3. Drew

39 7 6
                                    

—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Neng, udah di depan, ya.”

Aku melirik jam di pergelangan tangan, lalu menganggukkan kepala meski tahu bahwa Bang Yoyo, sopir agensi yang bertugas menjemput Seta hari ini tidak bisa melihatnya dari seberang sambungan. “Oke. Lima menit, ya.”

Sambungan telepon diakhiri. Aku mengemasi sisa barang di kamar hotel, lalu memeriksa kamar mandi. Aku juga memeriksa ulang nakas, lemari, meja, dan semua barang di kamar hotel ini. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, aku pun bergegas keluar dari sana menuju kamar sebelah. Kamar Seta.

Hanya butuh satu kali panggilan bel, Seta keluar dari kamarnya. Cowok itu tampak sudah segar setelah mandi. Tubuh jangkungnya menjulang, membuatku merasa seperti kurcaci karena bahkan dengan sepatu bertumit lumayan tinggi ini, aku hanya sanggup mencapai pucuk dagu Seta. Cowok itu sibuk membenarkan tas ransel dengan jemarinya yang panjang dan ramping. Sepasang mata kelabunya tampak fokus mengatur panjang tali ranselnya sendiri.

Benar. Seta memang memiliki mata kelabu asli tanpa bantuan kontak lensa. Ada sedikit corak kecokelatan hanya di mata kanan. Bentuknya serupa garis kecil yang melintang di iris bagian bawah. Menjadikan sepasang mata itu unik sekaligus langka. Terima kasih kepada Tante Sofia, ibu Seta yang merupakan orang Rusia. Berkat pernikahannya dengan Om Farhan, mereka dikaruniai anak dengan mata seindah itu.

“Nggak ada yang ketinggalan, Ta?”

“Aman,” jawab Seta sembari mencangklok ranselnya di pundak.
Koperku dan Seta sudah lebih dulu dibawa turun setengah jam oleh Apoy, asisten pribadi Seta yang bekerja di bawah pengawasanku. Jadi kami tidak perlu membawa banyak barang ke lobi sekarang.

“Yakin? Udah periksa—”

“Udah, Yaya,” potong Seta. Cowok itu menutup pintu kamar dan menguncinya dengan kartu akses, masih sambil bicara. “Gue udah cek kasur, nakas, lemari, balkon, kamar mandi. Nggak ada yang ketinggalan. Puas, Bu Manajer?”

Bukan apa-apa. Seta itu teledornya bukan main. Beberapa bulan lalu cowok itu bahkan sempat meninggalkan ponselnya di kamar hotel usai manggung. Untung saja petugas hotel yang membersihkan kamar itu orangnya jujur dan mau mengembalikan ponsel Seta tanpa mengutak-atiknya sama sekali. Jika tidak, bisa-bisa kacau dunia kerjaku ini karena gosip dan skandal.

“Ya, kan, buat jaga-jaga, Ta.” Aku berjalan menuju elevator diikuti Seta. “Lebih baik mencegah daripada kerepotan nanti, kan?”

“Iya, deh. Emang lo yang paling perhatian sama gue.” Gemas, Seta merangkul bahuku saat kami masuk ke dalam elevator yang kosong. “Gue kawinin juga, nih, lama-lama.”

Refleks aku langsung menyikut rusuk Seta, membuat cowok itu mengaduh kesakitan dan mundur menjauh. Tahu rasa! Siapa suruh bercanda aneh sepagi ini.

“Sakit, Yaya!”

Semesta RaiaWhere stories live. Discover now