Six

630 3 2
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul dua siang. Ruby tertidur lelap. Entah berapa kali Garam menggempurnya. Tubuh Ruby rasanya remuk. Mungkin benar kata Daye, kalau sudah coba pasti ketagihan. Meskipun awalnya sangat sakit. Namun Garam cukup baik juga, dia memperlakukan Ruby dengan lembut karena ini pertama kali untuknya.

"Ruby, bangun!" ujar Garam sambil menoel bahu Ruby.

"Kenapa sih lo sensi banget sama Ruby?" batin Garam sambil melirik ke miliknya.

Garam sudah pernah melakukannya dengan mantannya saat di Jerman. Tapi kenapa dia dengan Ruby sesensitif ini sih.

"hm? apa?" jawab Ruby yang masih mengantuk, badannya kini rasanya remuk semua.

Bolehkah Ruby hanya tiduran saja?

"Gue minta lagi dong."

Kedua mata Ruby yang semula menutup lalu terbuka lebar. "Nggak! Itu gue masih sakit" karena saking emosinya, Ruby sampai mengeluarkan sikap galaknya ke Garam. Padahal harusnya dia lemah lembut dan menuruti permintaan Garam.

Garam menekuk wajahnya, dia bisa saja memaksa Ruby. Apalagi jika teringat tentang dosa-dosa Ruby. Tapi mengingat semalam Ruby kesakitan dia jadi kasihan juga. Ya sudahlah, terpaksa dia ke kamar mandi.

Setelah Garam masuk kamar mandi. Ruby langsung terbangun dan menelpon Daye. Namun sialnya, Ruby lupa kalau baterai ponselnya habis dan tidak bisa mengambil charger miliknya karena pintunya di kunci. Dan charger miliknya di kamar sebelah.

Ruby beranjam dari ranjang. Dia menurunkan kakinya, saat berdiri dan ingin berjalan, dengan selimut yang masih bergelung. Ruby merasakan kesakitan di intinya, hingga ia memilih duduk lagi.

"Gila!! Sakit banget sih!" gumam Ruby.

Pokoknya habis ini gue minta gaji lebih. kalau perlu 1 triliun! batinnya.

Akhirnya Ruby memilih tidur lagi. Mau minta tolong Garam, juga Garam di Kamar mandi lama banget.

•••

cklek

Garam keluar dari pintu kamar mandi dengan sudah memakai celana bokser dan handuk yang bertengger di kepalanya. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, dia melirik Ruby yang bergelung selimut.

"Kebo amat! Jam segini belum bangun!" gumam Garam sambil melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul 10.25.

Garam membiarkan Ruby tidur. Lalu berjalan menuju pintu, siapa tahu pintunya sudah dibuka. Dia mencoba menggerakan knop, namun ternyata masih di kunci.

"Udah selesai?" gumam Ruby yang kini sudah terbangun karena terganggu suara knop pintu yang dibuka Garam.

Ruby melirik jam dinding, sudah dua jam Garam di kamar mandi, dan baru keluar.

"Hm," jawab Garam singkat. Dia masih membenci Ruby.

Ruby tersadar dengan jawaban Garam. Dia harus mulai berakting lagi, "Hubby, ituku sakit banget susah jalannya, boleh minta tolong nggak?" ucap Ruby selembut mungkin.

Garam awalnya tidak mau, namun mengingat Ruby semalam masih perawan. Dan Garam mendapatkan yang pertama kalinya. Akhirnya Garam menuruti.

Dia berjalan menuju ke arah Ruby, "Bantu apa?" tanyanya.

"Itu, ambilin baju-bajuku."

Dengan cepat Garam mengambilnya dan menyerahkan pada Ruby. Namun kening Garam mengernyit. Saat melihat Ruby tak kunjung juga memakai bajunya dan malah melihat ke arahnya.

"Ngapain liat-liat?! Sana lo pakai!"

"Jangan liatin aku dong by. Aku kan malu."

"Malu apaan sih?! Gue udah liat semua punya lo!"

"Tetep aja By, aku malu."

"Ck! Lebay banget!" decak Garam lalu berbalik memunggungi Ruby.

Garam kadang tidak tahu jalan pikiran Ruby yang menjebaknya. Awalnya dia pikir, Ruby itu perempuan rusak dan murahan karena menjebaknya pasti demi uang. Tapi setelah tahu Ruby masih perawan, Garam jadi curiga dengan jebakan Ruby.

••••••

Saat pintu terbuka.

Garam dan Ruby berpikir. Mereka akan terbebas. Namun salah, Genta justru memaksa mereka berdua untuk bulan madu ke Bali. Obsesi Genta untuk memiliki cucu laki-laki membuat Ruby dan Garam stres. Karena kondisi Ruby yang masih kurang fit. Dia jadi lupa dengan pesan apa saja yang diucapkan Daye kemarin.

"Lo bisa jalan nggak?" tanya Garam. Meskipun dia benci, namun dia juga punya rasa kasihan pada Ruby.

"Rumayan bisa kok, tadi habis mandi udah rumayan enakan."

"Bagus! biar nggak nyusahin!"

Ruby langsung memanyunkan bibirnya. Dasar asin! udah hidupnya asin! mulutnya ikutan asin!

Semua barang milik Ruby dan Garam sudah di siapkan pembantu Genta. Jadi mereka tinggal berangkat saja.

"Kamu yang sabar ya Garam sayang," ucap Tera, Mamanya Garam.

Sejak kejadian kemarin. Tera menampakkan diri tak menyukainya. Hanya Lisa, yang menerima kehadiran Ruby.

"Kamu harus bertahan ya Garam. Jangan sampai punya anak dari dia. Kamu punya anak aja dari Mina nanti. Pokoknya kamu harus sama Mina," omel Tera.

Ruby menunduk, dia jadi insecure. Namun dengan cepat dia sadar, dia tidak boleh pakai hati. Karena dia disini untuk menyelesaikan misi.

fokus Ruby.

"Ayo mas, mbak. Kita berangkat!"

•••

Dua jam kemudian.

Mereka sampai di Bali.

Sekarang Mereka dalam perjalanan menuju Villa milik keluarga Genta. Sejujurnya Garam muak, apalagi dia sudah seringkali ke Bali. Dan juga, Garam tidak sudi untuk memiliki anak dari Ruby. Tapi sialnya, Garam lupa kalau semalam mengeluarkannya di dalam. Kalau ingat itu, Garam malah jadi pening.

Mereka sampai di Villa pribadi keluarga Genta. Garam biasa saja, sedangkan Ruby terlalu takjub melihat Villa milik Genta yang begitu mewah, bahkan di depannya ternyata berhadapan langsung dengan pantai pantai.

Ruby makin antusias, namun dia juga tidak boleh lupa dengan tugasnya. Habis ini, dia pasti akan memberikan laporan kepada Siena, tentang apa yang sudah dia dapat.

"Bagus banget Villanya by," ujar Ruby.

"Norak lo!" jawab Garam ketus lalu berlalu meninggalkan Ruby.

"Ish, dasar kang marah!" ujar Ruby lalu masuk ke Vila itu.

"Barang saya taruh di lantai Dua pak. Dia di lantai satu!"

Alhamdulilah. batin Ruby lega.

"Maaf Mas Garam. Tuan Genta nyuruhnya kalian di kamar atas berdua," jawab pelayan itu.

"Ck! Nurut aja sama saya! di sini nggak ada Papi!" peringat Garam.

"Tapi Mas Garam, saya nggak berani. Nanti katanya mau dicek Cctv yang ada di luar kamar."

Sial. Batin Garam. Ternyata Genta begitu terobsesi, pantas saja Genta menyuruhnya liburan ke Bali. Ternyata agar bisa dalam pengawasannya.

"Ya udah. Bawa ke atas."

Anjir! Kok jadi gini sih! batin Ruby kesal. Dia harus mencari cara agar dia tidak tidur sekamar dengan Garam. Cukup sekali dia mengulang kejadian semalam. Dia nggak mau berkali-kali meskipun itu enak.

Selepas berdebat dengan pelayan tadi, Garam memilih keluar. Sedangkan Ruby memilih untuk ke kamar mandi. Dia harus membuat laporan kepada Sienna.

"Halo, Bu Pai," ucapnya melalui sambungan telepon. Ruby juga harus menggunakan nama samaran.

"Progress?"

Ruby menjawab sepelan mungkin. "Sandi memiliki banyak selir namun hanya satu belahan jiwa yang di akui. Ada beberapa anak yang tidak terpublish dan itu banyak. Selir dan Ratu Agung tidak akur. Ratu Agung ternyata bukan Ibu kandung Pangeran Aryo."

°°°°°°

Jan lupa di vote+komen ygy

Jebakan Cinta (21+)Where stories live. Discover now