Chapter THREE

6 1 2
                                    

- k e t i g a -

🧟

Malam yang ditunggu, telah tiba.
Langit mulai gelap, bintang-bintang bertaburan di permukaan nya, dan bulan melingkar sempurna menyinari seluruh kota York.
Bagi orang-orang, malam adalah waktu ternikmat untuk bersantai, istirahat, mengakhiri aktivitas satu hari penuh yang tanpa henti.

Namun malangnya, kenikmatan itu tak sedang berpihak pada Eden.
Ia yang tadinya mengatakan menemui wali kelas, justru terkurung di gudang sekolah yang ada di atap, hingga larut.
Gadis pendiam tersebut tak tau lagi harus meminta tolong pada siapa, disaat di sekitarnya sekarang adalah Jake, dan Victor.
Dia bersama Eugene yang berada disana sudah lebih dari dua hari.

"I'm begging, let me out." Eugene merengek sambil berlutut di kaki Jake, tepat di depan Eden yang berdiri terpaku.

"Let you go?!" Jake mencengkram rambut perempuan itu yang tergerai. Tak peduli berapa sering air mata Eugene mengalir.

"Sayangnya tak semudah itu melepaskan kau, pelacur!" Jake menghempaskan Eugene dengan kasar. Laki-laki itu sungguh tak punya hati nurani.

"J-jake, tolong keluarkan aku dan Eugene, tolong." Eden balik memohon, secara hatinya kehilangan harapan.

Jake kemudian tersenyum licik, ditengah ketakutan luar biasa mencekik jiwa Eden.
Ia yang hanya bisa memeluk dirinya sendiri, secara perlahan melihat Victor menghampiri Eugene.
Perempuan itu jelas-jelas tak sanggup lagi untuk berdiri, dan dipaksa untuk ditiduri.

"Victor, bersiap!" Ucap Jake meyakinkan.

Lalu malam dengan kisaran pukul 11 itu menjadi mimpi buruk bagi Eugene, juga Eden.
Dimana gadis yang sangat pendiam menyaksikan teman sesama perempuan yang disetubuhi oleh Jake, alih-alih memuaskan nafsunya yang besar, Jake tak mempedulikan tangisan dan jeritan Eugene.
Dan seolah tak ada yang mendengar, kini kejadian itu berhasil masuk kedalam rekaman ponsel Jake yang dipegang oleh Victor sendiri.

🧟

Mentari pagi kembali menyambut alam, bagi penduduk, pagi selalu menghadirkan kesejukan yang berbeda dan khas.
Edeá bangun sepagi ini, tepat pukul 6, kedua tangan cepatnya menata dirinya sendiri di depan cermin.
Hari ini dia memasang dasi pita berwarna merah dengan corak putih, secara lengkap kemeja putih lengan panjangnya dan rok hitam sepanjang lutut.
Lalu, dirinya membalut atasan putih itu dengan vest berlengan panjang warna merah, yang telah dilengkapi logo SMA York, dan name tag 'Madeleine Addison'.

Hari ini Edeá sengaja menggerai rambutnya, namun tetap menyelipkan dua karet kain ke dalam tasnya.
Rambut indahnya berwarna cokelat gelap, dengan tekstur menggelombang dibawah pundaknya.
Selesai menyisir, Edeá menatap cermin agak lama.

"Brycen, kuharap kau melihat perubahan ku. Dan Joe, ini tampilan baruku, ku semogakan...." Monolognya dalam hati, namun tak dilanjutkan.

Saat itu, neneknya masih terlelap, namun sudah ada sarapan kesukaan Edeá tertata diatas meja makan.
Maka dari itupun, Edeá sendiri enggan membangunkan neneknya, diapun menulis surat di kertas dan diselipkan ke bantal neneknya.

Gadis itu kemudian lari keluar kamar, menuju pintu berniat menghampiri Nathan.
Karena kemarin mereka janji untuk berangkat lebih awal.
Setelah membuka kenop pintu, Leine pun terkejut.

"Tumben?" Pertanyaan ia lontarkan saat tahu Nathan ada di hadapannya.

"Nanti kalau terlambat, marah lagi," jawab Nathan. Seolah tau respon Leine jika terlambat seperti kemarin.

Around Us Are Dead : YorkWhere stories live. Discover now