Thirteen

184 3 1
                                    

Setibanya di Villa, Ruby langsung ngacir ke dapur untuk meminum obatnya. Ia membiarkan Garam yang sibuk bermesraan dengan Frisa di Ruang TV.

Ruby mengambil segelas air putih. Lalu membuka satu pil dan meminumnya. Setelah itu ia berjalan menuju wastafel berniat mencuci gelas tadi. Namun belum sampai di wastafel tiba-tiba ia menjatuhan gelas tersebut.

PRANGG

Bunyi pecahan beling terdengar sampai ke ruang TV. Garam terpaksa berdiri takut terjadi sesuatu. Lalu ia terkejut saat Ruby sudah terduduk di lantai.

Ia segera berlari kearah Ruby. "Lo kenapa?" tanya Garam dengan panik saat melihat Ruby kesulitan bernapas lalu kulitnya dipenuhi ruam-ruam merah.

"Ram dia kenapa?" pekik Frisa tak kalah terkejut saat melihat keadaan Ruby.

Garam yang terlalu panik tak merespon ucapan Frisa. Dengan cepat ia menggendong tubuh Ruby dan membawanya ke mobil, meninggalkan Frisa yang mematung sambil mengepalkan kedua tangannya.

Apa benar mereka berdua cuma sekertaris? batinnya tak suka.

Di lain tempat, Garam begitu panik saat Ruby memukul-mukul dadanya. "Sabar, bentar lagi nyampe!" pekiknya dengan panik, ia menyetir mobilnya dengan ugal-ugalan ditengah malam ini.

Harusnya Garam senangkan kalau Ruby mendadak mati, tapi kenapa ia seolah tidak rela? Bahkan diotaknya sekarang hanya berisi menyelamatkan Ruby.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di parkiran Rumah Sakit. Garam langsung turun dari kursinya dan membuka pintu Ruby lalu menggendongnya. Ia menutup pintu mobilnya dengan kasar lalu berlari masuk ke dalam IGD.

"Suster! Suster! Tolongin istri saya!" teriaknya tanpa sadar dengan menyebut kata 'istri'. Mendengar teriakan Garam, beberapa perawat jaga di ruangan itu langsung menghambur menuju Garam.

"Silahkan taruh di brangkar Pak," ucap perawat perempuan itu.

"Tolong selamatkan istri saya!" titahnya frustasi.

"Bapak yang tenang, kami akan segera mengobati istrinya. Sambil menunggu pemeriksaan kami, silahkan Bapak urus administrasi terlebih dahulu," ucap perawat itu yang kini sedang memasangkan oksigen ke Ruby.

Garam menyugar rambutnya, lalu menarap brangkar Ruby yang sudah didorong masuk ke dalam ruangan IGD. Tubuhnya mendadak lemas, ia bersandar pada dinding.

Kenapa gue khawatir? Huh, ini cuma rasa kemanusiaan aja kan? Dan kalau dia tiba-tiba mati nanti gue yang jadi tersangka. Ya, gue cuma takut itu bukan khawatir sama dia.

Garam berusaha menormalkan perasaanya lagi. Namun nyatanya, otak dan hatinya kini menuju ke Ruby terus.

Sialan! Nggak mungkin! umpatnya pada diri sendiri.

Dengan langkah gontai ia berjalan menuju ke ruang administrasi. Setelah selesai, dia berjalan menuju ruangan Ruby. Disana ia sudah melihat Ruby yang sudah tertidur dengan memakai oksigen. Ruam-ruam di kulitnya memang masih ada namun Garam cukup lega. Setidaknya dia tidak melihat Ruby yang sedang merenggang nyawa seperti tadi.

Garam menarik kursi ditepi brangkar Ruby. Ia duduk disamping Ruby, lalu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam. Dia bahkan tidak membawa ponsel karena terlalu panik, untungnya di saku celananya ada dompet yang bisa ia gunakan mengurus administrasi rumah sakit.

"Selamat malam Pak, kami ingin mengambil sampel darah," ujar seorang perawat.

"Ya silahkan."

"Saturasi Pasien sudah mulai normal ya Pak diangka 100, tensinya juga sudah normal, ini kami mau mengambil sampel darah dan tes kulit untuk mengetahui penyebab istri bapak sesak napas dan alergi," ucap perawat itu.

"Ya lakukan yang terbaik," titah Garam yang diangguki oleh perawat itu.

"Baik Pak."

•••

Tiga puluh menit kemudian hasil lab Ruby sudah keluar. Ini lebih cepat dari biasanya karena Garam memang memilih kelas yang sangat mahal. Karena itu dia tak perlu menunggu berjam-jam untuk mengetahui kondisi Ruby.

Dokter jaga dan dua perawat sudah berdiri didepan Garam. Sementara Ruby masih tertidur, sepertinya gadis itu kelelahan apalagi seharian Garam sudah menggempurkannya.

"Jadi bagaimana Dok?" tanya Garam.

"Kami sudah melakukan beberapa tes dan menunjukkan bahwa sesak napas dan ruam-ruam ditubuhnya disebabkan alergi pil kontrasepsi," ucap Dokter lelaki muda itu.

Garam mendelik. "Apa? Pil kontrasepsi?" ujarnya terkejut.

Dokter itupun mengangguk. "Iya Pak, sepertinya reaksi obat tersebut ternyata cukup parah karena sampai sesak napas, biasanya pasien yang alergi pil kontrasepsi hanya mengalami gatal-gatal saja," ujar beliau.

Sialan si Ruby, darimana dia dapet  obat itu? batin Garam bertanya-tanya. Lalu dia teringat saat ke apotek tadi gadis itu memang mencurigakan.

Awas lo Ruby kalau udah sadar gue gempur sampai mampus.

"Lalu bagaimana keadaanya sekarang?" tanya Garam.

"Keadaan Ibu Ruby sudah membaik, ruam-ruam merah dikulitnya sudah agak berkurang, saturasinya juga sudah normal. Kami sudah meresepkan obat-obatan silahkan bapak menebusnya, setelah itu pasien bisa langsung pulang."

Ruby sialan! Nyusahin aja!

Setelah membahas perihal kondisi Ruby, lelaki itu lalu berjalan menuju ruang perawat mengambil resep obat. Setelahnya dia menebus obat ke apotik.

Sial, biasanya mana mau gue disuruh muter-muter begini! batinnya.

Tentu saja dia mengeluh. Biasanya dia kemana-mana pasti bersama sekertaris dan pengawalnya. Namun kali ini Genta benar-benar melepaskannya seorang diri bersama istri menyebalkannya itu.

Setelah menebus obatnya ia membayar biaya pengobatan. Lalu kembali ke ruangan Ruby dan ia dikejutkan dengan istrinya yang sudah duduk bersandar di kepala brangkar.

"Hubby!" sapa Ruby dengan senyum lebarnya. Meskipun ia tahu habis ini dia akan didamprat oleh Garam. Ia sudah bertanya pada suster perihal kondisinya, suster itu bilang dia alergi pil kb. Sial, memalukan sekali rasanya. Niatnya ingin menyelamatkan diri malah menyerahkan diri pada malaikat.

Apes-apes! Untungnya si Garam mau nolongin gue. Coba aja kalau ga udah mati gue! Lagian ni tubuh lemah amat sih lo! cerocosnya dalam hati, jujur ia kesal pada dirinya sendiri yang lemah gemulai tak berdaya ini.

"Untung gue masih punya peri kemanusiaan. Kalau nggak, lo udah gue marahin juga sekarang!" omel Garam kesal.

Ruby tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya. Cantik, cantik sekali sampai membuat Garan salah tingkah. Debaran jantung Garam meningkat pesan.

Sialan apa-apaan ini, kenapa jantung gue dangdutan gini?

"Nggak usah senyum! Senyum lo jelek!" cibir Garam yang membuat Ruby langsung mendengus kesal.

Syukurlah dia udah ga senyum lagi, bisa serangan jantung gue!

"Ini nggak gratis!" ujar Garam.

Ruby memanyunkan bibirnya. "Masa sama istri sendiri pelit hubby?"

"Nggak perlu bayar pakai uang!"

"Terus pakai apa dong?" tanya Ruby.

Garam tersenyum jail. "Besok kita coba di kamar mandi seharian!"

Ruby membuang napasnya kasar. Dia akan menarik ucapanya yang mengatakan untung Garam menolongnya. Harusnya Ruby tahu kalau Garam itu licik. Dan ya, besok Ruby akan membayar dengan tubuhnya seharian.

Asin sialan!

Jebakan Cinta (21+)Where stories live. Discover now