Chapter ONE

8 3 0
                                    

- p e r t a m a -

🧟

Sebuah mobil melintas dengan kecepatan sedang, di waktu matahari mulai menyembunyikan diri dibalik pegunungan.
Hari ini suasana tepat sekali dikatakan positive vibe, tak ada keramaian, melainkan ketenangan yang menyelimuti perumahan di Kota York.
Yang semakin indah menyejukkan mata, rumah-rumah penduduk yang halamannya selalu bersih.
Salah satu rumah dengan blok nomor 321, menunjukkan kenyamanannya dari luar, dengan tangga kecil yang minimalis dan bersih.

Rupanya ada seorang wanita paruhbaya yang tinggal disana.
Ia bersama cucu perempuannya yang baru saja selesai mandi, dan masuk ke kamar.
"Edeá? Mau kemana? Bau harum mu tercium sampai sini." Tanya nenek dengan nada yang begitu lembut, dan suara yang serak.
Ia hendak duduk di kursi meja makan mereka.

"Ya nek...." Gadis yang dipanggil Edeá itu menyahut pelan, lalu keluar dari kamarnya.

"Rapi sekali...." Nenek mengamati cucunya dari bawah hingga atas.

"Iya nek, aku akan jalan-jalan dengan Nathan," jelas Edeá.

"Seberapa jauh, sweetheart?" Lagi tanya neneknya.

"Hanya berkeliling komplek. Nenek tak perlu khawatir, aku akan pulang sebelum hari gelap." Edeá begitu meyakinkan ke neneknya jika ia tak akan pergi terlalu lama.

"Kau dan Nathan akan pergi piknik? Atau sesuatu menyenangkan lainnya?" Tentu saja nenek bertanya lagi. Sepertinya ia masih punya banyak pertanyaan lain.

"Hemm, baiklah. Jadi begini, nek," kemudian Edeá berjalan dari depan kamar menghampiri neneknya. "Nathan itu hobi sekali memotret sekitarnya, apa saja, tentu saja dengan kamera kesayangan yang ada di lehernya itu. Nenek tau? Hasil potret milik Nathan, sangat totalitas. Kurasa dia sudah profesional tapi tak banyak yang tau gambar-gambar berkualitas yang tertangkap melalui kameranya."

Edeá menjelaskan sebagian bakat seorang lelaki yang bernama Nathan, mendengarkan cucunya bercengkrama itu terukirlah senyum di bibir sang nenek.
Bahkan ketika Edeá selesai berbicara, ia menyeruput segelas susu di meja makan, si nenek masih tersenyum.

"Baiklah jika begitu, kemanapun kau pasti menyukai gaya rambut mu itu," nenek tertawa kecil.

Edeá si gadis berkepang dua beranjak dari kursi dan segera memeluk neneknya.

"Dahh, nek!" Serunya bersemangat saat berlari kearah pintu.

Cekrek!

Wajah Edeá melongo sejenak saat setelah ia membuka pintu, sebuah kamera menyorot langsung di depan wajahnya.
Itu menandakan, dirinya telah terpotret.

"Ah, sial! Nathan?" Diawal nada ia sedikit kesal.

"Akhirnya! Kamera ku pintar menangkap wajah mu." Nathan dengan keisengannya berselebrasi di depan Edeá.

"Apa-apaan? Aku belum siap berekspresi," keluhnya seraya menatap Nathan.

"Welcome, girl & balloons! Setelah kau keluar rumah, kau bukan Edeá lagi. Ayo kita mencari spot yang bagus, Leine." Tutur Nathan diiringi nada antusias dari dalam dirinya.

Sekarang, Madeleine Addison adalah Edeá ketika dirumah.
Nenek suka sekali dengan nama tengahnya itu.
Namun jika diluar rumah bukan lagi Edeá, melainkan Leine atau mungkin Madeleine, bisa juga Nona Addison.

Around Us Are Dead : YorkWhere stories live. Discover now