Sembilan Belas

138 6 0
                                    

Garam tiba-tiba terusik dalam tidurnya saat merasakan sebelah ranjangnya kosong. Ia mendesah kesal saat sinar matahari menyusup menyilaukan matanya. Ia mengangkat tubuhnya lalu memijit pelipisnya. Setelah itu membuka kedua kelopak matanya dengan sempurna.

"Kemana dia?" gumamnya saat tak menemukan keberadaan Ruby.

Garam meregangkan kedua tangannya lalu menatap jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Dia menguap lagi lalu menutup mulutnya. Setelah itu beranjak dari ranjang, berniat mencari keberadaan Ruby siapa tahu di kamar mandi. Namun sesampainya di kamar mandi ia tak menemukan keberadaan istrinya. Dengan kesal ia bersiap keluar kamar. Mungkin dia bisa menemukan Ruby di bawah.

"Liat Ruby nggak Mbak?" tanya Garam pada asisten yang sedang membersihkan lantai itu.

"Tadi pas saya bersihin depan kamar Non Ariana, pintunya terbuka. Saya pikir Non Ari sudah bangun, saya niatnya mau masuk sekalian bersih-bersih. Tapi ternyata Non Ari masih tidur sama Non Ruby," jawab Asisten itu yang membuat Garam terkejut. Untuk apa Ruby tidur di kamar anak itu?

"Oh ya terimakasih Mbak," ujar Garam.

"Sama-sama Den."

Garam bergegas menuju kamar Ariana yang hanya berjarak satu kamar dari kamarnya. Tanpa permisi, ia langsung masuk ke dalam kamar yang pintunya terbuka. Ia langsung mendengus saat melihat Ruby yang tidur memeluk Ari.

"Bisa-bisanya dia ninggalin gue tidur sendirian cuma buat bocil ini!" gerutunya kesal lalu berjalan mendekat ke ranjang itu.

Garam lalu duduk ditepi ranjang untuk membangunkan Ruby. "Heh! Bangun!" ucap Garam sambil menepuk pantat Ruby berulang kali yang sukses membuat tidur perempuan itu.

"Apa sih? Sakit!!" keluh Ruby lalu memutar tubuhnya mencari pelaku yang sudah menampar pantatnya. Padahal kesadarannya masih belum terkumpul namun dia terpaksa harus meladeni pelaku itu.

Kedua kelopak mata Ruby langsung terbuka saat tahu pelakunya adalah Garam. "Hubby kenapa pukul pantat aku?!" protes Ruby yang kini sudah duduk menatap kesal kearah Garam.

Garam tentu tidak merasa bersalah. Dia menyilangkan kedua tangannya didepan dada lalu membalas tatapan kesal Ruby. "Siapa yang suruh lo tidur disini?" tanyanya.

Ruby mencebikkan bibirnya, baru bangun tidur, nyawa belum terkumpul malah dikasih pertanyaan seperti ini. Harusnya ditanyain kek mau makan apa hari ini? Bukannya malah ditanyain pertanyaan yang tidak penting.

"Semalam aku kebangun by, Ariana nangis. Aku nggak bisa tidur, aku keluar kamar ternyata ketemu Ariana nangis karena kangen bundanya. Jadi aku inisiatif nemenin dia tidur biar dia nggak nangis lagi," jawab Ruby yang tidak diterima Garam.

"Itu bukan tugas lo ngurusin dia! Ayo balik ke kamar!" titah Garam.

Namun Ruby tak kunjung beranjak, ia malah menatap Ariana. "Tungguin dia bangun by," bujuknya pada Garam.

Garam mendesah kesal. Ia mendekat memotong jarak diantara dia dan Ruby. "Sini dekatan!" titahnya pada Ruby.

"Mau ngapain Bi?" tanya Ruby.

"Nurut aja kenapa sih!" ketus Garam, karena malas berdebat di pagi hari akhirnya Ruby menurut saja.

CUPP

Garam mencium lembut bibir Ruby, memancarkan kehangatan yang membuat hati mereka berdetak semakin kencang. Ruby membalas dengan ciuman yang penuh gairah, menciptakan getaran yang membawa mereka ke dalam dunia kedekatan yang lebih dalam. Mereka seperti dua jiwa yang bertemu dalam satu tubuh, saling berbagi kebahagiaan dan cinta yang tak terbatas.

Suami istri menikmati ciuman mereka saling berbalas dan bermain lidah. Ruby memeluk erat pinggang Garam. Keduanya terbuai dengan ciuman di pagi hari yang biasa disebut morning kiss. Lidah mereka saling beradu seolah tidak mau kalah. Ruby yang awalnya menolak nyatanya malah terbuai dengan ciuman ini.

"Kak Garam sama Kak Ruby lagi ngapain?" Ruby langsung mendorong tubuh Garam hingga terjatuh di lantai.

Ruby mengusap bibirnya yang terkena air liru Garam. Ia menoleh ke gadis kecil yang sudah duduk diranjangnya itu. Dalam hati Ruby bertanya sejak kapan Ariana bangun dan melihat kejadian yang tak seharusnya ia lihat di umur segitu. Sementara Garam meringis karna pantatnya serasa ngilu karena dorongan kuat Ruby.

"LO APA-APAAN SIH DORONG GUE!!" bentak Garam tak terima. Lelaki itu sampai membuat Ariana terkejut hingga spontan memeluk Ruby. Ruby langsung membalas pelukan Ariana seolah meyakinkan akan baik-baik saja.

"Hubby, jangan keras-keras. Ariananya merinding nih," sahut Ruby yang membuat Garam makin murka. Bukannya menolong suaminya, Ruby malah menenangkan Ariana. Kesal karena merasa diabaikan, Garam menarik paksa lengan Ruby.

"By, itu Ariananya masih ketakutan!" pekik Ruby.

Garam tak peduli dan menyerat Ruby keluar dari pintu kamar Ariana. "Mbak tolong panggilin Sus Nora suruh ke kamar Ari. Lagian kenapa sih Ari harus ditinggal tidur sendiri semalam? Ganggu tidur orang lain aja!" omel Garam pada asisten yang kebetulan masih bersih-bersih di area itu. Asisten yang tidak tahu permasalahan Ariana-pun hanya bisa diam mendengar omelan Garam.

"Baik Den, saya panggil sekarang," ujar asisten itu lalu berjalan cepat meninggalkan Garam.

••••

"Setelah melakukan pemeriksaan, hasilnya kondisi kalian sangat sehat untuk melakukan program hamil. Nanti saya akan resepkan vitamin untuk kalian berdua," ujar dokter Lucia.

Garam dan Ruby sedang berada di poli obgyn untuk melakukan program kehamilan. Setelah melakukan serangkaian tes, dokter Lucia bilang kondisi tubuh keduanya sangat sehat.

"Oh iya Ruby. Kamu juga harus memperhatikan tanggal masa subur kamu juga, karena pada saat masa subur memiliki kemungkinan terbesar untuk hamil," jelas Dokter Lucia yang membuat Ruby dan Garam diam saja.

Tidak seperti pasangan suami istri lain yang akan bahagia melakukan program hamil. Pasutri itu justru menampakkan wajah susah. Apalagi Ruby, perempuan itu makin pusing saat sadar kalau dia melakukannya dengan Garam saat masa subur. Niat hati ikut misi buat cari uang malah rasanya seperti menggali kuburan.

"Baik Dok," jawab Garam sambil tersenyum.

Meskipun dalam hatinya sangat rumit. Tentu saja dia tidak mau mempunyai anak dari perempuan yang asal-usulnya tidak jelas. Hanya Frisa dan Mina yang bisa menjadi Ibu dari anak-anaknya. Namun Garam juga tak munafik, dia menyukai tubuh Ruby. Lagian, siapa juga yang menolak rejeki. Mana rejekinya datang sendiri lagi. Daripada Garam repot-repot mencari cara menyingkirkan Ruby, lebih baik ia manfaatkan saja tubuhnya. Terdengar brengsek memang, tapi Ruby juga lebih sialan menurutnya. Garam masih tidak bisa lupa saat Ruby menjebaknya untuk menikah.

"Bagus, semoga kalian cepat mendapat momongan. Dan ini vitamin yang harus ditebus, silahkan ke tempat pengambilan obat," jelas dokter Lucia.

Garam dan Ruby berdiri, lalu berpamitan pada dokter Lucia. Setelah keluar dari ruangan dokter lucia, Garam meremas kertas resep dan membuangnya ke tong sampah.

"Nggak perlu resep obat ini! Lo nggak akan hamil anak gue!"

Najis, siapa juga yang mau hamil anak lo? Dasar iblis.

••••••

Bagi Bintangnya Kakak

Jebakan Cinta (21+)Where stories live. Discover now