ya buat penyemangat author.

Oh ya kalau kalian ingin kenalan lebih lanjut dengan author bisa follow Instagram author
@loreniarika7
@writerika7

See you next part.




Kisah untuk Devian ( Tamat )Where stories live. Discover now