Tujuh Belas

166 3 0
                                    

Pagi hari yang sangat cerah. Akhirnya Ruby bisa terbebas dari serangan nafsu Garam. Tadi pagi sekali Garam sudah berangkat kerja karena mengurusi proyek apartemennya. Ruby jelas memanfaatkan waktu ini dengan sebaik-baiknya.

Sekarang, dia mengunci pintu kamarnya. Memeriksa satu persatu walk in closet lalu brankas yang dikunci membuat Ruby curiga. Ia mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Daye.

"Kita jadi rapat hari ini nggak?"

"Jadi! Lo boleh kesini sekarang! Hati-hati jangan sampai ketahuan!"

Sambungan telepon terputus. Ia mengambil jaket parka dan memakainya. Setelah itu ia membuka pintu dan menguncinya. Mansion ini dipenuhi dengan para maid yang sedang bersih-bersih. Ruby menuruni tangga sambil tersenyum kearah maid yang menatapnya aneh.

"Mau kemana lo?" Ruby menghentikan langkahnya saat mendapati Liza, adik Garam kini sedang menghadangnya.

"G-g.. eh.. Aku mau pergi beli beberapa baju," sahut Ruby.

Liza tersenyum sinis. "Enak juga ya lo, udah ngejebak Kakak gue terus dapat banyak duit deh," sindirnya.

Ruby tak mempedulikannya. "Aku pergi dulu, kalau ada yang tanya bilang aja aku belanja baju sebentar."

"Pede amat lo, nggak ada yang nanyain lo!" cibir Liza.

Ruby tersenyum sinis. "Gue cuma ngasih tahu. Bye!"

"Ish! Dasar orang miskin, berani banget sama gue!" gerutu Liza sambil menghentakkan kedua kakinya.

"Ada apa sih Liza? Kenapa kamu keliatan murung?" Liza memutar bola matanya malas saat mendapati gadis seusianya berdiri didepanya.

"Apaan lo simpanan tua bangka nggak usah kepo!" bentak Liza.

Gadis bernama Remini itu menyilangkan kedua tangannya lalu tersenyum. "Gini-gini saya Mama tiri kamu loh."

"Dih Najis! Dasar perek murahan!" hina Liza lalu berjalan meninggalkan Remini, mantan sahabatnya yang sekarang menjadi Ibu tirinya.

•••

"Mau kemana Non?" tanya salah satu pengawal di mansion itu.

"Saya mau beli baju Pak," jawab Ruby. Baru saja keluar pintu mansion ia sudah ditanyai oleh pengawal di mansion ini.

"Sebentar saya telpon Mas Garam dulu," ujar pengawal itu yang membuat Ruby mengeryitkan dahi.

"Kenapa harus nelpon Garam Pak?" tanyanya.

"Mas Garam tadi pesan kalau istrinya mau ngapa-ngapain harus lapor ke beliau," jawab pengawal itu yang membuat Ruby kesal.

Ruby menatap pengawal itu yang sedang berbicara dengan Garam melalui sambungan telepon. Satu menit berlalu, panggilan terputus. Pengawal itu lalu menatap Ruby dengan tersenyum. Namun Ruby tak membalasnya karena terlanjur kesal dengan aturan Garam.

"Kata Mas Garam boleh pergi asal diantar sopir Non."

Ruby menghela napasnya. Sejujurnya dia tidak mau, tapi berhubung dia malas berdebat akhirnya dia setuju saja. Beberapa detik kemudian, sebuah mobil SUV berhenti didepan mansion. Sopir itu membukakan pintu belakang untuk Ruby. Dalam hatinya Ruby terkejut, baru kali ini dia dilayani bak seorang majikan konglomerat.

Nggak nyesel juga gue diantar.

Namun senyumnya langsung luntur saat ingat niatnya pergi kali ini untuk rapat. Dia harus segara mengirim pesan pada Daye.

Selama perjalanan menuju Butik Oregate, kedua pasang mata Ruby tak teralihkan dari ponselnya. Ia saling bertukar pesan dengan Daye. Lalu Daye bilang, katanya hanya akan rapat sebentar saja, setelahnya bisa dilanjut zoom atau hari lain kalau Ruby free.

Jebakan Cinta (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang